21,11 Hektare Zona Hijau Hilang Selama Lima Tahun Terakhir

21,11 Hektare Zona Hijau Hilang Selama Lima Tahun Terakhir

Kawasan pusat industri di Purbalingga. PURBALINGGA- Alih fungsi lahan pertanian (zona hijau) menjadi non pertanian di Kabupaten Purbalingga masih terjadi. Terutama menjadi pemukiman warga dan perumahan, serta bangunan lainnya. Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Purbalingga, dalam lima tahun terakhir (2015-2019) luasannya mencapai 21,11 hektar. Kasi Pengadaan Tanah, BPN Kabupaten Purbalingga, Muhammadiyah SH menjelaskan, data dari BPN berdasarkan fakta di lapangan dan permohonan yang ada. Tentunya dengan menyesuaikan regulasi yang berlaku. “Kami mencatat dan didapatkan luasan 21,11 hektar dalam 5 tahun terakhir. Intinya dari lahan pertanian menjadi non pertanian, bisa bangunan dan lainnya,” ungkapnya sesuai data base yang ada di BPN, Selasa (14/7). Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga, Mukodam SPt mengakui jika yang masih sulit didata atau dicari luasannya yaitu alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat perorangan untuk bangunan rumah tinggal atau perdagangan dan jasa. Riilnya, misalnya untuk bangunan toko, ruko, kios, gudang, dan lainnya yang kebanyakan dibangun berdekatan atau menyatu dan berhimpitan dengan permukiman existing (yang sudah ada, red). Meski begitu, dia mengklaim, luas alih fungsi lahan untuk industri, perdagangan dan jasa serta properti yang diajukan secara resmi oleh pengusaha dalam setahun tidak mencapai luasan 100 hektar. Terkait Raperda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang masih harus menunggu klirnya review Perda RTRW. Pihaknya tetap merujuk pada Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Purbalingga tahun 2011- 2031. Yaitu sebagai pedoman dalam pemanfaatan lahan dan pelaksanaan program. “Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian tetap harus mengacu Perda itu. Tentu ada tahapan peninjauan lapangan dan rapat koordinasi dengan OPD terkait saat ada permohonan Izin Lokasi untuk industri, perdagangan dan jasa serta properti, sebagai salah satu bentuk pengendalian. Dinpertan juga menjadi bagian dari tim tersebut,” paparnya. Sepanjang pemanfaatan lahan sudah sesuai dengan Perda RTRW, apalagi lahan yang dimohonkan masuk dalam kategori lahan tidak produktif, bukan lahan irigasi teknis, tentu besar peluang untuk disetujui. Kedepan, penetapan LP2B tidak hanya sekedar penetapan saja, tetapi harus diikuti dengan regulasi terkait sanksi pelanggarannya. Kemudian adanya insentif atau reward bagi petani yang menyetujui lahannya dijadikan LP2B. “Tanpa adanya persetujuan pemilik lahan maka realisasi aplikasi riil LP2B sulit dilaksanakan. LP2B sangat membutuhkan kesiapan pemerintah, kesadaran masyarakat dan seluruh komponen yang terkait. Karena sejatinya yang ditetapkan sebagai LP2B itu bagian terbesar adalah tanah pertanian milik masyarakat,” tambahnya. Data yang dihimpun Radarmas, Kabupaten Purbalingga memiliki total luas lahan pertanian 21 ribu hektar. Terutama dengan komoditas padi atau jumlah lahan persawahan. Sementara itu, Andi Yunanto, Manajer Bidang Perkantoran, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) saat dihubungi mengungkapkan, alih fungsi lahan pertanian menjadi hal yang umum terjadi saat ini. Tidak hanya di Purbalingga, hal itu terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Penyebab utamanya, karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan penduduk termasuk pemukiman semakin meningkat . “Perlu upaya nyata dan serius dari seluruh stakeholder terkait, untuk mengantisipasi terjadinya alih fungsi lahan tersebut. Harapannya, alih fungsi lahan dapat dikendalikan dan lahan pertanian tetap terjaga untuk memenuhi kebutuhan penduduk," katanya. Dia juga mengingatkan, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah penerapan regulasi secara tepat dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Regulasi untuk membatasi alih fungsi lahan dan menjaga lahan pertanian/lahan hijau agar dapat menjaga keberlangsungan hidup masyarakat. “Penerapan regulasi termasuk perda RTRW, tata ruang wilayah perkotaan, dan lain- lain itu jug bisa dilakukan. Hanya saja, yang saya lihat selama ini stakeholder terkait belum menerapkan aturan tersebut dengan tepat. Butuh keseriusan,” tegas Andi. (amr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: