Lahan Urut Sewu Berstatus Quo
KEBUMEN - Lahan yang masih menjadi sengketa antara TNI dan masyarakat Urut Sewu, saat ini kembali berstatus quo. Artinya, kedua belah pihak harus menahan diri untuk tidak beraktivitas di tanah sengketa itu sebelum ada kejelasan status. Berlarutnya persoalan sengketa ini karena kedua belah pihak sama-sama tidak memiliki bukti kuat. Diyakini jika pembuktian hukum status kawasan Urut Sewu mandek, jalan keluar satu-satunya hanya lewat keputusan politik di DPR RI. Kepala Kantor Pertanahan Kebumen Yoyok Hadimulyo Anwar mengatakan, lahan seluas 22,5 kilometer yang berada di tiga kecamatan, Kecamatan Mirit, Ambal dan Buluspesantren, tidak dapat diterbitkan sertifikat tanahnya. Sebelum ada kejelasan sengketa lahan yang berada di areal latihan TNI AD di kawasan Urut Sewu belum menemukan titik terang. Selain itu, kata Yoyok, saat ini kondisi tanah tersebut masih berstatus quo. Pihaknya mengakui, sudah ada yang mengajukan permohonan sertifikat dari kedua belah pihak TNI dan masyarakat. Tetapi, karena belum ada kejelasan status kepemilikan, pihaknya tidak dapat menerbitkan sertifikat tanah tersebut. "Kami tidak dapat menerbitkan permohonan sertifikat kepemilikan tanah baik yang diajukan TNI maupun warga. Kita tunggu sampai ada kejelasan sampai tim mediasi selesai bekerja," kata Yoyok, audiensi dengan Komisi I DPR RI di Pendopo Bupati Kebumen, belum lama ini. Pemkab Kebumen saat dipimpin oleh Penjabat (Pj) Bupati M Arief Irwanto, membentuk tim independen untuk membantu menyelesaikan sengketa kepemilikan dan penggunaan lahan di kawasan Urut Sewu. Tim independen terdiri atas tujuh orang dari berbagai kalangan yang sudah ahli di bidangnya. Antara lain dari UGM dan Badan Pertanahan Nasional. Tim independen bertugas mengumpulkan data-data kepemilikan tanah di kawasan Urut Sewu, baik dari TNI maupun dari warga setempat. Setelah data kepemilikan terkumpul dan diverifikasi, tim independen turun ke lapangan untuk mengecek langsung. Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad mengatakan, tim mediasi itu sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Diantaranya untuk hak keperdataan maka harus diselesaikan secara musyawarah mufakat. Kemudian, sebelum ada penyelesaian maka warga masih bisa memakai tanah tersebut. Apabila TNI AD akan menggelar latihan maka harus memberitahukan ke warga melalui kepala desa setempat. "Sehingga jika ada tanaman warga rusak maka TNI AD harus mengganti rugi. Lalu warga juga harus menjaga situasi yang kondusif," ujarnya. Sementara itu, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Jaswandi menegaskan, meski belum ada kejelasan status lahan, pihaknya akan tetap melanjutkan pemagaran di kawasan latihan bagi TNI AD tersebut. Pemagaran akan dilanjutkan kembali pada 2017 mendatang. "Akan dilanjutkan kembali tahun 2017 setelah tahun ini dihentikan sementara," tegas Jaswandi. Jaswandi mengatakan, pihaknya tidak dapat menghentikan proses pemagaran karena melihat fungsi dari kegiatan tersebut. Pemagaran terhadap kawasan latihan bagi TNI AD dengan jarak 500 meter dari bibir pantai sepanjang 23 kilometer tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan keamanan baik untuk masyarakat setempat dan bagi prajurit TNI itu sendiri. Menurutnya, keberadaan areal latihan yang ada sejak penyerahan dari KNIL pada 1950 itu memiliki andil tidak kecil bagi prajurit di Tanah Air. Sebab, tidak ada prajurit di Indonesia yang tidak pernah berlatih di kawasan itu. Saat ini areal itu masih sering digunakan untuk berlatih baik itu TNI AD, Akmil, Kostrad, Armed, Arhanud dan juga Infanteri. Ia menambahkan, dari total 23 kilometer areal latihan, pemagaran sudah berjalan dua pertiganya. Atau masih kurang enam kilometer lagi. "Tidak ada niat kami yang membatasi masyarakat untuk beraktivitas," tandasnya. (ori/sus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: