Tiga Partai Bakal Gugat Pimpinan Dewan

Tiga Partai Bakal Gugat Pimpinan Dewan

pendopo-si-panji PURWOKERTO - Konflik internal yang terjadi di DPRD Banyumas kian memanas. Sebab tiga partai politik di DPRD Banyumas (Demokrat, PPP dan Nasdem) yang mengajukan pembentukan fraksi baru, Fraksi Demokrat Pembangunan Nasional (DPN), bakal menggugat secara hukum baik lewat PTUN maupun keperdataan. Gugatan akan dilayangkan jika pimpinan dewan tetap tidak menetapkan pembentukan fraksi baru tersebut. "Setiap partai yang punya wakil di DPRD, berhak membentuk fraksi. Kalau hak itu tidak dikabulkan, bisa dianggap melawan hukum. Kalau PTUN menunggu putusan dari pimpinan dewan nanti seperti apa," kata Untung Waryono, juru bicara ketiga partai tersebut saat menggelar pertemuan. Pertemuan digelar untuk menyikapi hasil konsultasi utusan DPRD, yakni Baperda dan Badan Kehormatan (BK) ke Kemendagri (Rabu-Jumat) pekan lalu. Pertemuan digelar di salah satu rumah makan, Minggu (5/6) . Pertemuan kemarin selain dihadiri penguus DPC, juga dihadiri anggota DPRD dari tiga partai tersebut. Tiga orang dari Demokrat, tiga dari PPP dan satu dari Nasdem. Menurutnya, pimpinan Dewan dan Baperda salah penafsiran tentang fraksi. Kehadiran PP No 16 Tahun 2010, sebagai pelaksana dari UU No 27 Tahun 2009 tentang MD3. Dia mengungkapkan, dalam UU itu tidak disebutkan masa berlakunya fraksi. Karena fraksi adalah hak setiap anggota dewan yang harus berhimpun dalam praksi. Tata cara pembentukannya diatur dalam PP. Ada dua model pembentukan fraksi. Bisa bergabung dengan fraksi yang cukup. Kedua boleh bergabung dengan sesama partai yang tidak memenuhi pembentukan satu fraksi. "Sehingga tata cara pembentukan FDPN, ini asli fraksi gabungan, karena sama-sama tidak mencukupi. Fraksi gabungan ini yang namanya bersifat permanen. Ini menjawab Pasal 31 ayat 8 dan 9. Dan hasil konsultasi dinyatakan boleh. Ini penjelasan Pak Soeharto dari Demokrat yang ikut konsultasi," kata wakil sekrterais DPC PPP ini. Menurut dia, jika ini tidak boleh, mestinya Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar tidak menyetujui usulan pemisahan dan pembentukan fraksi gabungan sejak awal. "Kalau begini kan namanya tidak konsisten karena di tengah jalan mengganjal. Ini membuktikan inkonsistensi mereka. Kami sepakat membentuk gabungan karena kinerja anggota kami tidak optimal saat bergabung dengan fraksi lama. Kalau di fraksi sendiri bisa lebih optimal," ungkapnya. Anggota DPRD dari Partai Demokrat, Soeharto yang ikut konsultasi ke Jakarta mengatakan, dalam PP No 16 Tahun 2010 tidak ada pasal atau ayat yang menyebutkan umur fraksi lima tahun. Yang disebutkan adalah umurnya sama dengan anggota DPRD. Termasuk di Peraturan DPRD Banyumas No 2 Tahun 2015 tentang Tatib. "Berarti kalau kurang dari lima tahun harusnya boleh. Justru yang tidak boleh kalau umurnya lebih dari lima tahun, misalnya lebih sehari, karena ini menyalahi sumpah jabatan wakil rakyat," kata dia yang duduk sebagai wakil ketua Baperda DPRD. Dia mengungkapkan, munculnya Peraturan DPRD No 2/2015 lebih dulu terbentuknya fraksi di DPRD Banyumas. Jika fraksi yang ada berubah, mestinya peraturan tersebut juga harus menyesuaikan (revisi). "Apalagi kami ini sudah memenuhi syarat pembentukan fraksi sendiri. Posisi kami juga sudah dikeluarkan dari fraksi lama dan ditetapkan lewat paripurna. Secara otomatis DPRD dan fraksi lama juga sudah mengakui, kenapa tidak segara diproses," ujarnya. Dia menilai, jika pimpinan dewan tidak segera menetapkan, berarti hak-hak konstitusional keanggotan tujuh wakil rakyat yang sudah diakui UU dirampas. Dalam beberapa kasus, mereka sudah tidak diikutkan dalam keanggotaan Pansus untuk tiga raperda yang diusulkan eksekutif. Kemudian posisi di alat kelengkapan tetap juga sudah tidak diakui dari fraksi lama. Di sisi lain, menurut Penasehat Hukum Suradi Al Karim, usulan pembentukan fraksi gabungan baru di DPRD dalam tengah waktu tidak dibenarkan. Sebab hal itu dinilai melanggar peraturan perundang-undangan maupun peraturan DPRD tentang Tatib. "Hal demikian diterangkan dengan jelas apa yang diinginkan dalam Pasal 31 ayat (5-9) PP No. 16/2010 disebutkan dalam peraturan pemerintah maupun peraturan DPRD, bahwa fraksi yang telah diumumkan dalam rapat paripurna bersifat tetap selama masa keanggotaan DPRD," kata Suradi dalam keterangan persnya. Menurutnya, untuk membentuk fraksi gabungan di tengah jalan tidaklah gampang, harus melalui sejumlah persyaratan, antara lain PP 16/2010 harus direvisi pemerintah, Tatib DPRD No, 2/2015 juga harus direvisi, Surat Keputusan Ketua DPRD tentang pembentukan Fraksi, anggotanya dari PPP dan Nasdem bergabung dengan PDI-P harus dicabut, dan anggotanya dari Partai Demokrat bergabung dengan Partai Golkar harus dicabut pula. "Sepanjang syarat-syarat tersebut tidak dilaksaankan oleh DPRD, dan tetap pada pendiriannya tidak mendudukkan anggotanya dalam fraksi Partai Golkar dan PDI-P, apalagi menamakan diri non-fraksi yang tidak dikenal dalam aturan, dan lagi-lagi tidak pernah ikut rapat fraksi hingga 6 kali berturut, maka wajib hukumnya Badan Kehormatan memanggilnya untuk gelar sidang. Karena jelas-jelas melanggar kode etik sebagai anggota dewan dan berpotensi pemecatan bisa terjadi," ujarnya. Oleh karena itu, Dewan tidak perlu membolongi aturan yang telah ada untuk kepentingan pembentukan fraksi gabungan baru, kelemahan PP 16/2010 adalah tidak mengatur bongkar pasang fraksi gabungan baru. Selain tidak ada dasar hukumnya juga uang daerah terbebani. Terlebih, PP tersebut menjadi jawaban atas pembentukan fraksi gabungan di tengah jalan. Peraturan itu juga tidak menjangkau soal fraksi gabungan baru di tengah jalan. "Saya tidak yakin Tatib DPRD direvisi atau dibolong-bolong hanya demi pembentukan fraksi gabungan baru di tengah jalan, dan saya yakin Fraksi terbesar seperti PDI-P dan Fraksi besar lain seperti PKB dan Gerindra tidak bisa menjamin (tak ada perubahan Tatib), alias tidak dibolong-bolongi aturan demi pembentukan fraksi gabungan baru atas kehendak anggota yang tujuh orang itu sendiri di tengah perjalanan masa keanggoaan DPRD. Bukan atas keinginan dan kehendak aturan atau perintah Undang-undang," pungkasnya. (why)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: