Banner v.2

MUA Pengantin Tradisional Tak Sekedar Profesi, Agus Haryanto Lestarikan Warisan Budaya Leluhur

MUA Pengantin Tradisional Tak Sekedar Profesi, Agus Haryanto Lestarikan Warisan Budaya Leluhur

Pengelola Pasar Sumpiuh Agus Haryanto yang juga memiliki pekerjaan sampingan di hari libur sebagai MUA sedang finishing merias pengantin adat tradisional.-AGUS UNTUK RADARMAS-

Sudah seperempat abad lamanya, Agus Haryanto berkecimpung dalam dunia make up artist (MUA), perias pengantin tradisional. Sapuan tanggannya tak hanya memoles paras mempelai, juga langkah nyata melestarikan warisan budaya.

FIJRI RAHMAWATI, BANYUMAS

AGUS, sapaannya mengurai kisah dari tahun 1995 silam. Masih teramat lekat di memori, ia bekerja sebagai tenaga honorer di Kantor Pasar Sumpiuh. Setiap bulannya mengantongi upah Rp 60 ribu. Nominal yang terbilang minim untuk mencukupi kebutuhan hidup, katanya.

Lelaki kelahiran 1975 itu kemudian memutar otak. Ia tak ingin hanya mengandalkan penghasilan dari satu sumber. Libur bagi Agus bukan waktu untuk bermalas-malasan melepas penat setelah lelah bekerja. Justru, ia sulap menjadi hari menyenangkan untuk menyalurkan hobi yang menghasilkan rupiah.

"Ketika libur, bantu teman-teman MUA. Upah sebagai asisten itu sampai Rp 100 ribu setiap merias. Lebih banyak dari gaji honorer sebulan," kenang Agus.

Lambat laun, lelaki kelahiran November itu bertekad untuk mandiri membangun usaha jasa rias pengantin. Di tengah kesibukan bekerja, setiap kali libur Agus tekun mengasah kemampuan agar mumpuni. Mulai dari mengikuti kursus, uji kompetensi, hingga mengikuti berbagai seminar maupun workshop pemateri MUA kelas nasional di berbagai kota.

Benarlah bahwa usaha tidak menghianati hasil. Dari semua yang telah diupayakan tanpa mengenal letih. Akhirnya, impian Agus terwujud. Roda kehidupan berputar, ia bukan lagi di posisi asisten. Melainkan melesat sebagai pemilik jasa rias pengantin lengkap dengan kru dan mengajak rekan-rekannya membantu ketika mendapat order rias pengantin.

"Saya kursus macam-macam riasan pengantin adat nusantara di LPK. Ujian negara juga, ujian kompetensi pengantin adat," jelas lelaki yang berdomisili di Desa Kuntili Kecamatan Sumpiuh ini.

Bagi Agus, MUA pengantin tradisional bukan sekedar profesi. Tapi, juga turut serta menjaga warisan budaya leluhur. Setiap tata rias pengantin dari berbagai daerah di Indonesia memiliki adat dan filosofi. Oleh karena itu, sangat berharga untuk terus dilestarikan.

Setiap tata rias pengantin tradisional di masing-masing daerah terdapat pakem. Sehingga, tidak boleh dilanggar atau dimodifikasi sembarangan.

"Pengantin yang menggunakan adat tradisional itu sakral," kata Agus yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2008 dan kini didapuk sebagai Pengelola Pasar Sumpiuh.

Di tengah menjamurnya MUA dan gempuran tata rias modern. Agus masih eksis. Bahkan mempunyai banyak pelanggan karena puas atas hasil sapuan tangannya. Paras pengantin tradisional memukau.

Agus juga tidak merasa tersaingi maupun terancam dengan kemunculan MUA baru. Sebaliknya, mengapresiasi dan mendukung regenerasi di dunia tata rias pengantin.

"Setiap orang ada masanya dan setiap masa orangnya. Saya sudah dua puluh lima tahun berkecimpung di rias pengantin, telah melewati suka duka. Ibaratnya, sekarang menunggu rezeki lewat. Giliran yang muda berkarya," tandas Agus. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: