HANIF PANDU SETIAWAN/RADARMAS
DEKLARASI: Bupati Purbalingga Tiwi berfoto bersama Kompak Bangga, usai menandatangani deklarasi Petani Kopi Purbalingga, Sabtu (16/22).
PURBALINGGA - Merayakan hari jadi pertama, Komunitas Petani Kopi Purbalingga (Kompak Bangga) menggelar kegiatan bertajuk ‘Harmoni Keindahan dan Rasa’ pada 15-17 November di halaman Museum Prof Dr R Soegarda Poerbakawatja, Purbalingga, sebagai wujud rasa syukur mereka atas setahun perjalanan mereka.
Ketua Kompak Bangga, Arif Prasetyo mengatakan, selama satu tahun perjalanan Kompak Bangga, ada perkembangan yang menggembirakan dalam upaya meningkatkan kualitas produksi dan pemasaran kopi Purbalingga.
Sejumlah petani kopi Purbalingga pun telah mengikuti pelatihan pengolahan kopi di Wanawiyata Widyakarya Girisenang Bandung guna meningkatkan kualitas hasil produksi kopi, khususnya di dalam pasca panennya. Pemasaran kopi dalma bentuk greenbean atau biji mentah dikatakan Arif untuk saat ini bisa dibilang cukup menggembirakan.
“Dalam satu bulannya rata-rata bisa terpasarkan 5-6 ton kopi ke berbagai wilayah, termasuk Jakarta dan Bandung. Kami telah membuka akses pasar yang lebih luas yakni ke Pasar Klender Jakarta dan Pasar Kopi Jawa Barat Jawa Barat di Bandung,” tutur Arif didampingi pengurus Kompak Bangga lainnya, Riki.
Menurut Arif, kopi Purbalingga sudah bisa diterima pasar dengan harga 40 ribu hingga 50 ribu per kilogramnya. Harga ini berlaku untuk green bean jenis robusta. Kualitas kopi Purbalingga makin terangkat dengan disabetnya peringkat 7 dari 13 peserta di festival Kopi Jawa Tengah di Banjarnegara.
Riki menambahkan, sejumlah kopi Purbalingga telah teregistrasi dengan barcode di situs web icoffeex.id. “Dengan adanya barcode ini,pembeli akan tahu tentang , asal, nama petani dan identifikasi produk lainnya. Konsumen bisa memesan kopi secara langsung ke petani dengan situs tersebut,” imbuhnya.
Yosiano, penyuluh THL TBPP kecamatan karangjambu menambahkan, selain berupaya menjaga kualitas produksi, para petani kopi juga mulai mengembangkan populasi kopi arabika. “Harga jualnya lebih tinggi. Namun, membutuhkan lahan khusus minimal di ketinggian 900 mdpl,” imbuhnya.
Sementara Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi yang turut hadir pada Sabtu (16/11) mengungkapkan optimismenya akan kebangkitan kopi lokal Purbalingga.
“Sebelumnya, melihat animo masyarakat saat Festival Kopi kemarin membuktikan kecintaan mereka akan kopi. Pemkab melalui Dinas Pertanian pun akan memfasilitasi petani kopi di Purbalingga dari hulu ke hilir sehingga kesejahteraan petani kopi dapat meningkat sehingga kejayaan kopi Purbalingga dapat terwujud,” ujar Tiwi. (nif)