Rapat sekalipun Tetap Pilih Berpantun

Rapat sekalipun Tetap Pilih Berpantun

[caption id="attachment_95938" align="aligncenter" width="100%"] dok pribadi
KOCOK PERUT. Salah satu pementasan Unit Kegiatan Mahasiswa Pantun dan Seni Kreatif yang menghibur.[/caption] Melongok Kesiapan UKM Pantun Unhas yang Akan Bertarung di Malaysia Unit kegiatan mahasiswa (UKM) pantun sangat langka ditemukan di kampus-kampus Indonesia. UKM Pantun Unhas akan berlomba di Malaysia dengan mengandalkan gaya "Ambo Indo". Edward Ade Saputra, Makassar Teramat elok anak yang santun Belajar tekun tidak merugi Teramat penting belajar pantun Adat Budaya dijunjung tinggi DI sepotong jalan di Makassar, dua kelompok mahasiswa berhadap-hadapan. Saling emosional, ingin melibas satu sama lain. Tapi, di tengah ketegangan, tiba-tiba dari salah satu kelompok mengalunlah pantun: Teramat elok anak yang santun/Belajar tekun tidak merugi/Teramat penting belajar pantun/Adat budaya dijunjung tinggi Ketegangan langsung mereda. Sebuah balasan pun terdengar dari kelompok satunya: Ada Raja dan juga Ratu/Bangun istana amatlah tinggi/Dikata hebat belumlah tentu/Bersantun budi apa tah lagi Emosi langsung pergi. Kedua kelompok berdamai. Bentrokan antarmahasiswa pun terhindarkan… Tak perlu diusut kapan kejadian itu berlangsung dan kelompok mahasiswa mana yang terlibat. Wong itu cuma rekaan, hehehe… Tapi, bayangkanlah betapa akan lebih sejuknya Indonesia kalau banyak anak muda  yang meniru kolega mereka dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pantun dan Seni Kreatif Universitas Hasanuddin (Unhas). Yakni, lebih memilih "jual-beli" kata-kata melalui pantun. Bisa jadi ibu kota Sulawesi Selatan itu akan kian sering terhindar dari "jual-beli" pukulan antarmahasiswa yang selama ini jadi pemandangan rutin. Bagaimana akan berantem kalau rapat saja dilakukan sembari berpantun? "Dengan pantun, orang bisa bertegur sapa dengan siapa saja. Tentunya dengan kata-kata yang sopan," kata Muhammad Rijal Djamal, pendiri UKM Pantun dan Seni Kreatif Unhas, kepada Fajar (Jawa Pos Group). UKM tersebut tergolong muda. Belum genap berusia dua tahun karena baru terbentuk pada 13 Desember 2014. Mereka pun kini menjadi salah satu pionir bagi kebangkitan dunia pantun di Indonesia Timur. Bahkan, di kampus-kampus di seantero Indonesia, UKM pantun bisa jadi tergolong sangat langka. Kalaupun ada UKM sastra, pantun sering dianaktirikan. Teater, prosa, atau puisi (modern) lebih banyak menyedot perhatian mahasiswa. Tentu saja itu sangat memprihatinkan. Sebab, pantun adalah salah satu khazanah budaya negeri ini. Mengutip blog Batavia Indonesia, pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Kali pertama muncul dalam sejarah Melayu dan hikayat-hikayat populer yang sezaman. Pantun merupakan sastra lisan yang kali pertama dibukukan oleh Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji, penulis karya legendaris Gurindam Dua Belas. Antologi pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu. Pantun yang lazimnya empat larik (atau empat baris bila dituliskan) dan setiap baris terdiri atas 8–12 suku kata serta bersajak akhir dengan pola a-b a-b dan a-a-a-a juga merupakan salah satu jenis puisi lama di Nusantara. Berasal dari bahasa Minang yang berarti petuntun, pantun dalam bahasa Jawa dikenal sebagai parikan. Sedangkan di Sunda ada paparikan dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa. Kendati baru seumur jagung, gebrakan UKM Pantun dan Seni Kreatif (PSK) Unhas lumayan membanggakan. Pada 10-13 Februari mendatang, mereka mewakili Indonesia dalam Pesta Pantun Integrasi Budaya (PPIB) Institusi Pengajian Tinggi (IPT) Universitas Kebangsaan Malaysia. Ketua UKM PSK Unhas Anwar menuturkan, pihaknya akan membawa tujuh personel ke Malaysia. Terdiri atas enam penutur pantun dan seorang pembimbing. Enam penutur pantun tersebut adalah Muh Rijal Djamal, Khasmiro Hamsiohan, Anwar, Yasn Susilo, Nurahmat, dan Nur Idham. Sedangkan pembimbingnya adalah Muhlis Hadrawati. "Kami pemula dan kali pertama mengikuti kegiatan bertaraf internasional. Menimba ilmu dan pengalaman menjadi target utama kami," ucap Rijal. Targetnya memang terdengar sederhana. Tapi, tak berarti mereka akan tampil asal-asalan. Latihan serius mereka geber sejak jauh hari. Dua pantun yang dilantunkan dua kelompok mahasiswa "antah-berantah" tadi merupakan sebagian karya mereka yang akan dipertandingkan di Malaysia. "Meski rapat sekalipun, kami sering menggunakan pantun, hehehe..." ujar Anwar. Dia mengingat, dalam sebuah rapat, sempat terjadi perdebatan sengit. Tapi, saling ngotot itu akhirnya reda begitu salah satu pihak bersenandung, "Jalan ke pantai bersama bapak/Masalah selesai karna kita kompak…" Sebagaimana umumnya pantun, karya-karya UKM Pantun Unhas juga patuh pada format sampiran dan isi. Dua bait pertama merupakan sampiran atau pengantar rima, dua lainnya adalah isi. "Pantun terdiri atas tiga inti utama yang terkait satu sama lain. Masing-masing adalah logika, etika, dan estetika," jelas Rijal. Dengan kalimat lain, kendati terlihat sederhana, membuat pantun yang baik tidak gampang. Tidak sekadar mencocok-cocokkan rima seperti yang banyak diobral komedian di televisi. Misalnya, "Buah kiwi buah kedondong/hati-hati di jalan dong." Bandingkan dengan salah satu karya lain UKM Unhas ini: "Bunga rampai bunga seroja/elok terlihat beranda tersusun/tidak disangka tidak disengaja/akan bertarung di negara serumpun." Ada estetika di sana. Juga, logika yang terjaga antara bunga seroja yang elok dan kekagetan atau rasa bersyukur karena tidak menyangka bisa ke negeri serumpun alias Malaysia. Dalam PPIB IPT bulan depan, Rijal dkk tetap tampil dengan gaya mereka tanpa harus mengikuti gaya pantun Melayu yang, bagi mereka, terkesan monoton. Mereka akan mengemas pantun dengan gaya andalan mereka yang dikenal dengan istilah Ambo Indo. Secara bebas, Ambo Indo barangkali bisa digambarkan sebagai pantun dengan gaya yang lebih lincah dan tegas. Di sana-sini juga diselipkan diksi khas Indonesia Timur. Misalnya, "beta". "Karakter Ambo Indo inilah yang akan kami bawakan sebagai jati diri kami. Selain itu, kami ingin memperlihatkan bahwa pantun Bugis-Makassar juga bisa bersaing dengan pantun Melayu," ungkap Rijal. Mungkin sekaligus juga ingin membuktikan bahwa masih banyak mahasiswa Makassar yang lebih memilih bertarung di panggung ketimbang berantem di jalanan. "Indonesia Tanah Air Beta/Kita junjung sepelosok negeri/Pantun adalah budaya kita/Wajib dijaga agar lestari." (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: