Komisi D Banyumas Minta Dilakukan Kajian Terkait Wacana Penghentian SMP Terbuka

Komisi D Banyumas Minta Dilakukan Kajian Terkait Wacana Penghentian SMP Terbuka

PURWOKERTO - Wacana Dinas Pendidikan Banyumas menghentikan operasional SMP terbuka, diminta untuk dikaji ulang. Komisi D DPRD Kabupaten Banyumas, menilai SMP terbuka masih perlu dipertahankan, terutama untuk mengurangi angka putus sekolah di Banyumas. 14 "Sayang kalau dihapus, karena itu kan memang untuk membantu anak-anak yang putus sekolah juga," ujar Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Banyumas, Lintarti Dwi Asih, Senin (16/1) kemarin. Berdasarkan pantauan di lapangan, Lintarti menyebutkan, SMP-SMP terbuka saat ini memang sangat minim siswa. Hal itu dikarenakan adanya sistem sekolah satu atap yang ada di sekolah yang bersangkutan, sehingga perlahan-lahan siswa beralih ke sekolah satu atap. Tidak hanya itu, muncul kecemburuan-kecemburuan diantara sekolah-sekolah satu atap yang kekurangan siswa, sehingga menjadi pertimbangan pemkab untuk menghentikan operasional SMP terbuka. "Kalau bisa tetap dipertahankan, namun kalau mau dihapus tidak apa-apa, namun perlu ada solusi, terutama untuk siswa-siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu," jelasnya. Secara umum, sampai saat ini operasional SMP terbuka memang sangat membantu masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tidak hanya itu, angka putus sekolah di Banyumas, khususnya dari SD ke SMP juga masih sangat tinggi. Sehingga perlu dilakukan pertimbangan yang benar-benar dapat mengakomodir seluruh siswa di Banyumas. Dijelaskan, banyak faktor tingginya angka putus sekolah di Banyumas. Selain faktor ekonomi, faktor karakter dan SDM juga cukup mendominasi. Sehingga banyaknya SMP terbuka bukan menjadi salah satu alasan tingginya angka putus sekolah di Banyumas, mengingat kebanyakan biasya SMP terbuka juga gratis. "Kalau bisa pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP bisa lebih dimaksimalkan. Lalu pemkab juga perlu mencari solusi untuk faktor-faktor di luar faktor ekonomi tersebut, kalau memang SMP terbuka harus dihentikan," tegasnya. Meski sebenarnya baru wacana, namun kenyataan di lapangan sudah berbeda. Seperti di SMP Terbuka 1 Kedungbanteng yang tahun ini, sudah tidak memiliki siswa kelas 7. Wakil Kepala SMP Terbuka 1 Kedungbanteng, Dra Sri Haryati ketika ditemui Radarmas, Senin (16/1) mengatakan yang tersisa hanya peserta didik untuk kelas 8 berjumlah 9 siswa dan kelas 9 sebanyak 13 siswa. "Tidak ada peserta didik kelas 7 bukan karena kami menolak pendaftar. Fakta di lapangan memang sudah tidak ada lagi yang mendaftar. Padahal masa pendaftarannya sudah sangat panjang sampai bulan September," katanya. Sri menjelaskan, dengan jumlah peserta didik tidak mencapai 20 siswa, mereka kini sudah dititipkan ke SMP Negeri Kedungbanteng 1 untuk dapat berbaur bersama siswa-siswi dari SMP reguler. Dia memastikan bahwa menjalani KBM bersama dengan peserta didik dari SMP reguler tidak membebani mental peserta didik SMP terbuka. "Tidak ada masalah. Malah ketika saya tanya apa yang mereka rasakan, mereka menjawab merasa senang bisa bergabung belajar dengan teman-temannya di SMP reguler," terang dia. Terkait efisiensi dalam proses pembelajaran, dirinya mengaku sangat sependapat dengan hal tersebut karena dengan jumlah peserta didik yang tidak mencapai 20 siswa, jam mengajar guru yang mengajar di kelas yang ada di SMP terbuka tidak dapat diakui untuk proses pengajuan sertifikasi. Apalagi saat ini sudah banyak SMP reguler yang menerapkan K-13 yang menyebabkan jam mengajar para guru bertambah. "Kalau dulu iya, sebagian guru sengaja menjalin kerjasama dengan SMP terbuka untuk mencukupi jam mengajarnya dalam rangka memenuhi tuntutan sertifikasi. Saat itu juga jumlah peserta didiknya masih cukup banyak bahkan pada awal dibuka peserta didiknya bisa mencapai ratusan anak," sambung Sri. Secara pribadi, dia mendukung penghentian operasional SMP terbuka karena tren peserta didik yang belajar di SMP terbuka pada saat ini memang sudah bergeser. Kalau dulunya SMP terbuka dihuni oleh siswa-siswi yang pada pagi harinya bekerja membantu orangtuanya, saat ini hal tersebut sudah jarang ditemui. Data yang dimiliki SMP Terbuka 1 Kedungbanteng menunjukkan, dari 21 siswa-siswi SMP Terbuka 1 Kedungbanteng saat ini, hanya 1-2 orang saja yang bekerja. Itupun kerjanya pada sore hari karena pada pagi harinya siswa yang bersangkutan harus bersekolah bersama siswa SMP reguler. "Tidak ada keistimewaan yang kita berikan untuk peserta didik dari SMP terbuka. Ketika mereka bergabung, otomatis hak, kewajiban hingga jam belajarnya sama dengan siswa-siswi SMP Negeri 1 Kedungbanteng," tutup dia. (yda/bay/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: