Rombak, Sistem Pengelolaan Lapas

Rombak, Sistem Pengelolaan Lapas

RAPAT KOMKISI - Komisi III menggelar rapat dengan Pimpinan KPK terkait OTT KPK di LP Sukamiskin. foto;Jawa Pos JAKARTA- OTT KPK di Sukamiskin memicu dorongan agar dilakukan perombakan besar-besaran terhadap sistem pengelolaan lapas. Saat ini, dinilai ada dualisme pengelolaan lapas antara Sekjend dan Dirjen Pas. Dalam rapat Komisi III dengan Pimpinan KPK kemarin (23/7), Anggota Komisi III Syarifudin Sudding mengusulkan dilakukan pengusutan lebih jauh. "Tidak berhenti di Kalapas saja," katanya. Menurut Sudding, sudah bukan rahasia lagi kalau fasiltias lapas selama ini diperjualibelikan. "Dan itu menurut saya juga sepengetahuan Kemenkumham," katanya. Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, KPK belum punya niatan untuk melakukan OTT ke lapas lainnya. "Satu saja cukup lah, kami yakin kalau di tempat lain (lapas lain,Red) kondisinya sama," katanya. Menurut Agus, persoalan lapas ini bukan lagi level perbuatan oknum, tapi sudah sistematik dan berlangsung lama di banyak tempat. Selain itu, pengelolaan lapas yang buruk tidak hanya merugikan negara dalam hal penindakan korupsi. Peredaran narkoba juga selama ini diketahui kerap dikendalikan dari lapas. "Ini kan bahaya sekali bagi negara kita," katanya. Agus bersyukur komisi II mendukung perbaikan menyeluruh dan mendasar dalam perbaikan sistem pengelolaan lapas. Transparansi harus diwujudkan, kode etik ditegakkan, dan persoalan teknis seperi kekurangan pegawai harus segera dipenuhi. Wakil ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, KPK telah melakukan kajian tentang lapas sejak 2008 dan menyerahkan rekomendasi ke Kemenkumham. Namun, sejak itu, rekomendasi belum dilaksanakan dengan baik. Diantara kelemahan pengelolaan lapas yang ditemukan oleh KPK adalah tidak ada kode etik bagi personil di lapas. Tidak adanya transparansi laporan tentang pemberian asimilasi, bebas bersyarat, atau cuti bersyarat bagi para narapidana. Pengawasan internal maupun eksternal di lapas, kata Laode, juga belum maksimal. Selain itu, fasilitas pengaduan masyarakat juga tidak tersedia dengan baik, rendahnya pemanfaatan teknologi (IT), dan jumlah petugas yang tidak memadai. "Terutama faktor overkapasitas yang sampai melebihi 150 persen," jelas Laode. Laode juga menyebut ada persoalan dualisme dalam pengelolaan lapas. Memang secara struktural, lapas berada di bawah perintah Dirjen Pemasyarakatan (Pas) Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami. Namun, di balik itu, Laode menyebut yang lebih berkuasa adalah Sekjend Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto. "Ada dualisme kepengurusan lapas. Bukan bu Dirjen, tapi Sekjen. Makanya Dirjen sebelumnya mengundurkan diri,” kata Laode. Laode pun berharap pada Komisi III, jika ada kesempatan rapat dengan Kemenkumham, agar persoalan ini dibahas. "Bu dirjen itu hanya ngomong soal tekhnikal saja. Kalau penempatan orang-orangnya diatur oleh Sekjendnya (Sekjend Kemenkumham,Red)," jelas Laode. Laode menyebut, Sekjend Kemenkumham ini adalah mantan deputi KPK. Lalu ia sempat terpilih sebagai Dirjen Pas. Saat ini, kekuasan Dirjen Pas sendiri sangat terbatas. "Saya rasa Menkumham sudah tahu hal ini, tinggal bagaimana dilakukan perbaikan saja," kata Lode. Laode menambahkan, saat ini KPK tengah menjalankan proses penyelidikan dan penyidikan terkait lapas Sukamiskin. Jika hasilnya sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka baru KPK bisa duduk bersama dengan Kemenkumhan tentang perbaikan sistem dan lain-lain. "Kalau sekarang, kami belum bisa berhubungan dengan Kemenkumham," jelasnya. (tau/rin/idr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: