Omzet Pelaku Usaha di Purbalingga Turun Sampai 50 Persen Sejak PPKM Darurat Hingga Level 3

Omzet Pelaku Usaha di Purbalingga Turun Sampai 50 Persen Sejak PPKM Darurat Hingga Level 3

SEPI LAGI: Kondisi usaha di Taman Kota yang saat awal PPKM mulai ramai, kini sepi. (ISTIMEWA) PURBALINGGA - Omzet para pelaku usaha di Purbalingga mengalami penurunan sampai 50 persen. Pasalnya selama musim work from home (WFH) dan PPKM Darurat maupun PPKM Level 3, daya beli konsumen turun. Widoera Prakasa, salah satu pemilik usaha menu makanan laut di Taman Usman Janatin mengungkapkan, untuk mengembalikan kondisi seperti semula membutuhkan waktu sampai dua minggu kedepan. Itupun usai tidak ada lagi PPKM. https://radarbanyumas.co.id/pedagang-mayong-pilih-tidak-berjualan/ “Saat itu awal-awal PPKM Mikro agak mulai bangkit omzetnya. Baru berjalan beberapa hari, muncul PPKM Darurat. Langsung ibarat usaha, kembali dari nol,” ungkapnya, Rabu (21/7). Harapan ke penjualan take away maupun online juga belum begitu terasa. Bahkan dia sempat memilih libur dulu. Sembari melihat situasi perkembangan lanjutan PPKM. “Jelas sekali begitu musim PPKM dan WFH, penjualan langsung turun drastis,” tambahnya. Dampak pandemi Covid-19 setahun lebih juga terasa bagi para pedagang kaki lima (PKL) di wilayah Purbalingga dan sekitarnya. Ketua Paguyuban PKL Kabupaten Purbalingga Suharno menginginkan, selama PPKM jangan ada penutupan akses jalan ke PKL, terutama kuliner, termasuk di Purbalingga Food Centre (PFC). “Jeritan kami sehari-hari selama pandemi dan khususnya PPKM yaitu kunjungan pembeli menjadi sepi. Kita paham daya beli masyarakat menurun dan ada yang takut sekali pada Covid-19,” tuturnya. Suharno memahami, jika selama PPKM harus taat kepada aturan pemerintah. Namun setidaknya ada perhatian khusus kepada PKL Kuliner. Jangan sampai mereka tutup. “Pemerintah mungkin bisa memberikan kemudahan lagi. Karena kami masih memikirkan kebutuhan keluarga, termasuk mungkin angsuran pinjaman dan lainnya. Jelas teman-teman PKL kuliner kesulitan,” tambahnya. Khusus PFC sesuai data di Paguyuban, ada 369 pedagang. Mereka sudah merasakan dampak pandemi setahun lebih. Meski sempat fluktuatif pendapatannya, namun banyak sepinya. Saat ini juga ada pembatasan jam operasional maksimal pukul 21.00 malam. “Sangat terasa. Apalagi kalau cuaca sedang tidak mendukung. Semakin terasa,” katanya. (amr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: