Cepetan, Kesenian Tradisional yang Mulai Langka, Dihelat pada Hajatan Khitanan

Selasa 04-07-2023,11:42 WIB
Reporter : Fijri Rahmawati
Editor : Laily Media Yuliana

Salah satu cepet di bawah naungan Khajuli pernah terbakar sekira tahun 2000. Sejak itulah, cepet ganti kostum, tak lagi menggunakan dedaunan kering. Di tengah modernisasi zaman, kakek 73 tahun itu berupaya agar kesenian tradisional cepetan terus eksis.

FIJRI RAHMAWATI, BANYUMAS

Huruf e pada kata cepetan dibaca seperti ketika mengucapkan pada hewan bebek. Biasanya, Cepetan dihelat pada hajatan khitanan dengan khataman kitab suci Al-Qur'an.

Khajuli, pimpinan grup kesenian tradisional Cepetan menceritakan filosofi dari cepetan bahwa seorang anak yang disunat menjadi suci. Kotoran pada anak dibawa oleh cepet.

"Yang menyebabkan tidak suci itulah namanya cepet. Sehingga, ketika khitanan menanggap Cepetan," terang bapak empat anak itu.

BACA JUGA:Pemanfaatan Bubur Sampah di TPST Sumpuih Belum Maksimal

Mulanya, kostum cepet memakai bermacam daun kering. Seperti klaras atau daun pisang kering, kleang yaitu daun nangka kering, dan lainnya.

Grup Trimaluthung Al-Barokah yang digawangi Khajuli pada suatu kesempatan mengisi hajatan pernah mengalami insiden tak terduga.

"Cepet memakai klaras, kleang, dibledug, ada yang menyulut dengan api dan seketika membakar daun-daun kering," kenang warga Desa Watuagung Kecamatan Tambak itu.

BACA JUGA:21 SD di Kabupaten Banyumas Dapat Bantuan Peralatan TIK Senilai Rp 125 Juta

Pria kelahiran 1950 itu masih ingat betul, tim kompak langsung bergegas mematikan api. Sehingga, si jago merah tidak sampai mengamuk dan anggota dapat diselamatkan.

Dari pengalaman tak menyenangkan itu, Khajuli merubah kostum dari daun kering menjadi kain robek-robek untuk bagian atas. Sedangkan bawahan menggunakan tali rafia. Pada kepala ditutup topeng aneka rupa.

Kakek tiga cucu itu mulai menekuni kesenian tradisional cepetan pada 1996 silam. Dalam satu grup terdapat lebih dari 50 anggota. Kawan seperjuangan telah banyak yang meninggal dunia.

Di tengah gempuran modernisasi zaman, warga RT 1 RW 2 itu berusaha keras untuk menjaga eksistensi kesenian tradisional cepetan.

BACA JUGA:Pendaftaran Siswa Baru MTs Negeri di Purwokerto Diperpanjang

Kategori :