Sehari, Anak-anak dan Remaja Hisap Rokok Senilai Rp 68,14 Miliar

Sehari, Anak-anak dan Remaja Hisap Rokok Senilai Rp 68,14 Miliar

FIN WORKSHOP : Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA Lenny N Rosalin pada workshop peran forum anak sebagai polopor dan pelapor bahaya rokok. JAKARTA - Rokok masih menjadi perbincangan hangat terutama isu kesehatan. Ya, rokok disebut-sebut sebagai penyebab utama permasalahan kesehatan di berbagai belahan dunia. Bukan hanya berdampak pada si pemakai, asap rokok juga berefek buruk pada perokok pasif. Dan yang menyedihkan lagi, rokok sudah menggerogoti generasi penerus bangsa. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada 2018, 25 persen anak berusia 15-19 tahun merokok 12,3 batang per hari. Padahal jumlah total uang yang digunakan untuk membeli rokok tersebut bisa dialokasikan untuk membeli telur dan menghindarkan anak Indonesia dari risiko stunting. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny N Rosalin menuturkan berdasarkan analisis kerugian, konsumsi rokok oleh anak yang berusia 15-19 tahun telah menghabiskan berkisar Rp 68,14 miliar per hari. Hal ini berarti sebesar Rp 24,87 triliun per tahun uang telah terbakar percuma. "Padahal, jumlah uang tersebut bisa menghasilkan Rp16,6 miliar telur bagi 22,16 juta anak per tahun atau dua telur bagi anak usia 15-19 tahun per hari, sehingga menghindarkan mereka dari risiko stunting," ujar Lenny pada Workshop Peran Forum Anak sebagai 2P (Pelopor & Pelapor) mengenai Bahaya Rokok dan Pentingnya Kesehatan Reproduksi di Bogor, kemarin (1/12). Penyadaran terhadap seluruh pihak perlu dilakukan demi tekan bahaya rokok dari anak-anak. Peran 2P dapat dimaksimalkan untuk memengaruhi pemerintah di daerahnya masing-masing agar membuat aturan terkait larangan meroko. Hal ini juga bisa dimulai dari anggota keluarga yang merokok. "Anak-anak Indonesia berhak atas udara bersih, asap yang terbebas dari bahaya rokok," sambung Lenny. Ketua Junior Doctor Network Indonesia, dr. Andi Khomeini Takdir Haruni mengungkapkan bahwa anak yang terpapar asap rokok (perokok pasif) akan lebih rentan mengalami asma, alergi, infeksi telinga, dan eksim. Untuk bayi, bisa mengalami Sudden Infant Death Syndrom (SIDS). "Sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal dalam satu kotak yang sama, yakni berkisar 10 meter persegi yang diisi oleh 5 - 10 anggota keluarga. Jika ada anggota keluarga yang merokok, alhasil yang mereka hirup adalah tujuh ribu bahan kimia, dan 250 di antaranya adalah bahan kimia berbahaya," jelas dr. Andi. Seorang ibu, yang merokok juga akan memengaruhi bayi yang lahir dari rahimnya. Bayi yang lahir akan berukuran lebih kecil dari ukuran bayi pada umumnya. "Bayi yang terpapar asap rokok juga akan mengalami keterlambatan pada tumbuh kembangnya," lanjut dr. Andi. Salah satu anggota Forum Anak memberi masukan agar para anggota Forum Anak menyadarkan anggota keluarga masing - masing untuk tidak merokok. "Semua dimulai dari keluarga, karena dengan tidak adanya perokok aktif, maka tidak akan ada perokok pasif. Selain itu, kami ingin mendorong pemerintah daerah untuk melakukan aturan larangan merokok, dan mengajak teman-teman sebaya untuk memanfaatkan uang untuk membeli rokok agar ditabung," ujar salah satu anggota FA. Dalam workshop tersebut, para peserta FA juga mendapatkan tips dari Influencer, Wildanshah untuk memperkuat peran FA dalam menggerakan masyarakat agar tidak merokok dan peduli kesehatan reproduksi melalui kampanye di media sosial. "Dalam membuat konten media sosial, sebisa mungkin teman-teman FA harus memmastikan bahwa narasi yang dibangun kuat dan konsisten, dapat ditiru atau dikembangkan oleh netizen, relevan sesuai situasi dan kondisi, dan tak kalah penting dapat menggugah emosi dari netizen untuk melakukan pesan yang teman-teman FA sampaikan," tutur Wildan Shah. Dr. Andi melanjutkan, kesehatan reproduksi juga menjadi penting karena selama ini masih banyak anak yang tidak sadar bahwa dirinya telah mengalami pelecehan seksual. Anak-anak harus diberikan pemahaman terkait teritorial tubuhnya, baik anak perempuan maupun laki-laki. Anak-anak juga harus lebih berhati-hati dalam mengunggah foto dirinya di media sosial, karena media sosial merupakan wadah bagi para predator pedofil untuk mencari target korbannya. "Anak telah menjadi target dari perusahaan rokok. Jika anak telah merokok sejak usia anak, maka di usia selanjutnya mereka akan tetap merokok," tutur Lenny. Ia berharap, FA sebagai pelopor dan pelapor bisa menjauhkan teman-teman sebayanya untuk mengonsumsi rokok dan mendorong pemerintah di daerahnya masing-masing untuk membuat aturan terkait larangan merokok. "Hal ini bisa diawali dari keluarga dan lingkungan terdekat," tutup Lenny. (dim/fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: