Kisah Pelajar di Daerah Blank Spot, Mendaki Bukit Demi Belajar Daring: Berburu Sinyal Internet, Waswas Seranga

Kisah Pelajar di Daerah Blank Spot, Mendaki Bukit Demi Belajar Daring: Berburu Sinyal Internet, Waswas Seranga

Anak-anak mengerjakan tugas di sebuah bukit di Desa Tlogoharjo, Kecamatan Giritontro, Wonogiri demi mendapatkan sinyal internet, kemarin (26/7). (ISTIMEWA) Anak-anak mengerjakan tugas di sebuah bukit di Desa Tlogoharjo, Kecamatan Giritontro, Wonogiri demi mendapatkan sinyal internet, kemarin (26/7). (ISTIMEWA) WONOGIRI - Tidak semua pelajar bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online dengan mudah. Agar tak tertinggal pelajaran dan tetap bisa mengerjakan tugas dari guru, pelajar di Wonogiri selatan ini harus bersusah payah naik bukti. Kisah penuh perjuangan ini dilakoni anak-anak Desa Tlogoharjo, Kecamatan Giritontro, Wonogiri. Demi bisa mengenyam pendidikan yang saat ini dilakukan dengan sistem jarak jauh, mereka harus menaiki sebuah Bukit Jambul di desa mereka. Tentunya mereka memiliki alasan menaiki bukit itu. Mereka mencari sinyal internet guna mengerjakan tugas dan mengikuti pembelajaran lewat video dari guru. Alfitra Novayanti salah satunya. Dia mengaku, sinyal internet tidak terjangkau di rumahnya. Dengan keterbatasan sinyal internet, anak-anak Desa Tlogoharjo, Kecamatan Giritontro ini tetap semangat mengikuti pembelajaran daring. “Di sini saja masih susah sinyal. Sinyalnya lemot banget tidak bisa tersambungkan internet,” ungkapnya lewat sambungan telepon yang sempat beberapa kali terputus pada Minggu (26/7) dikutip dalam radarsolo.com., Kemarin, dia bersama dua orang temannya mengerjakan tugas di bukit itu. Di sana mereka memasang sebuah terpal lusuh yang diikatkan di pohon sekitar agar bisa bernaung dari teriknya panas matahari. Selain itu, mereka membawa tikar dari rumah sebagai alas duduknya. Ketika hari-hari sekolah, bisa sampai ada 11 anak yang mengakses internet di bukit tersebut. Mulai dari SD hingga SMA. Ketika ramai, tidak semuanya bisa muat di bawah naungan yang mereka buat. Batu di sekitarnya dijadikan “bangku” tempat duduk mereka. Sinar matahari pun harus dirasakan apabila tidak kebagian tempat yang teduh. Biasanya, pukul 07.30, teman-temannya sudah berkumpul di bukit tersebut. Tak jarang, mereka bertahan di sana hingga pukul 16.00. Beberapa anak kembali ke rumah ketika waktunya makan siang. Beberapa di antaranya bahkan membawa bekal. Selain itu, ada orang tua yang mengirimkan makanan untuk dimakan sang buah hati yang sedang belajar di bukit tersebut. Gadis 15 tahun ini mengatakan, mereka membawa HP masing-masing ketika belajar di sana. Anak-anak ini pun saling membantu ketika mengerjakan tugas-tugasnya. “Kalau HP salah satu mati, gantian dengan yang lain. Soalnya di sini tidak bisa nge-charge. Kalau sinyalnya lemot ya gantian,” jelasnya. Gadis ini mengatakan, banyak tugas yang harus dikerjakannya saat ini. Saat dihubungi kemarin, dia sedang mengerjakan beberapa tugas mata pelajaran, di antaranya adalah PKN, matematika, biologi, dan kimia. Dia juga mengeluhkan borosnya pemakaian paket data. Sebab, dia harus membuka Youtube untuk melihat tutor pelajaran. Apakah dia memahami semua pelajaran yang dilihatnya di Youtube? “Ada yang paham, ada yang masih bingung. Makanya saya juga pengin corona segera berakhir, jadi pelajaran bisa di kelas. Kalau bingung tinggal tanya langsung sama guru,” bebernya. Alfi, sapaan karibnya, yang saat ini duduk di kelas 1 SMA Negeri di Kecamatan Baturetno ini menceritakan, sebelumnya dia juga mengerjakan try out ujian sewaktu SMP di bukit tersebut. Dia menceritakan, pernah ketika jadwal pelajaran belum jelas, buku pelajaran yang seharusnya dibawanya tertinggal di rumah. Alhasil, dia pun harus turun kembali ke rumahnya. Padahal, jarak rumah dan bukit ditempuh setengah jam dengan berjalan kaki. Di bukit itu, tak jarang ditemui ular di sekitar naungan yang dibuat anak-anak. Menurut Alfi, tak ada yang berani memegang ular tersebut. “Kalau ada ular minta tolong orang di bawah, diurus sama yang berani ngusir ularnya. Soalnya ularnya besar-besar,” kata dia. Alfi berharap, sinyal internet bisa tembus sampai rumahnya. “Nanti kalau butuh informasi dari internet nggak perlu ke mana-mana, di rumah bisa akses internetnya,” kata dia. Ristina Intan Audita, warga Desa Tlogoharjo yang baru saja lulus dari SMK pun masih sering datang ke bukit tersebut. Kemarin dia menemani kedua temannya yang sedang mengerjakan tugas sekolah. “Sebelum lulus dulu kan sempat ke sini juga waktu pelajarannya online. Gimana caranya kita bisa dapat sinyal,” ungkapnya. Meskipun begitu, sebelum pembelajaran dengan sistem daring dilakukan, mereka juga sering naik ke bukit tersebut. Lulusan dari SMK Negeri di Donorojo, Pacitan ini mengatakan, hal yang ditakutkan ketika berada di bukit adalah hujan. Sebab, jalan yang dilalui mereka hanyalah batuan, sehingga ketika hujan turun, jalan yang mereka lalui menjadi licin. “Pernah dulu hujan, mau tidak mau pulang. Kalau dulu di bawah ada semacam pos bisa untuk berteduh kalau hujan, tapi sekarang sudah tidak ada,” kata Intan. (al/bun/ria/rs/ria/per/JPR)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: