Wajah Sesal di Balik Topeng Spider-Man
Matanya berkaca-kaca saat Tri Rismaharini mendekati dan memandanginya di ruang penyidik mapolrestabes kemarin (12/5). Di balik topeng Spider-Man yang digunakan untuk menutupi identitasnya, tersirat penyesalan dan kesedihan yang mendalam. "Kamu tahu dari mana kayak begini? Warnet? Warnet mana?" tanya Risma –sapaan Tri Rismaharini– kepadanya.
Bibirnya gemetar. Air matanya langsung tumpah saat akan menjawab pertanyaan sang wali kota Surabaya itu. "Warnet dekat rumah, Bu," katanya lirih. Air matanya terus tumpah. Tak berani melihat mata Risma dan sorotan kamera awak media di hadapannya.
Dia adalah MI, salah satu tersangka kasus pencabulan yang dilakukan terhadap korban bernama Bunga (nama samaran). Di antara delapan pelaku, usianya paling buncit, yakni sembilan tahun. MI juga masih duduk di bangku kelas III sekolah dasar (SD).
MI bisa jadi adalah salah satu korban kemajuan teknologi yang salah kaprah. Banyaknya warnet yang membiarkan pelanggan anak-anak leluasa mengakses konten yang tak sesuai dengan usianya menjadikan MI dewasa sebelum waktunya. Dengan uang saku yang dikumpulkannya, beberapa kali dalam seminggu dia pergi ke warnet untuk menonton video porno.
Ajakan tujuh tersangka lain yang lebih tua membuat MI makin terjerumus ke dalam dunia yang tidak dimengertinya, yakni mencabuli Bunga. Sejak April lalu aksi bejat itu secara rutin dilakukan MI bersama kawan-kawan lingkungannya.
MI yang kemarin diamankan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya menyatakan tidak pernah bersetubuh dengan korban. MI yang terlihat masih mengenakan seragam SD saat diamankan di Mapolrestabes Surabaya mengaku hanya memainkan payudara Bunga. "Saya cuma suka nenen (payudara), cuma atasnya," katanya kepada para penyidik.
Dengan bahasa polos, MI secara jujur mengaku penasaran dengan "rasa" payudara. Maklum, sejak kecil dia tidak pernah diberi ASI. Sebab, ibunya terpaksa pergi ke Kalimantan untuk bekerja. Otomatis MI sejak bayi hingga kini tidak pernah merasakan sentuhan kasih sayang ibu dari ASI. Hal itu juga ditambah pengaruh buruk video porno yang dia tonton. Alhasil, ajakan tujuh kawannya langsung diterimanya lantaran didasari keinginan mencoba hal yang sama seperti dalam video porno.
Kasubbaghumas Polrestabes Surabaya Kompol Lily Djafar mengatakan, tersangka MI memang tidak bisa dikenai tindak pidana. Sebab, menurut undang-undang, mereka yang masih berusia kurang dari 12 tahun tidak bisa dikenai ketetapan hukum. Karena itu, selama proses penyelidikan, pihaknya terus berkoordinasi dengan pengadilan agar MI bisa ditindak sesuai dengan peradilan anak yang berlaku.
"Nanti keputusannya bisa dikembalikan ke orang tua atau dibina di lembaga negara," ujar Lily.
Lingkungan Cuek
Lain cerita MI, lain pula kisah sang korban Bunga (nama samaran). Lemahnya pengawasan orang tua dan buruknya kualitas hidup lingkungan tempat tinggal membuat Bunga betul-betul terperosok sehingga mengalami kerusakan fisik dan psikologis akut. Tak seperti korban pemerkosaan pada umumnya, Bunga tak risau, bahkan sesekali malah meminta pelaku untuk melakukan aksinya.
Kepada Jawa Pos, Bunga menceritakan, saat meminta jatah, AS tidak pernah mengutarakan secara langsung. Biasanya dia akan menyelipkan jempolnya di antara jari telunjuk dan jari tengah.
Setelah itu, AS biasanya langsung mengajak Bunga masuk ke balai RW di kawasan Kalibokor Kencana. AS juga memanggil teman-temannya agar ikut mencabuli Bunga. Selama perbuatan itu terjadi, tidak ada warga yang sekitar yang mengetahuinya. "Memang tempatnya sepi," imbuhnya.
Selain di balai RW, para pelaku mencabuli korban di halte komuter Ngagel. Lokasi itu dipilih karena dekat dengan sekolah para pelaku. Halte komuter tersebut memiliki basement. Nah, biasanya mereka melakukannya di undakan tangga, tidak sampai ke basement. Sebab, basement yang menghubungkan sisi barat dan timur itu selalu digenangi air.
Di undakan tangga tersebut biasanya Bunga melayani hasrat para pelaku. "Tidak sampai tidur. Cuma duduk, terus celana dipelorot," ungkapnya. Berdasar penuturannya, tetap ada petugas loket yang berjaga di halte komuter itu. Namun, petugas tersebut cuek alias tidak memedulikan mereka. Akibatnya, para bocah di bawah umur tersebut leluasa melakukan perbuatan asusila itu.
Bunga pun mengaku kecanduan pil dobel L. Kondisi tersebut tidak jarang dimanfaatkan AS cs. Biasanya, untuk merayu Bunga, AS membelikan pil dobel L.
Tingkat kecanduan Bunga terhadap dobel L bisa dibilang akut. Jika tidak mengonsumsinya, dia mengaku bisa pusing dan sesak napas. Dia bisa menenggak pil warna putih itu selama lima hari dalam seminggu.
Kalaupun tidak diberi AS, Bunga mengaku biasa membeli sendiri. Harganya Rp 10 ribu. Untuk memperoleh uang itu, Bunga biasa mengemis di kompleks Makam Ngagel. "Hasilnya saya buat beli satu tik (sachet, Red) dobel L," ungkapnya. Satu tik berisi sepuluh butir dobel L.
Bunga bisa menghabiskannya sekali minum. Bunga mengaku membeli dobel L itu via online. Dia mengatakan, awalnya ada seseorang yang mengirim pesan inbox Facebook. Orang tersebut lalu menawarkan dobel L. Bunga pun coba-coba hingga akhirnya kecanduan.
Sementara itu, kemarin petang, polisi juga memeriksa para orang tua pelaku. Hal tersebut dilakukan agar mereka bisa memberikan pengawasan dan bimbingan kepada anak-anaknya. Semua orang tua pelaku tidak pernah menyangka bahwa anak-anaknya terlibat kasus pencabulan.
Kanit PPA Polrestabes Surabaya AKP Ruth Yeni mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bappemas Kota Surabaya. Para pelaku akan dititipkan ke tiga tempat, yakni di Keputih, Sambikerep, dan Rungkut. Delapan pelaku akan dipisah. "Kami bagi sesuai dengan tingkat kenakalan pelaku," imbuh Ruth. Artinya, delapan pelaku itu akan mendapat penanganan yang berbeda. Mereka akan didampingi dan diawasi psikolog.
Selain itu, polisi meminta para keluarga pelaku tidak perlu banyak bicara di lingkungan tempat tinggalnya. Para pelaku tersebut memang tinggal sekampung dengan korban. Polisi meminta keluarga pelaku tidak mengintimidasi keluarga korban.
Korps seragam cokelat juga meminta para orang tua tetap memberikan perhatian dan support kepada anak-anaknya meski saat ini tersandung masalah hukum. Selanjutnya, mereka wajib menaati proses hukum. "Sementara tidak akan kami tahan. Tapi, harus tetap wajib lapor mulai minggu depan," tegas polisi asal Banyuwangi tersebut. (rid//did/c9/c10/kim)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

