Hani Santana, Perupa Asal Cilacap Berkolaborasi dengan Semesta, Hasilkan 500 Karya dalam Empat Tahun

Hani Santana, Perupa Asal Cilacap Berkolaborasi dengan Semesta, Hasilkan 500 Karya dalam Empat Tahun

Hani Santata foto dengan hasil karyanya yang berjudul "Nyekar".-Hani untuk Radarmas-

Hani Santana, perupa perempuan asal Kabupaten Cilacap ini, mampu membuktikan kemampuan untuk bersaing dengan pelukis-pelukis profesional lainnya. Meski hanya berasal dari daerah, Hani telah melakukan beberapa kali pameran tunggal di sejumlah kota.

RAYKA DIAH SETIANINGRUM, Cilacap

HANYA dalam kurun waktu dua tahun, perempuan kelahiran Cilacap ini, mampu menggelar lima kali pertunjukkan karyanya di sejumlah kota.

"Sering berkolaborasi dengan semesta, ngobrol, meminta saat merasa stuck (terjebak). Sejumlah karya juga banyak yang saya hujan-hujankan. Biarkan semesta ikut mendukung," kata Hani Santana saat ditemui di studio seninya.

Bagi para pecinta seni rupa, nama Hani Santana sudah tidak asing lagi. Meski baru empat tahun masuk ke dalam lembah belantara seni rupa, Hani saapan akrabnya, sudah melakukan pameran tunggalnya sebanyak lima kali. Sedikitnya, 500 karya sudah ia lukis.

Hani mengusung langgam abstrak dekoratif dalam karyanya. Dengan media akrilik di atas kanvas serta memberikan efek tiga dimensi. Dengan karakter laut bunga, lingkungan dan semesta. Tanpa melupakan cerita asal daerahnya, Cilacap. 

Keputusan Hani menjadi seorang perupa terbilang cukup ekstrem. Ibu dua anak ini, tidak memiliki latar belakang pendidikan seni rupa. Selain itu, dia berkarya di pesisir Cilacap, suatu lingkungan yang kurang kompetitif untuk seorang perupa. Namun, hal tersebut justru menjadi tantangan dan tanggung jawab baru baginya. 

"Regenerasi adalah kata-kata yang pas untuk sebuah pergerakan pertama bagi seni rupa di daerah. Untuk itu, saya ingin mendobrak dan membangkitkan seni rupa di Cilacap yang bisa dibilang saat ini belum bergairah," ujar Hani.

Hani bercerita, di awal pamerannya, ia diajak oleh senior-seniornya untuk membuat paneran tunggal. Sempat tidak pede (percaya diri), namun berkat dorongan para senior, muncul lah ide bertajuk "Gregah". Yang dipamerkan di Institut Telkom Purwokerto. 

"Ide ini tiba-tiba muncul, Gregah sendiri artinya sangat bagus sekali yaitu suatu pergerakan mendadakan yang sifatnya semacam doa untuk terbungkusnya semangat," kata Hani. 

Lanjut di tahun 2021 saat pandemi Covid-19 melanda, pada bulan Juli, perasaan Hani tidak enak karena kondisi fisik ayahnya yang semakin menurun. Hal ini membuat Hani Santana ingin kembali membuat pameran tunggal di Jogyakarta. 

"Feeling saya tidak enak, bangun tidur saya telfon orang di Jogja, agar secepatnya membuat pameran. Takut lose chemistry dengan karya saya yang bertajuk Segara. Dengan izin semesta, teman-teman di sana bertemu dengan Mami Kartika Affandi, dan beliau mengizinkan saya pameran di Museum Affandi Yogyakarta tanpa syarat apapun," kata Hani. 

Pameran pun bisa terlaksana di bulan November. Saat itu, Hani hanya mengundang 40 tamu undangan lantaran terbentur aturan adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Namun, benteng pertahanannya pun jebol, 300 orang datang pada malam pembukaan, untuk menikmati karya Hani yang bertajuk Segara itu. 

Kepuasannya tidak berhenti disitu, kondisi ayahnya yang semakin melemah membuat hati dan pikiran Hani berkecamuk. Muncullah goresan di kanvasnya dengan tema bunga. Sejumlah karyanya itu pun sempat dipamerkan di ArtFair Kuala Lumpur, satu karya Hani pun laku dengan harga yang cukup fantastis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: