Selain itu, pihaknya juga terus berkomitmen untuk melakukan penanganan kawasan permukiman kumuh. Berdasarkan SK Bupati Banyumas Nomor 660/1094 Tahun 2020 luasan permukiman kumuh di Kabupaten Banyumas 115,67 ha.
"Saat ini setelah dilakukan penanganan menyisakan 51,58 ha permukiman kumuh. Sisa tersebut adalah kawasan permukiman kumuh yang penanganannya menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat," ujarnya.
Target untuk penanganan permukiman kumuh, bisa tuntas di tahun 2025. Soal realisasi target tersebut ia sebut, sangat bergantung dengan komitmen anggaran yang disiapkan oleh pemerintah daerah.
"Kita juga melayani PSU di perumahan-perumahan seperti jalan lingkungan dan drainase. Karena kalau tidak ditangani menjadikan pemukiman kita kumuh," paparnya.
CEK RTLH. Pj Bupati Banyumas Iwanuddin Iskandar (pakai topi) didampingi Kepala Dinperkim Kabupaten Banyumas Sakty Suprabowo mengecek, penerima bantuan RTLH yang rumahnya sudah tuntas ditangani di Desa Karanglewas, Jatilawang.-JUNI R/RADARMAS-
Sebagai salah satu upaya penanganan kawasan permukiman kumuh melalui, pekerjaan sumur resapan dan drainase. Dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut, pihaknya mengusung konsep green infrastructure.
"Merupakan sebuah jaringan yang saling terhubung antara area alami dan ruang terbuka lainnya, yang melestarikan nilai-nilai dan fungsi ekosistem, mempertahankan udara dan air yang jernih, dan memberikan beragam manfaat bagi manusia dan satwa liar," paparnya.
Berkaitan dengan pengelolaan air, green infrastructure sendiri juga dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan pengelolaan air yang melindungi, mengembalikan, atau meniru siklus air alami. Terdapat perbedaan-perbedaan pada green infrastructure dan infrastruktur konvensional (grey infrastructure) apabila ditinjau melalui perspektif pengelolaan air.
"Perbedaan yang mencolok antara green infrastructure dengan infrastruktur konvensional adalah sistem pengelolaan air pada green infrastructure menyatu dengan proses dan sistem yang alamiah, dimana infrastruktur konvensional lebih mengandalkan jaringan perpipaan dalam mengalirkan air dari hulu ke hilir," ucapnya.
Green infrastructure juga cenderung menggunakan vegetasi dan bahan-bahan berongga, dan memiliki komponen struktural yang lebih sedikit. Salah satu dari Green Infrastucture yaitu Rainwater Hardvesting yang salah satu kegiatannya adalah pemanfaatan atap rumah maupun penggunaan sumur resapan.
"Sumur resapan adalah struktur buatan berupa lubang atau sumur yang dibuat untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Biasanya, sumur ini digunakan untuk mengelola air hujan agar tidak langsung mengalir ke saluran pembuangan atau menyebabkan genangan dan banjir," ucapnya.
Kegunaan Sumur Resapan antara lain; mengurangi risiko banjir, mengisi ulang air tanah, meningkatkan kualitas air tanah, mengurangi erosi dan sedimentasi, mendukung keberlanjutan lingkungan.
Tahun ini untuk kegiatan pengelolaan dan pengembangan sistem drainase yang terhubung langsung Dengan sungai Dalam daerah Kabupaten/ kota meliputi ; Pembangunan Drainase Jalan Gandasuli Gang Buntu Kel. Karangpucung Kec. Purwokerto Selatan Pagu Rp 79.200.000. Pembangunan Drainase Jalan Arjuna Kel. Bobosan Kec. Purwokerto Utara Pagu Rp 99.000.000. Dan Pembangunan Parapet Kali Pucung Kidul Rw 01 dan Rw 02 Kel Kober Kec. Purwokerto Barat Pagu Rp 58.200.000.
Selain fokus terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan perencanaan ruang dan kewilayahan juga terus ditingkatkan. Tahun ini RDTR wilayah Perkotaan Sumpiuh untuk penyusunan materi teknis sudah tuntas.
Untuk RDTR Wangon dan Ajibarang saat ini tengah proses persiapan untuk asistensi persetujuan substansi menteri. Pihaknya berharap tahun 2025 sudah bisa melaksanakan pembahasan lintas sektor dan bisa ditetapkan di akhir 2025 atau awal 2026.
"Penetapan RTRW mendorong agar cepat ditetapkan. Karena sesuai PP 21 akan ditetapkan oleh Menteri, harapannya oleh kemeterian ATR ditetapkan jadi permen ada perintah untuk ditetapkan menjadi perda," paparnya.