UMKM Dominasi Permintaan Kredit Modal Kerja

UMKM Dominasi Permintaan Kredit Modal Kerja

JAKARTA - Aktivitas ekonomi masyarakat perlahan mulai menunjukkan kegairahan. Pada Kuartal IV/2020, Kementerian BUMN mencatat pertumbuhan kredit bank mengalami peningkatan yang didominasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). "Korporasi masih lambat sampai vaksin benar-benar direalisasikan, tapi sektor UMKM dan pertanian, terutama di daerah pelonggaran PSBB, langsung terjadi signifikan lonjakan permintaan kredit baru," ujar Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo di Jakarta, kemarin (20/10). Menurut dia, permintaan kredit modal kerja dari UMKM dan sektor pertanian ini sejalan dengan kondisi neraca perdagangan Indonesia yang mencatat surplus karena peningkatan ekspor. https://radarbanyumas.co.id/tren-gadai-emas-melambat-penjualan-emas-meningkat-kepala-pegadaian-karena-tidak-miliki-dana-menebus/ https://radarbanyumas.co.id/tren-masyarakat-kesulitan-bayar-cicilan-naik/ Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ekspor Indonesia meningkat 6,97 persen menjadi USD14,01 miliar pada September 2020. Realisasi ekspor bulan lalu bahkan hampir mendekati kinerja pengiriman produk ke luar negeri pada September 2019 atau sebelum pandemi Covid-19 senilai USD14,08 miliar. Terpisah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong target penyaluran kredit kepada UMKM sebesar Rp2,8 triliun pada Oktober ini, yang bertepatan dengan Bulan Inklusi Keuangan (BIK). Penyaluran kredit juga untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) "Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, selama bulan inklusi keuangan (BIK) 2020 akan didorong penyaluran kredit atau pembiayaan kepada pelaku UMKM sebesar Rp2,8 triliun, termasuk di dalamnya program kredit pembiayaan melawan rentenir," ujar Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjit. Sementara Ekonom BCA David E Sumual menilai pertumbuhan kredit perbankan lebih baik seret pada tahun ini ketimbang menjadi bermasalah atau macet di masa depan lantaran penyaluran dipaksakan di tengah pandemi Covid-19. "Sebenarnya pertumbuhan kredit di kisaran 0 persen sampai 3 persen, itu sudah sangat baik (untuk tahun ini) kalau dibandingkan dengan negara-negara lain. Karena kalau dipaksakan, khawatir malah akan jadi kredit macet, ujungnya pengaruhi permodalan," kata David. David menjelaskan, bila rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) meningkat, bank mau tidak mau harus menguras permodalan untuk menjaga NPL. Hal ini justru bisa memberi masalah di tengah ketidakpastian ekonomi berkepanjangan yang terjadi akibat pandemi Corona. "Belajar dari perbankan seperti di 1997-1998, itu masalah karena CAR (rasio kecukupan modal) rendah. Di kondisi sekarang, kalau dipaksakan, kondisi global juga masih seperti ini, ini akan menjadi masalah ke depan," tukasnya. (din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: