Viral! Kisah Seorang Pasien di Banyumas Yang Tidak Mendapatkan Pelayanan Terbaik di Rumah Sakit A

Viral! Kisah Seorang Pasien di Banyumas Yang Tidak Mendapatkan Pelayanan Terbaik di Rumah Sakit A

Tangkapan layar postingan yang viral di Medsos soal pasien di rs di banyumas--

"Penyakit macam apa ini? Setelah 10 hari di ICU Geta dinyatakan membaik dan dipindahkan ke ruang Cendrawasih Atas," tambahnya. 

"Di hari ke 5 di ruang Cendrawasih, perawat RSUD A mengatakan kalau besok Geta bisa pulang ke rumah. Itu bukanlah berita bagus seperti pasien lain ketika dinyatakan baik dan bisa pulang. Bagi keluargaku, waktu itu adalah kebimbangan dan ragu yang luar biasa. dengan kondisi selang oksigen masih menempel, infus, kateter, dan selang NGT untuk makan terpasang di tubuh yang tak bisa digerakkan, kecuali mata. Nafasnya pun masih tersendat-sendat," sambungnya. 

Kondisi Geta yang keluarga tidak benar-benar tahu apakah ada peningkatan kesehatannya, atau penanganan yang diupayakan hanya sia-sia.

"Kami menanyakan pada dokter mengenai isu kepulangan Geta, dokter saraf menjawab, “Kesehatannya mulai stabil, tinggal menunggu dokter paru.” Di hari ke 6 dokter paru didampingi perawat datang ke Cendrawasih mengecek keadaan adikku. Pasien ini mau pulang, Dok,”kata perawat pd dokter paru sambil membuang muka ke belakang dokter paru tersebut.Si dokter bilang,“Oh,ya (seperti blm tahu tentang rencana Geta yg diminta pulang).” ceritanya. 

Seketika dokter langsung mengajarkan treatment perawatan untuk di rumah nanti.

"Aku jadi penuh tanya; “siapa sih yang menginginkan Geta pulang dari RSUD A? Dokter atau rumah sakit?” Sedangkan keluarga masih ragu untuk membawanya pulang dengan keadaan begitu," kata dia kembali. 

Di tanggal 3 Maret 2023 Geta dinyatakan harus pulang. Hanya selang NGT yang masih terpasang, kateter dilepas, infus dilepas. Lagi-lagi hanya matanya yang bergerak. Keluarga masih terkejut dengan pernyataan dokter dan staf RSUD A.

"Keluarga bingung, apa bisa keluarga bisa merawat Geta dengan keadaan tersebut? Keluarga ingin Geta masih dirawat di RSUD A supaya bisa dikontrol secara medis, tapi RSUD menolak dengan alasan dokter sudah menyatakan Geta membaik dan bisa dirawat di rumah," imbuhnya. 

Walaupun pasien BPJS bisa dirawat inap tanpa batasan waktu. 

"Ya begitulah wewenang DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan). Pihak keluarga mendesak RSUD A untuk membuat rujukan ke RS Margono (faskes III). RSUD A menolak dengan alasan: “Nanti di RS Margono juga belum tentu diterima karena belum tentu ada ruang di IGD dan ICU,” kata salah satu staf di RSUD A tersebut.," paparnya. 

Dengan rasa kecewa sambil menunggu obat yang dihaluskan (karena Geta menggunakan selang NGT), keluarga mencoba menghubungi ambulans dari komunitas sosial untuk membawa Geta keluar dari RSUD A. Kateter dan infus dilepas, ambulans pun datang.

"Keluarga berinisiatif membawa Geta langsung ke RS “H” karena keluarga bingung dengan kondisi yang dialami Geta, di rumah tidak ada yang tahu ilmu medis. Di RS H yang jaraknya lumayan jauh itu, Geta bertemu dengan dokter yang sama seperti di RSUD A. Yang lebih mengecewakan, RS H menolak dengan dalih ICU di tempatnya penuh. Setelah lama beradu argumen, RS H menyatakan bisa menerima bila pembiayaan tidak ditangguhkan pada BPJS. Kami keluarga dengan rasa kecewa membawa Geta pulang," jelasnya lagi. 

Kesedihannya, Ia melanjutkan, tidak sampai di situ. Bahkan selama Geta di rumah, keluarganya yang semua hanya pekerja serabutan atau buruh harian lepas, harus membiayai perawatan Geta. Susu pengganti makanan, vitamin otak, oksigen, pampers, dan lain-lain yang tak murah.

"Untuk susunya saja 99 ribu per dus, sedangkan dalam satu hari Geta memerlukan 2 dus susu. Geta yang dianjurkan berjemur di rumah tak mendapatkannya karena rumah kami dihimpit rumah-rumah yang lain," sambungnya kembali. 

Lalu tanggal 4 Maret 2023 suaminya mencoba menghubungi dinas sosial lewat hotline yang tertera di website dan diarahkan menemui beberapa penggiat sosial. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: