Sejarah Jenang di Desa Kaliputu, Kudus
Sejarah jenang di Desa Kaliputu berawal dari sabda Mbah Saridin yang memberikan jenang gamping kepada cucuk Mbah Soponyono, leluhur Desa Kaliputu. Dalam sabdanya, Mbah Saridin menyatakan bahwa kelak warga Kaliputu akan hidup dari jenang. Ramalan ini menjadi kenyataan, dan hingga kini mayoritas penduduk Desa Kaliputu menjadi pengusaha jenang.
Legenda ini juga mencakup cerita mengenai cucu dari Mbah Soponyono yang, setelah mengalami kejadian tragis hanyut di sungai dan meninggal, diberikan jenang gamping oleh Saridin yang menghidupkannya kembali.
BACA JUGA:Tradisi Sungkeman, Bagian Budaya Indonesia Yang Berasal Dari Surakarta
BACA JUGA:Mengintip Tradisi Bakar Batu, Cara Memasak Unik di Papua yang Sarat Toleransi
Sabda yang diberikan oleh Mbah Saridin, bahwa kelak warga Kaliputu akan hidup dari jenang, telah menjadi prediksi yang terbukti benar. Keterlibatan masyarakat dalam usaha jenang telah memperkuat warisan budaya dan ekonomi lokal, menjadikan jenang sebagai simbol identitas yang tak terpisahkan dari Desa Kaliputu.
Cerita dan sabda Mbah Saridin menjadi tonggak penting dalam melestarikan tradisi jenang di Desa Kaliputu. Dengan tetap memelihara kisah ini, masyarakat turut menjaga keberlangsungan budaya dan ekonomi yang berkembang di sekitar jenang, menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Tujuan Tradisi Tebokan Jenang di Kudus
Tradisi Tebokan merupakan salah satu ritual yang dijalankan oleh masyarakat Desa Kaliputu, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sebagai bagian dari peringatan Tahun Baru Islam. Kata "tebokan" berasal dari istilah "tebok" dalam bahasa Jawa yang merujuk pada nampan anyaman bambu tempat meletakkan jenang.
Dalam tradisi Tebokan, warga Desa Kaliputu berkumpul untuk menampilkan kreativitas mereka dalam menghias dan membentuk jenang menjadi gunungan, jajan pasar, serta representasi hasil bumi lainnya. Proses ini menjadi sebuah ekspresi budaya yang menggambarkan kepiawaian warga dalam menciptakan karya seni dari jenang.
BACA JUGA:Serba-Serbi Tradisi Sekaten, Perayaan Budaya dan Agama Masyrakat Solo!
BACA JUGA:Festival Rewanda Bojana Digelar di Desa Cikakak, Banyumas, Tradisi Memberi Makan Kera Ekor Panjang
Setelah jenang-jenang dihias dan diletakkan di atas tebokan, masyarakat dari berbagai kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua, berkumpul untuk mengarak jenang-jenang tersebut sepanjang jalan. Acara kirab juga dimeriahkan oleh seni barong dan grup rebana, menambah semarak perayaan yang sarat makna ini.
Tradisi Tebokan bukan hanya sekadar sebuah perayaan, melainkan juga sebuah simbol pengungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan masyarakat dalam usaha jenang. Peringatan Tahun Baru Islam menjadi momentum tepat untuk menyelenggarakan acara ini, menegaskan pentingnya bersyukur atas berkah yang diterima.
Tradisi Tebokan merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Desa Kaliputu. Melalui perayaan ini, warisan budaya khas Kudus dipertahankan, dan nilai-nilai kebersamaan, kreativitas, serta rasa syukur terhadap hasil usaha lokal dihargai dan diteruskan ke generasi selanjutnya. (wan)