Biaya listrik tentu sudah masuk pos pengeluaran bulanan. Jumlahnya, pada umumnya, bisa diperkirakan. Kalaupun naik, tidak akan jauh dari anggaran. Karena itu, siapa yang tidak kaget setengah mati atau penyakit jantungnya kambuh ketika mengetahui tagihan listriknya mencapai USD 284,46 miliar. Atau jika dirupiahkan sekitar Rp 3,856 triliun.
Itulah tagihan listrik November lalu yang dibebankan kepada Mary Horomanski dari Panelec, perusahaan penyedia tenaga listrik di kawasan tempat tinggalnya di Pennsylvania. ’’Kalau nggak salah, angka ini lebih tinggi dari utang Amerika Serikat,’’ curhat Horomanski di Facebook pekan lalu.
Menurut Horomanski, kedua bola matanya seolah meloncat saking kagetnya. ’’Jika tagihannya setinggi ini, bisa-bisa baru lunas seabad lagi,’’ tambah Horomanski sebagaimana dikutip UPI. Itu juga kalau umurnya bisa bertahan seabad. Itu juga kalau dalam kurun waktu tersebut dia bisa rutin melunasi.
Beruntung, Panelec segera meluruskan kesalahan tersebut. Mark Durbin, juru bicara perusahaan itu, menjelaskan bahwa tagihan setinggi langit lapis ketujuh tersebut amat mungkin disebabkan kesalahan menempatkan koma.
’’Kami tidak pernah merilis tagihan sampai miliaran dolar. Kami berterima kasih karena pelanggan tersebut segera menghubungi kami,’’ papar Durbin sebagaimana dikutip UPI News. Dia menambahkan, masalah tersebut sudah ditangani petugas.
Horomanski menjelaskan, dirinya dan keluarga sempat shock gara-gara memikirkan tagihan selangit itu. Apalagi, kenaikan drastisnya terjadi menjelang Desember. ’’Kami khawatir banget biaya listrik lebih membengkak karena sebulan ini kami memasang lampu buat hiasan Natal,’’ ucapnya.
Untung, tagihan tersebut hanya gara-gara salah cetak. Kalau beneran, tentu miris sekali. Tahun baru, utang baru. (fam/c15/ttg)