Ramadhan: Yang Sedikit Cukup, Yang Banyak terasa Kurang

Dosen Sastra Inggris FIBK UMP dan Sekretaris PCA Purwokerto Barat, Titik Wahyuningsih, S.S., M.Hum.--
Oleh: Titik Wahyuningsih, S.S., M.Hum
Dosen Sastra Inggris FIBK UMP dan Sekretaris PCA Purwokerto Barat
Ramadhan mengajarkan manusia yang beriman keseimbangan dalam menjalani hidup. Selama bulan Ramadhan manusia beriman diajarkan menakar keseimbangan, untuk membatasi jumlah atau bahkan menambah jumlah dalam menjalani hari-harinya. Lalu, apakah yang sedikit dan banyak itu? Apa yang perlu dikurangi dan apa yang perlu ditambah?
Ayat 183 surat Al Baqarah dengan sangat gamblang menegaskan kewajiban berpuasa. Pun jika azan Magrib berkumandang, manusia beriman hendaklah menahan diri untuk tidak berlebihan dalam berbuka sebagaimana dipahami dalam penggalan QS. Al-A'raf: 31. Saat ini, masih sangat banyak yang berbuka bagaikan orang yang balas dendam karena merasa seharian telah menahan lapar dan haus. Padahal, air yang membasahi tenggorokan dan sedikit makanan manis juga sudah cukup mengembalikan tenaga orang yang berpuasa. Manusia beriman hendaklah bersifat qana’ah, merasa cukup dengan yang ada, bukan dengan mengada-adakan yang biasanya tidak ada. Bukankah Rasul SAW memberikan contoh berbuka dengan ruthab (kurma segar), tamr (kurma kering), atau air putih?
Dengan mencukupkan yang sedikit, pada dasarnya kita telah meneladani nabi, dan menghindarkan diri dari jebakan konsumtivisme. Berbagai pembahasan dari sudut kesehatan juga menunjukkan betapa pembatasan konsumsi bagi tubuh di bulan Ramadhan ini sangat banyak manfaatnya. Diantaranya, kita menunaikan hak tubuh kita dari kerja keras sepanjang 11 bulan sebelumnya. Tidak perlu khawatir dengan yang sedikit ini, karena Allah yang mencukupkan bagi kita.
Bahkan sedikit ibadah pun berlipat pahalanya. Diriwatkan oleh Imam Muslim bahwa “Setiap amalan anak Adam dilipatgandakan, satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, 'Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku.”
Satu malam di bulan Ramadhan telah Allah janjikan pahala seribu bulan sebagai bukti kecintaan pada hamba-Nya. Hal ini menjadikan ummat Rasul SAW mampu mendapatkan pahala yang besar dalam waktu hidupnya yang relatif singkat dibandingkan dengan umat-umat terdahulu. Meskipun demikian, bukan berarti kita berpuas dengan ibadah yang sedikit.
Manusia beriman perlu melipatgandakan amalan, terutama di bulan Ramadhan. Hendaknya kita tidak merasa puas dengan sedikit amaliyah yang kita kerjakan. Spirit Ramadan bukan hanya meningkatkkan kualitas diri tetapi juga meningkatkan amal sosial, sedekah, dan kepedulian.
Bulan Ramadhan yang singkat ini mengajarkan banyak hal, untuk dikerjakan siang dan malam. Kesempatan berbagi menu berbuka dan sahur dengan sesama, adalah salah satu yang bisa dikerjakan. Memperbanyak sholat dengan menjalankan tarawih bersama umat Islam lain yang mengharapkan pahala kemuliaan adalah kesempatan berikutnya. Pada Ramadhan pula terdapat malam nuzulul Quran, sehingga inilah kesempatan kita memperbanyak bacaan Al Quran, mempelajari dan mengajarkannya. Bulan Ramadhan juga mengajarkan memperbanyak infaq dan shodaqoh. Padanya terdapat kewajiban bagi setiap jiwa, tua maupun muda, bahkan yang belum baligh, yang masih bernafas hingga detik terakhir Ramadhan untuk berzakat fitrah. Betapa kepedulian sosial untuk memahami kondisi orang lain menjadi pelajaran luar biasa bagi manusia beriman yang diajarkan di bulan Ramadhan.
Diharapkan semua kebiasaan baik Ramadhan ini terpelihara hingga bulan-bulan selanjutnya hingga di akhir usia. Maka, mana yang telah kita cukupkan dan mana yang selama ini kita lebihkan?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: