PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID - Tahun ini Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan mendapat kesempatan menyelenggarakan Kompetisi “Bahasa dan Budaya Mandarin Chinese Bridge (Han Yu Qiao) 2024”.
Kompetisi ini diadakan melalui penyisihan tingkat provinsi, dan pre-eliminasi se-Jawa Tengah akan berlangsung di Gedung Aula SMP-SMA Puhua pada Sabtu 18 Mei 2024.
Kompetisi Chinese Bridge pertama kali diadakan pada tahun 2002. Sejak itu, kompetisi ini telah menjadi acara tahunan yang diselenggarakan di berbagai negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Kompetisi ini menyediakan 3 liga yakni antar SD (tahun ke-4), SMP-SMA (tahun ke-17), dan liga Mahasiswa (tahun ke-23).
Direktur Pusat Bahasa Mandarin di Universitas Sebelas Maret Solo, Dr. Fan Jie sekaligus pengawas dan pembina kompetisi ini mengatakan, bahwa Chinese Bridge ini begitu penting karena di masa depan bahasa Mandarin sangat dibutuhkan, dan semakin banyak generasi muda Indonesia mempelajari Bahasa Mandarin akan semakin baik.
Tantangan terbesar bagi pertumbuhan bahasa mandarin adalah kurangnya guru. Dengan begitu berkembangnya sekolah tiga bahasa juga universitas dengan fakultas bahasa mandarin, akan sangat membantu munculnya generasi muda yang punya standar bahasa mandarin yang baik.
Ini sangat menguntungkan bagi masa depan generasi muda, terutama karena kerjasama Tiongkok dan Indonesia semakin berkembang pesat.
Tahun ini Han You Qiao atau Chinese Bridge diselenggarakan di Puhua untuk ke-3 kalinya, yaitu pada 2011, 2016, dan tahun 2024.
“Uniknya meski penyelenggaraan kompetisi ini diciptakan oleh Kementrian Pendidikan Republik Rakyat Tiongkok namun syarat seluruh peserta adalah berkewarganegaraan Indonesia (non native), lahir dan dibesarkan di Indonesia serta pengguna bahasa ibu selain bahasa Mandarin sebagai first language mereka,” tutur Lyu Xiao Qian, Kepala Bahasa Mandarin Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan (Puhua School).
Tak hanya kemampuan bicara atau pidato, namun seni budaya turut dipertandingkan. Karena membangun jembatan antara budaya Tiongkok dan budaya lain dapat memupuk rasa saling pengertian dan apresiasi, serta mempromosikan persahabatan dan kerjasama antara Tiongkok dan Indonesia melalui pendidikan adalah alasan kompetisi ini dilaksanakan setiap tahun, tegas Laoshi senior di Puhua yang sudah 20 tahun menetap di Purwokerto ini.
Lomba ini begitu bergengsi karena menguji kemampuan bahasa Mandarin yang lekat dalam wawasan yang komprehensif.
Seluruh materi dan aturan lomba telah ditentukan oleh penyelenggara Center for Language Education and Cooperation (Yu He Zhong Xin).
Kompetisi diawali dengan tes tertulis (khusus SMP/SMA dan Mahasiswa) mencakup pengetahuan umum, sejarah, budaya, dan teknologi.
Lalu Setiap peserta seluruh jenjang diminta pidato selama 90 detik dengan tema “Chinese: Joy & Fun” untuk SD, “Fly high with Chinese” untuk SMP/SMA, serta “One World, One Family” untuk tingkat universitas.
Tahap selanjutnya adalah improptu bagi jenjang SMP/SMA dan Universitas. Yaitu setiap peserta diberikan pertanyaan secara acak dengan kesempatan menjawab dalam 60 detik saja.
Di penghujung kompetisi setiap peserta diminta menunjukkan Bakat Budaya Tiongkok dalam 90 detik melalui berbagai pertunjukan mulai dari menyanyi, seni beladiri wushu, membuat hiasan kertas Jianzhi, kaligrafi mandarin Shu fa, wayang Tiongkok, dubbing, story telling, memainkan alat musik Tiongkok, pertunjukan seni budaya minum teh Tiongkok dan masih banyak lagi.
Kriteria penilaian tak bisa dibilang ringan. Mulai dari cara penyampaian, teknik pelafalan teknik menjawab, kecepatan merespon, isi dan kualitas jawaban, ekspresi, hingga kelancaran berbicara menjadi titik penting juri memberi angka.
Sedangkan dalam kompetisi seni budaya, mereka akan dinilai berdasarkan keterampilan dalam penampilan, kreativitas, kualitas tampilan serta unsur budaya Tionghoa serta ketepatan waktu pertunjukan.
Tahun ini peserta datang dari sekolah dan universitas di Purwokerto sendiri sebagai tuan rumah, juga ada dari sekolah dan universitas yang tersebar di Semarang, Surakarta, Solo, Cilacap, Salatiga, hingga Magelang.
Menjaga netralitas dan syarat lomba agar terpenuhi maka ada 3 juri native didatangkan dari Yogyakarta yang tak masuk dalam wilayah lomba.
Mereka adalah Laoshi senior asal Tiongkok di wilayah DIY, yaitu Mr. Li Jianwei, Ms. Zhang Binyan, dan Mr, Zong Yongpeng.
Ketiga juri juga tak akan mengetahui latar belakang asal dan kompetensi sertifikasi kemahiran mandarin (YCT atau HSK) setiap peserta karena tidak diperbolehkan menggunakan lambang dan seragam sekolah atau kampus.