Berkata Baik

Berkata Baik

--

Oleh: Eko Muharudin, S.S., M. Pd.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneisa, UM Purwokerto

Bagi umat Islam, dalam dua belas bulan terdapat bulan yang istimewa, yakni bulan Ramadan. Allah Swt telah mendesain bulan Ramadan sebagai bulan yang penuh ampunan dan berkah. Seorang muslim hendaknya memanfaatkan bulan ini dengan total. Berbagai amalan dapat dilakukan di bulan Ramadan, seperti salat tarawih berjamaah, tadarus Al Quran, sedekah dan infaq rutin, serta sunnah lainnya yang dituntunkan oleh Rasullullah SAW.

Selain amalan-amalan tersebut, kita juga dapat mengamalkan perilaku-perilaku yang baik untuk lingkungan sosial. Salah satu amalan berperilaku baik tersebut adalah membiasakan berkata baik.

Berkata baik merupakan salah satu perilaku yang diajarkan oleh Rasullullah SAW yang tercermin dalam hadis: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim). Berkata baik merupakan perilaku yang cukup penting untuk menciptakan kohesi dan koherensi komunikasi di masyarakat.

Di zaman ini, banyak kita saksikan secara langsung maupun tidak langsung, baik di kehidupan sehari-hari atau di media sosial, komentar, status, quote, serta kalimat langsung maupun tidak langsung yang terlontar tanpa menghiraukan etika atau adab sopan santun dalam berbahasa. Bahasa komunikasi di media sosial cenderung menggunakan kata-kata dan tuturan kasar dan vulgar yang jauh dari etika dan tata krama, misalnya bahasa haters di media sosial yang cenderung kasar dan menyakitkan. Bahasa para pesohor dan influencer yang cenderung tidak mengindahkan kaidah berbahasa, seperti menggunakan kata-kata vulgar dalam konteks sosial.

Pengaruh budaya dan gaya hidup baru di era teknologi informasi ini masuk secara masif di lingkungan masyarakat menyebabkan seseorang berkomunikasi dengan kurang santun dalam berbicara sehingga dapat menyinggung perasaan lawan tutur (Rahadini & Suwarna, 2014). Ketidaktepatan pemilihan bahasa dapat menyebabkan kendala sosial, misalnya berupa kerenggangan jarak sosial, kerenggangan hubungan antarpenutur, dan bahkan dapat mengarah pada konflik sosial.

Konflik ini dapat menjadi bibit perpecahan persatuan dan kesatuan anak bangsa. Dengan demikian, kita sebagai umat Islam yang mempunyai tuntunan Al Quran dan Assunnah sebagai pedoman bermuamalah serta hidup di Indonesia, tempat budaya yang mengindahkan tata krama dan nilai adi luhung, harus dapat menjaga perilaku dalam kehidupan sosial, yakni salah satunya dengan membiasakan berkata baik dan mengindahkan kesantunan dalam berbahasa.
 

Oleh sebab itu, momen di bulan Ramadan, bulan pendidikan (tarbiyah) umat Islam, dapat kita manfaatkan untuk membiasakan berkata baik dan mengindahkan norma kesantunan dalam berbahasa. Pembiasaan berkata baik dan santun dapat kita mulai dari beberapa lingkungan.

Pertama, lingkungan pribadi. Di lingkungan pribadi, kita dapat membiasakan memilih diksi (pilihan kata) sesuai konteks dan lawan tutur, misalnya bila berdebat dengan orang yang lebih tua dan belum kita kenal, kita dapat memilih kata yang mudah dipahami dan tidak menyinggung perasaan.

Kedua, lingkungan keluarga. Di lingkungan keluarga, kita dapat menggunakan kata-kata yang berkonotasi positif dan penuh kasih sayang. Hal ini dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

Ketiga, lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat kita dapat menjaga kohesi sosial dengan berkomunikasi yang baik, seperti menghindari dorongan emosi dari penutur, tidak menuduh mitra tutur, dan tidak memojokkan mitra tutur.

Dengan demikian, membiasakan berkata baik dan sopan satun dalam berbahasa merupakan amalan praktis yang dapat mewujudkan kasih sayang antarsesama sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan damai. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: