Terduga Provokator Aktif Serukan Teror

Terduga Provokator Aktif Serukan Teror

TPM Sebut Akumulasi Kemarahan Napi SEKIRA pukul 09.00 kemarin (10/5), beberapa polisi tampak memasang garis polisi di sekitar kamar jenazah RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Lokasi di sekitar kamar jenazah, yang terdapat masjid dan ruang VIP disterilkan. Beberapa orang yang ada di situ diminta minggir. Pukul 09.30, dua mobil ambulans warna hijau tua tiba di RS Polri . Dari ambulans kedua, diturunkan seorang pria dengan kursi roda. Wajahnya ditutup masker, badannya ditutup selimut, kakinya tampak diikat dengan tali. Pria di kursi roda itu didorong petugas. Di belakangnya tampak dua polisi bersenjata laras panjang mengawal. Kepala Forensik RS Polri Kramajati Kombes Pol Edi Purnomo akhirnya membuka identitas pria yang didorong di kursi roda tersebut. Edi membenarkan jika pria tersebut adalah Wawan Kurniawan alias Abu Afif. "Iya, masih diobservasi," ujarnya saat dihubungi melalui pesan WhatsApp kemarin. Wawan Kurniawan alias Abu Afif Abu Afif memang sempat masuk ke IGD RS Polri. Hanya sekitar 30 menit dia diperiksa di IGD. Selanjutnya, Abu Afif dirawat di kamar VIP RS Polri. 'Luka di bahu kiri," ujar Edi. Namun Edi enggan menjelaskan lebih lanjut penyebab luka yang diderita Abu Afif. Abu Afif diduga sebagai pemicu dan provokator kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, pada Selasa lalu (8/5). Pemicunya adalah makanan yang dikirim oleh keluarganya tak kunjung diberikan petugas. Dia lalu memprovokasi napi lainnya untuk berontak, menjebol terali besi, dan menyerang petugas. Wawan ditahan di Mako Brimob lantaran terlibat kasus terorisme. Dia ditangkap Densus 88 pada 24 Oktober 2017 dalam operasi serentak di empat lokasi. Pada hari itu, Densus 88 menangkap lima orang di Riau. Salah satunya Wawan yang ditangkap di Pandau Permai, Pekanbaru. Dengan nama alias Abu Afif, dia merupakan pemimpin Amir Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Pekanbaru, Riau. Wawan ditangkap karena memimpin baiat pada idad atau penyiapan kekuatan di Bukit Gema, Kabupaten Kampar, Riau. Dia juga disebut mengetahui adanya pelatihan menembak dan membuat bom yang dilakukan di Jambi. Tak hanya itu, Wawan juga disebut aktif mendorong anggota JAD Pekanbaru untuk melakukan teror dengan menyasar polisi dan kantor polisi di Riau. Salah satu rekan Wawan yang hari itu juga ditangkap Densus 88 adalah Beny Syamsu alias Abu Ibrahim. Dia merupakan salah satu peserta pelatihan menembak dan merakit bom di Jambi. Dia juga terlibat dalam perencanaan aksi teror dengan menarget tiga kantor polisi di Pekanbaru. Beny inilah satu-satunya napi yang tewas dalam kerusuhan di rutan Mako Brimob. Kemarahan Napi Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan menilai kerusuhan yang terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua selasa malam (8/5) adalah akumulasi kemarahan para napi. Selama ini, menurut Michdan, banyak perlakuan petugas yang dianggap tidak manusiawi. Terkait insiden makanan, menurut Michdan memang sudah tradisi setiap menjelang bulan Ramadan, keluarga para napi membawakan makanan dari rumah. Makanan ini amat dinantikan oleh para napi. Pasalnya, makanan yang diberikan oleh pihak rutan, menurut Michdan sangat kurang. Baik dari nilai nutrisi maupun porsi. "Biasanya setiap Ramadan, mereka boleh bawa makanan, sekarang tidak boleh, harus diperiksa segala macam, mungkin sudah SOP-nya," kata Michdan di Jakarta kemarin (10/5). Menurut Michdan, hampir separo keluarga para napi biasanya berkunjung sebelum Ramadan. Dia mengaku terakhir kali melakukan kontak dengan salah seorang klien-nya di dalam rutan pada selasa malam (8/5) malam sekitar pukul 20.30 WIB. Si klien yang tak disebut namanya oleh Michdan ini mengabarkan dari dalam penjara melalui telepon. "Katanya ia dengar suara tembakan, pak ada korban," tutur Michdan. Meski demikian, Michdan menyebut makanan bukan faktor satu-satunya. Banyak perlakukan petugas yang tidak disukai para napi. Mulai dari proses penangkapan, penahanan, sampai pengadilan. "Mestinya tangkap saja baik-baik," kata Michdan Belum lagi perlakuan yang diterima oleh keluarga napi. Misalnya untuk menjenguk, istri para napi tersebut harus membuka baju terlebih dahulu sebagai bagian dari proses pemeriksaan. Meskipun yang melakukan proses ini sesama wanita (polwan). Hal ini tetap saja menimbulkan kemarahan saat sang istri bercerita pada suaminya. "Secara Islam, itu sangat melanggar privasi," kata Michdan. Selain itu, Michdan menyebut, banyak dari napi yang statusnya masih dalam proses penuntutan perkara, namun mereka tidak mendapatkan haknya untuk didampingi tim kuasa hukum secara memadai. (lyn/tau/dis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: