Ini Sejarah Kesenian Tari Ebeg atau Kuda Lumping Khas Banyumas
Jangan Ngaku Orang Banyumas, Kalau Belum Tahu Sejarah Kesenian Tari Ebeg atau Kuda Lumping -sumber dari Falif.id-
Seni tari ebeg dilahirkan pada masa kekuasaan Raja yaitu Sri Aji Wurawari, Penguasa Lwaran, yaitu kerajaan kecil yang letaknya di daerah Banyumas yang masih bawahan Karajaan Mataram Kuno.
Pertama kali muncul seni tarian ebeg yaitu pada tahun 1010 masehi, yaitu sebagai bentuk suatu perayaan kemenangan penyerangan Pralaya Medang.
BACA JUGA:Tiga Tahun Sempat Vakum, Tiga Gunungan Diarak Saat Grebeg Sura
BACA JUGA:Upacara Hari Pendidikan Nasional Diwarnai Dengan Tari Ebeg
Adalah suatu penyerangan kerajaan Lwaram yang pada saat itu bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya terhadap Mataram Kuno yaitu pada tahun 991 – 992 Masehi. Yang pada saat itu di pimpin oleh seorang Raja Dharmawangsa.
Dan pada saat itu menantu Rraja Dharmawangsa yaitu Airlangga memberi balasan serangan yang pernah dilakukan oleh Raja Wurawari.
Lalu pada saat kejadian itu membuat tewas penguasa Lwaram tersebut. Dan pada saat meninggalnya Raja Wurawari, seni ebeg masih tetap ada.
Pada saat itu mulai melibatkan roh atau makhluk dari dunia lain, dan yang disebut dengan pamong atau pengasuh atau indang.
BACA JUGA:Siswa SMP Negeri 1 Lumbir, Tidak Hanya Belajar Materi Soal Ebeg
BACA JUGA:Meriahkan Hardiknas, 240 Siswa-Siswi SMP N Lumbir Bakal Ngebeg Bareng
Sehingga para penari tari ebeg menari dengan kondisi kesurupan roh dan Bahasa Jawa Banyumasanya biasa disebut dengan mendem atau wuru–wuru.
Arti dari sesi kesurupan atau mendem dalam seni tari ebeg adalah proses pemanggilan roh Raja Wurawari dan para prajurit yang gugur dalam perang.
Tidak hanya itu sesi kesurupan juga untuk mengenang kemenangan dan kejayaan Raja Wuruwari pada saat mengelahkan Raja Dharmawangsa.
Pada saat ini, pertunjukan kesenian tari ebeg menjadi hiburan biasanya dalam acara hajatan, peringatan tahun baru, syukuran, dan lain–lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: