Regu Tembak Bersiap Sebelum Puasa

Sabtu 30-04-2016,11:18 WIB

Mary Jane Tak Masuk Daftar Eksekusi Mati Napi Narkoba JAKARTA - Drama eksekusi mati tahap tiga terpidana kasus narkotika kian dekat. Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tengah mempersiapkan eksekusi mati tersebut. Yang pasti, pulau penjara Nusakambangan akan kembali menjadi saksi bisu pelaksanaan hukuman yang paling mengerikan itu. [caption id="attachment_104220" align="aligncenter" width="960"] Terpidana mati kasus narkoba asal Filipina, Mary Jane (kiri), berpelukan dengan anggota Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) di aula Lapas Kelas IIA Wirogunan, Jogjakarta, kemarin (29/4). Kemarin merupakan satu tahun ditundanya eksekusi mati terhadap Mary Jane. Mengenang peristiwa tersebut dirinya sempat menangis dan bersyukur. foto : Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja[/caption] Sebenarnya, kabar adanya rencana eksekusi mati tahap tiga sudah beredar beberapa minggu yang lalu. Namun, Jaksa Agung H M. Prasetyo berulang kali menampik kebenaran kabar tersebut. Prasetyo kerap menyebut eksekusi mati belum direncanakan. Namun, kemarin (29/4) Prasetyo berubah sikap secara drastis. Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) tersebut menegaskan bahwa eksekusi mati terpidana kasus narkotika sedang dipersiapkan. ”Berbagai koordinasi dengan sejumlah kementerian dan kepolisian juga telah dilakukan,” paparnya. Kapan waktu eksekusi mati itu, dia masih bungkam. Begitu juga dengan identitas terpidana mati yang harus merasakan peluru timah Jaksa Eksekutor, masih rahasia. ”Waktunya belum ditentukan ya, soal siapa nantilah,” jelasnya ditemui di depan kantor Jampidum. Yang pasti, eksekusi mati itu akan dijalankan untuk terpidana mati yang proses hukumnya telah selesai. Dari banding hingga ke peninjauan kembali (PK). ”Kriterianya, semua terpidana mati yang proses hukumnya sudah inkrah, selesai PK,” papar mantan anggota DPR fraksi partai Nasional Demokrat (Nasdem) tersebut. Prasetyo menjelaskan, selama ini banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Kejagung tidak segera melanjutkan eksekusi mati. Untuk semua yang mempertanyakan itu, Kejagung harus menyelesaikan berbagai prosedur. ”Kejagung tidak ingin asal dalam melakukan eksekusi mati. Sebab, semua hak hukum terpidana mati, seharusnya ditempuh terlebih dahulu. Jangan sampai, ada masalah yang muncul belakangan karena eksekusi mati. Kita yang salah kalau asal tembak,” ujar mantan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi. Apakah Freddy Budiman memenuhi kriteria tersebut? Dia menuturkan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan Freddy dan hasilnya, ternyata dia ingin mengajukan PK. ”Kalau ingin mengajukan PK, tentu belum bisa masuk daftar eksekusi,” paparnya. Begitu juga dengan terpidana mati yang selamat dari eksekusi beberapa menit sebelum eksekusi tahap dua dilaksanakan, Mary Jane. Hingga saat ini proses hukum yang ada di Filipina belum kunjung selesai. ”Kami menghormati proses hukum di Filipina. Karena itu harus ditunggu,” terangnya. Informasi dari internal Kejagung menyebut bahwa eksekusi kemungkinan besar akan digelar awal Mei, sebelum bulan puasa. Terpidana mati yang akan dieksekusi sebagian besar adalah warga negara asing (WNA). Sama seperti eksekusi mati tahap satu dan dua. Saat dikonfirmasi soal kabar itu, Prasetyo justru mempertanyakan siapa yang melontarkan informasi itu. Dia menegaskan, semua informasi soal eksekusi mati nanti akan diumumkan secara langsung oleh Jaksa Agung. ”Nanti Jaksa Agung yang akan pastikan, wah itu tidak benar,” paparnya. Sementara Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono mengatakan, pihaknya telah siap untuk bekerjasama dengan Kejagung dalam agenda eksekusi mati. Yang pasti, personil untuk mengeksekusi terpidana mati sudah siap. ”Berapapun jumlah yang diperlukan kami siap, biasanya satu terpidana mati itu satu regu tembak. Kami tinggal menunggu jaksa eksekutor saja,” ujarnya. Soal kapan eksekusi mati itu dilakukan? Dia menuturkan bahwa semua itu hanya tinggal menunggu waktunya. Bahkan, kemungkinan besar Kapolda Jawa Tengah sebelumnya, telah berkoordinasi dengan Kejagung soal eksekusi. ”Mungkin sudah koordinasi, saya tinggal melanjutkannya saja,” paparnya. Selain regu tembak, Polda Jawa Tengah juga telah mempersiapkan tim dokter yang akan memeriksa kesehatan terpidana mati sebelum eksekusi dan memastikan kematian terpidana mati. ”Kami juga kooordinasikan dengan tim dokter dari Kepolisian,” ungkapnya. Sebelumnya, diketahui Kapolda Jawa Tengah secara mendadak mengunjungi Nusakambangan. Kemungkinan besar kunjungan itu dikarenakan waktu eksekusi mati kian dekat. Yang lebih menguatkan, Condro juga melihat lokasi lapangan tembak Limus Buntu yang sudah beberapa kali menjadi lokasi eksekusi terpidana kasus narkotika. Sementara itu, peneliti dari institut of criminal justice reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan harusnya sebelumnya melakukan eksekusi mati tahap III, pemerintah membuat evaluasi dari pelaksanaan tahap I dan II. Sebab selama ini pelaksanaan eksekusi menimbulkan pro dan kontra. Bukan hanya dari dalam negeri melainkan dari dunia internasional. Selama ini pemerintah menganggap hukuman mati bagian dari efek jera untuk pelaku kejahatan. Dalam beberapa kasus kebanyakan kasus narkoba. ''Pertanyaannya kalau alasannya sebagai efek jera, tolong dipertangungjawabkan dulu hasil eksekusi I dan II kemarin,'' katanya. Faktanya, rentetan eksekusi mati justru tak membuat penyalagunaan narkoba di Indonesia turun. ''Laporan BNN kan seperti itu, peredaran narkoba semakin naik,'' imbuh Erasmus. Mengapa perlu dipertanggungjawabkan, karena selain menimbulkan polemik, eksekusi mati juga memerlukan anggaran yang besar. Yang kedua, Erasmus juga meminta pemerintah menyelesaikan dulu persoalan fair trial, baru melanjutkan rencana eksekusi mati. Salah satu yang dimaksud Erasmus ialah kasus hukuman mati terhadap Yusman. Saat dijatuhi hukuman mati ternyata Yusman masih masuk kategori anak-anak. ''Sampai sekarang pemerintah tidak jelas sikapnya terhadap masalah itu,'' tegasnya. Yang ketiga, eksekusi rentan makin menimbulkan polemik karena saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas revisi KUHP. Di sana membuat perubahan aturan terkait hukuman pidana mati. Dalam pandangan Erasmus, pemerintah lebih bijak menunda dulu hingga proses pembahasan selesai. Sebab harus dipastikan bahwa orang yang dieksekusi itu apakah bakal mendapatkan keuntungan dari revisi KUHP atau atau tidak. Dia sependapat dengan pandangan beberapa pihak bahwa eksekusi ini tak lebih dari upaya Jaksa Agung menunjukan kinerjanya seiring bergulirnya isu reshuffle. "Harusnya saat ini Jaksa Agung harus dievaluasi, apakah tindakannya melakukan eksekusi mati tahap I dan II sudah tepat atau belum," jelasnya. Presiden Joko Widodo juga diharapkan tidak menilai pelaksanaan eksekusi mati tahap III ini sebagai bentuk prestasi Jaksa Agung. "Siapa sih yang tidak bisa menembak manusia tak berdaya?" terangnya. (idr/gun)

Tags :
Kategori :

Terkait