Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Ajibarang, Diminta Tidak Menghilangkan Jati Diri Ajibarang, Banyumas

Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Ajibarang, Diminta Tidak Menghilangkan Jati Diri Ajibarang, Banyumas

Kondisi tata ruang di Ajibarang, SD Negeri Ajibarang Wetan berhadap-hadapan dengan RSUD Ajibarang. Penyusunan RDTR perkotaan Ajibarang diingatkan tidak menyimpang jauh dengan kondisi di lapangan saat ini.-YUDHA IMAN PRIMADI/RADARMAS-

BANYUMAS, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID - Menyoroti banyak hal terkait penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan perkotaan Ajibarang, BANYUMAS, unsur legislatif Kabupaten BANYUMAS memberi catatan kepada dinas teknis agar berhati-hati dalam penyusunannya.

Unsur legislatif dari Fraksi Gerindra, Suswanto ST mengatakan, disusunnya RDTR kawasan perkotaan Ajibarang di satu sisi menjadi angin segar bagi tetapi juga tantangan bagi Ajibarang kedepan. Sebab, proyeksi RDTR paling tidak untuk 20 tahun ke depan Ajibarang akan seperti apa.

"Saya berpesan kita harus hati-hati sekali untuk menyusun RDTR kawasan perkotaan Ajibarang yang sangat detail. Jangan sampai setelah RDTR diundangkan, justru menimbulkan persoalan-persoalan di kemudian hari. RDTR hanya bisa ditinjau kembali setelah lima tahun. Setelah lima tahun baru bisa diubah sehingga terlalu lama," ingatnya.

Suswanto mengungkapkan, banyak masyarakat Ajibarang yang mungkin belum paham dengan konsekuensi ditetapkannya RDTR. Dimana RDTR membatasi penyalahgunaan fungsi lahan. Misalnya satu lahan peruntukannya dalam RDTR untuk pertanian maka harus dimanfaatkan untuk pertanian.

BACA JUGA: Dalam Rencana RDTR, 25 Persen Kawasan Perkotaan Ajibarang Banyumas Tidak Boleh Dialihfungsikan

BACA JUGA:RDTR Perkotaan Ajibarang Banyumas Diusulkan Akomodir Keberadaan Garis Sepadan Sungai

"Kita tidak dapat lagi melihat, misalnya ada rumah sakit berhadapan dengan sekolah. Kita lihat di Ajibarang, RSUD berhadapan dengan SD Negeri Ajibarang Wetan. Ini kondisi eksisting yang ada," terang dia.

Pesannya yang lain, jika RDTR kawasan perkotaan Ajibarang sudah ditetapkan, tidak menyimpang jauh dari kondisi di lapangan yang saat ini sudah ada. Karena dapat menimbulkan konsekuensi hukum dengan penegakan aturan tata ruang.

Contohnya kondisi eksisting di satu titik untuk bangunan perumahan, ternyata dalam RDTRnya beralih menjadi kawasan pelayanan pendidikan. Hal ini bisa menjadi problem ketika pengusaha dengan segala keterbatasan kemampuannya sementara negara mengeluarkan aturan RDTR yang harus ditaati.

"Dengan sebagian wilayah pada enam desa di Ajibarang yang bakal melebur menjadi sebuah kota, seluruh kepala desa harus paham dengan konsekuensinya," tegasnya.

Adapun catatan-cataan yang diutarakannya beserta dengan unsur lainnya, dalam konsultasi publik kesatu harus diingat bersama. Termasuk sorotan 24 persen warga Ajibarang yang belum atau tidak bekerja, kaitannya dengan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Siswanto mengatakan, bukan berarti dirinya tidak sepakat dengan BLT. Tetapi dapat dicoba ke depan secara komprehensif dari pemerintah mendorong 24 persen warga Ajibarang belum atau tidak bekerja, agar menjadi wirausahawan dengan kemandirian. Alokasi BLT mungkin bisa diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang menginsentifkan usaha sehingga Ajibarang menjadi kota yang mandiri.

"Ajibarang boleh maju. Ajibarang boleh metropolis tetapi jati diri Ajibarang harus tetap terlihat di RDTR. Termasuk dari sisi budaya," pungkas Suswanto. (yda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: