Cerita Orang Tua: Kenyataannya Siswa Terlalu Banyak Ngegame Daripada "Sinau"

Cerita Orang Tua: Kenyataannya Siswa Terlalu Banyak Ngegame Daripada

Ilustrasi siswa belajar. Foto Dimas Prabowo Selain permasalahan teknis, pembelajaran daring nyatanya menimbulkan masalah baru bagi orang tua. Bukan persoalan biaya pendidikan membengkak, yang dikeluhkan justru saat di rumah siswa terlalu banyak ngegame daripada "sinau". Belum lagi borosnya kuota internet yang harus dikeluarkan. https://radarbanyumas.co.id/realita-pendidikan-pandemi-orang-tua-merangkap-guru-pembelajaran-prematur-guru-banyak-siswa-numpuk-tugas/ Ortu siswa, Fitri mengungkapkan keluhannya selama PJJ, anaknya terlalu banyak main hingga kurang perhatian dengan pelajarannya. Berbeda jika belajar di sekolah terpantau oleh gurunya. Anak banyak waktu memegang HP tetapi dipakainya banyak untuk ngegame. Dari keterangan anaknya, dari awal PJJ sampai saat ini belum pernah menerima bantuan kuota internet dari pemerintah. "Kuota internet sebenarnya agak terkendala. Tetapi untuk pendidikan anak selalu saya upayakan," tegasnya. Harapan dia, PTM secepatnya dimulai kembali. Sejujurnya jika PJJ terus menerus dijalankan dirinya kurang setuju. Tidak ada ketakutan darinya anak akan membawa virus Covid-19 ke rumah selama disiplin cuci tangan dan memakai masker. Terkait seragam, meski terkendala biaya untuk biaya seragam harus diutamakan. Persoalan belum meratanya bantuan kuota internet bagi siswa juga dirasakan Kasno. Wali murid yang kesehariannya berprofesi sebagai petani. "Dari awal pandemi sampai saat ini belum pernah anaknya menerima bantuan kuota internet dari pemerintah," ujarnya. Selama PJJ anaknya sering pergi ke rumah temannya dengan dalih untuk belajar. Sewaktu jam makan siang anaknya pulang lalu pergi lagi. Untuk mengontrol pergerakan anaknya diakuinya gampang-gampang susah. "Masih suka anak belajar ke sekolah. Kalau tidak, entah bagaimana nilainya orangtua tidak tahu," katanya. Tak Puas Sistem PJJ Sri Suyanti, wali murid dari siswa kelas IX mengaku "manut" aturan pembelajaran apapun dari sekolah. Masing-masing sekolah tentu sudah memiliki aturan sendiri. Hanya sebagai orangtua rasanya kurang puas melihat bagaimana penilaian bapak dan ibu guru ketika menghadapi siswa yang hanya belajar melalui online. "Mengerjakan tugas lalu disetor. Dari tugas itu saja yang dinilai saya seperti merasa kurang gimana begitu. Kan seharusnya dilihat setiap hari," katanya. Sri menjelaskan seharusnya dalam pembelajaran juga dinilai sikap dan perilaku siswa. Jika belajar online terus dari rumah terkadang anak ketika menemui kesulitan justru bertanya kepada orangtua. Padahal setiap tahun kurikulum yang dipakai bisa berbeda. "Ya bagaimana. Tidak pernah tatap muka tahu-tahu terima rapot mau lulusan. Kita ikut aturan pemerintah sajalah," ungkap dia. Sejujurnya dengan PJJ terkadang ketika anak bertanya sementara dirinya tidak mengetahui jawabannya, anak kerap diarahkan untuk mencari jawabannya di Google atau mesin pencari lainnya. "Anak saya setiap hari selalu mengerjakan tugas. Meski saya sedang mengerjakan pekerjaan yang lainnya anak selalu saya pantau. Yang dilihat di handphonenya pelajaran atau bukan," pungkas warga Wlahar Wetan tersebut. (yda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: