Namun sayangnya Sadio Mane sempat mendapatkan penolakan dari keluarga yang tidak mencintai sepak bola. Mereka justru menyarankan kepada Mane untuk fokus beribadah mengingat ayahnya adalah seorang Imam Masjid.
Ayah Mane meninggal saat dirinya berusia 11 tahun karena menderita suatu penyakit. Tidak tertangani dokter sebab jarak dari rumah ke RS jauh.
Uniknya selepas ajang akbar tersebut, Mane mengadakan kompetisi bola kecil-kecilan di Desanya. Saat pertandingan berlangsung, semua masyarakat mengatakan bahwa Sadio merupakan pesepak bola terbaik di desanya padahal tidak ada keturunan pesepak bola.
Modal untuk menjadi pesepak bola secara mental kembali bertambah karena sanjungan tersebut. Paman Mane pun pada akhirnya luluh gara-gara melihat tekadnya dan mengizinkan Mane menimba ilmu di kota Dakar.
Hal mengharukan yang selanjutnya terjadi adalah para keluarga dan tetangganya tidak hanya mendukung dari segi ucapan, namun juga turut membiayai Mane. Pesimis berubah menjadi harapan agar Sadio dapat jadi pesepak bola dunia.
BACA JUGA:Perseka Karangjambe Juara Satu Turnamen Sepak Bola Macan Cup 2022
BACA JUGA:AKP H Sutarno Cinta Sepak Bola
Kemudian ia datang ke klub terkenal di kota Dakar bernama Generasion Foot. Penampilannya yang apa adanya membuat dirinya diremehkan oleh para anggota di klub tersebut.
Namun semua berdecak kagum kala Mane membersamai selama dua musim dengan torehan 90 gol hanya dalam 131 laga. Catatan gilanya itu membuat pemandu bakat asal Prancis memboyongnya pada 2011 ke Prancis untuk dimasukan ke FC Metz.
Kariernya dimulai saat umur 19 tahun bersama FC Metz sebagai lini serangnya. Dua musim berselang, ia dilirik oleh Tim Austria, RB Salzburg yang kala itu diDirtekki Ralf Rangnick.
Membersamai Salzburg, Mane bermain selama dua musim dengan torehan memukau yaitu 45 gol dan 32 assist dalam 87 pertandingan. Performanya yang hebat itu membuatnya jadi rebutan klub di musim 2014.
Bahkan Juergen Klopp sempat berkeinginan merekrutnya kala jadi juru taktik Borussia Dortmund 2014. Saat itu ia mencari pengganti sosok Lewandowski dan Goetze yang hengkang ke Munchen.
Namun pada akhirnya ia berlabuh di Liga Inggris, Southampton. Dua musim bersamanya Mane semakin matang dan tajam.
Bahkan ia pernah menorehkan hattrick tercepat Liga Inggris dengan waktu 176 detik kontra Aston Villa. Karier puncaknya saat ia membersamai The reds karena mampu mempersembahkan trofi Liga Inggris.
Bersamanya ia mencatatkan 120 gol, 48 assist, dalam 269 penampilan di semua ajang. Paketan lini serangnya bersama Roberto Firmino dan Mohamed salah membuatnya jadi trisula ikonik yang ditakuti oleh klub-klub Eropa.
Penghargaan individu berhasil ia torehkan yaitu African Football Player of the year 2019. Penghargaan tersebut diraih usai menjuarai Liga Champions bersama Liverpool.