Edukasi Bencana di Wilayah Kebumen Perlu Dimaksimalkan

Edukasi Bencana di Wilayah Kebumen Perlu Dimaksimalkan

Ir Chusni Ansori MT Ketua LIPI Kebumen Antisipasi Bancana Tsunami KEBUMEN- Gempa di Palu-Donggala merupakan peristiwa terjadinya penataan ruang yang kurang mempertimbangkan akan resiko bencana. Di kawasan itu, terdapat patahan yang sangat aktif dan merupakan nomor dua di Indonesia yang dikenal dengan patahan Palu – Koro. Patahan ini memanjang ratusan kilometer dari Selatan ke Utara melewati Palu hingga Donggala. Pada sisi lain batuan ditempat itu merupakan endapan lunak dan lepas berupa sedimen pasir di atas lempung alluvial. “Para ahli Geologi telah lama memperingatkan akan kemungkinan terjadinya gempa besar yang melewati Palu-Donggala. Selain itu perlunya kehati-hatian dalam penataan ruang,” kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebumen Ir Chusni Ansori MT, Jumat (5/10). Dia menjelaskan, pada sisi lain pemetaan tentang bahaya likuifaksi, juga penting untuk dilakukan. Di mana menempatkan Patebo dan seputaran Kota Palu bahkan bandar udara Palu berada pada zone merah bahaya likuifaksi. Namun apa daya peringatan para ahli tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah daerah setempat, hingga terjadinya bencana kemarin. “Kebijakan yang diambil melalui proses politik nampaknya tidak mempertimbangkan aspek teknis yang telah diteliti sebelumnya,” tegasnya. Dia menjelaskan, di bagian Selatan Kebumen juga terdapat zone subduksi yakni pertemuan antara Lempeng Samudera Hindia Australia dengan lempeng Benua Eurasia. Lempeng tersebut bergerak ke utara sekitar tujuh sentimeter pertahun. Proses subduksi ini telah terbukti terjadinya gempa Magnitudo Momen (Mw) 7.8 di Pangandaran pada tahun 2006 silam. Imbasnya terjadinya tsunami di Kawasan Pantai Selatan Kebumen seperti di pantai Logending, Pasir, Suwuk. “Apakah peristiwa ini bisa terjadi lagi? Pengulangan peristiwa ini sangat mungkin terjadi lagi dimasa mendatang. Jejak tsunami purba dengan intensitas sangat besar pernah terjadi sekitar abad 17 di Pantai Selatan Jawa. Hal ini sudah diteliti oleh LIPI pada endapan sedimen pantainya. Peristiwa Palaeo tsunami yang terjadi pada awal abad 17 ini kemungkinan dapat terjadi lagi perulangan setiap 675 tahun,” tegasnya. Menurut dia, Kebumen bagian Selatan merupakan dataran dengan endapan alluvial serta Pantai Purba yang tersusun oleh endapan pasir lepas di permukaan serta endapan lempung di bagian bawahnya. Di sekitar Kebumen memang tidak ada sesar atau patahan aktif. Namun jejak gempa dan tsunami purba pernah terjadi di Pantai Selatan Jawa. “Oleh karena itu kita perlu mewaspadainya, dan tampaknya hal tersebut telah terakomodasi dalam tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen. Di kawasan selatan kebumen telah berkembang Jalur Lintas Selatan Selatan (JLSS), Kawasan Industri di bagian timur, kawasan wisata di bagian barat serta pemukiman yang berjarak sekitar 1 kilometer dari pantai,” katanya. Seandainya terjadi gempa bumi besar (mega Trust) dengan intensitas hingga Mw 8, lanjutnya, maka kemungkinan tsunami dengan kerusakan yang besar bisa terjadi di kawasan ini. Dalam RTRW Kabupaten Kebumen 2011-2031, terlihat jelas bahwa zone rawan tsunami berjarak sekitar 8 km dari bibir pantai di Sebelah Timur serta sekitar 750 m di bagian Barat Kawasan Karst Gombong Selatan. Gempa Pangandaran 2006 pernah membuktikan keruskan kawasan wisata di Pantai Ayah, Pasir dan Suwuk. Dengan semakin berkembangnya kawasan wisata pantai, pemukiman serta kemungkinan kawasan industri di bagian Selatan Kebumen, maka antisipasi terhadap gempa bumi dan tsunami perlu disadarkan pada seluruh komponen masyarakat. Jalur evakuasi tsunami dilengkapi dengan sirine pada beberapa titik telah dibuat. Namun edukasi terhadap masyarakat nampaknya perlu diperluas tidak hanya pada pelajar, namun juga masyarakat umum yang dilakukan secara menerus. “Pada obyek wisata yang berada di bagian Selatan seperti Suwuk, Karangbolong, Pasir, Menganti, Surumanis, Logending aspek geowisata perlu dikembangkan. Selain itu disisipkan tentang mitigasi bencana pada wisatawan. Jalur-jalur evakuasi, papan edukasi pada lokasi wisata tersebut juga mesti dibuat. Di samping itu kemungkinan terjadinya likuifaksi juga perlu dikaji dan diantisipasi dalam perencaan infra struktur dan bangunan yang ada,” ujarnya. (mam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: