JK Prihatin, Tak Percaya Dahlan Melanggar

JK Prihatin, Tak Percaya Dahlan Melanggar

Dua Wakil Ketua DPR Kritik Keras Kecaman terhadap Kejati Jatim Bermunculan JAKARTA- Dukungan moral untuk Dahlan Iskan yang ditahan secara semena-mena oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terus berdatangan. Dukungan itu tidak berasal dari orang-orang sembarangan. Mereka adalah tokoh-tokoh di negeri ini. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) secara tegas menyampaikan simpatinya kepada Dahlan. JK tidak yakin bahwa Dahlan terlibat dalam kasus dugaan korupsi di PT Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur. JK mengaku bersahabat sejak lama dengan Dahlan. "Pertama, saya mau sampaikan simpati yang dalam atas yang dihadapi Mas Dahlan. Dahlan kawan saya lama, sejak pertama kali ke Makassar," ujarnya di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, kemarin siang (28/10). JK mengaku mengikuti kasus yang menimpa Dahlan. Menurut dia, kasus di PWU Jatim terjadi saat Dahlan masih menjabat Dirut perusahaan daerah tersebut. Yakni, tahun 2002. Tapi, baru dipermasalahkan sekarang. Dia tidak yakin bahwa Dahlan terlibat korupsi di perusahaan daerah. "Saya nggak yakin Pak Dahlan punya niat (melanggar hukum, Red) seperti itu ya. Tapi, banyak hal di Indonesia memang, selama ada masalah ya dihubung-hubungkan terus," tegas JK. Karena itu, dia menyarankan, bila ditengarai ada kriminalisasi, pihak Dahlan harus menempuh jalur hukum. Yakni, melalui praperadilan. Mengenai pernyataan Dahlan yang menyebut dirinya diincar penguasa, JK tidak yakin bahwa yang dimaksud adalah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebab, Dahlan juga pernah menjadi bagian dari tim sukses Jokowi-JK. "Tidak mungkin penguasa di sini, di Jakarta ini, berbuat seperti itu," imbuh dia. Sementara itu, Juru Bicara presiden Johan Budi SP Mengklarifikasi pernyataan Dahlan yang menyebut tentang orang berkuasa. "Saya tidak yakin yang dimaksud pak Dahlan Iskan dengan diincar kekuasaan itu adalah oleh pak Presiden Jokowi," ujarnya. Dia menyebut, Presiden dalam hal penegakan hukum tidak pernah mengincar siapapun. Penegakan hukum sepenuhnya diserahkan kepada institusi penegak hukum," lanjut mantan pimpinan KPK itu. Selama ini, tambahnya, Presiden juga tidak pernah ikut campur proses hukum yang sedang berjalan terhadap siapapun. Termasuk juga, dalam hal ini Presiden tidak mengintervensi penegak hukum yang sedang melakukan proses hukum terhadap siapapun. Sekretaris Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengkritisi langkah Kejati Jatim dalam kasus itu. Menurut dia, perlu dikaji ulang apakah jaksa membidik korupsi, perbuatan melawan hukum, atau penyalahgunaan wewenang. "Kasus ini tentu perlu ditelisik, apakah dapat dengan sederhana dibuktikan atau membutuhkan penilaian auditor," paparnya. Bila ternyata membutuhkan peran auditor, seharusnya pengusutan kasus tersebut menunggu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tentu itu dilakukan untuk melihat kerugian negara serta mengetahui apakah kasus tersebut merupakan pidana atau hanya pelanggaran administrasi. "Semua itu perlu diketahui," jelasnya. Lalu, bagaimana penahanan yang berpotensi mengancam nyawa Dahlan? Menurut dia, seharusnya pertimbangan kesehatan itu disampaikan kepada penyidik. Lalu, penyidik juga harus memiliki second opinion untuk memastikan semua itu. "Kalau second opinion juga menyebut membahayakan, berarti faktanya sakit. Tentu penyidik harus mempertimbangkan,"tutur Barita. Seorang tersangka, papar Barita, tetap memiliki hak yang harus dipenuhi oleh penyidik. Walau penyidik memiliki kewenangan menahan berdasar subjektivitas. Misalnya pertimbangan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan semacamnya. "Tersangka itu memiliki hak asasi," tegasnya. Barita juga menyatakan, bila ditemukan pelanggaran, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh. Yakni, melapor kepada Komjak atau Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was). "Kalau memang dilaporkan ke Komjak, kami siap memprosesnya," tuturnya. Selain mekanisme pelaporan, dia mengatakan bahwa praperadilan juga merupakan langkah hukum yang bisa ditempuh untuk meluruskan semua yang kurang tepat. "Semua itu bisa ditempuh," ujarnya. Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai ikut menanggapi penahanan Dahlan. Dia mengatakan, aparat wajib menjamin hak-hak individu Dahlan selama menjalani masa tahanan hingga berkasnya nanti dilimpahkan ke pengadilan. Tokoh kelahiran Papua tersebut juga menjelaskan bahwa upaya kriminalisasi terhadap warga negara oleh aparat juga tidak dapat ditoleransi. Karena itu, dia berharap organ pengawasan di dalam institusi penegak hukum tetap berjalan. "Karena itu, setiap pencari keadilan atau setiap orang yang dirasa haknya dikorbankan bisa menyampaikan pengaduannya kepada institusi yang bersangkutan atau pengawas eksternal seperti Komnas HAM," jelasnya. Simpati untuk Dahlan juga disampaikan ulama sepuh KH Salahuddin Wahid (Gus Solah). "Kita tahu, semua tahu sendiri, Pak Dahlan orang yang bekerja penuh dedikasi tinggi. Baik saat menjabat sebagai Dirut PLN maupun menteri BUMN. Tidak ada alasan juga beliau cari uang," terang pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, itu kepada Jawa Pos Radar Jombang kemarin. Meski mengaku belum mencermati secara detail kasus tersebut, sepengetahuan Gus Solah, mantan menteri BUMN itu tidak pernah menerima apa-apa dari kasus tersebut. "Saya merasa prihatin, orang yang penuh dedikasi, tidak dibayar apa-apa, tapi ternyata diduga melakukan pelanggaran,"imbuhnya. Terlebih jika melihat perjalanan kasus itu yang sudah berlangsung lama. "Tapi, kok baru dibuka sekarang? Wajar jika publik jadi bertanya-tanya," kata dia.

Kecaman dari Senayan

Dari gedung DPR di Senayan, kecaman keras terhadap Kejati Jatim bermunculan. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yakin bahwa kasus Dahlan bukan murni masalah hukum. Dia membandingkan dengan kasus RS Sumber Waras yang menyeret Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keduanya merupakan kasus soal pelepasan aset. "Sumber Waras itu juga soal pelepasan aset lho. Kenapa Sumber Waras yang sudah ada temuan BPK tidak diproses? Sementara kasus Pak Dahlan, yang setahu saya tidak ada temuan BPK, diproses," tutur Fahri di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin. Perbedaan perlakuan tersebut menunjukkan bahwa hukum sudah pandang bulu. "Maka, cocok kata Pak Dahlan, dia diincar oleh penguasa," ujar dia. Menurut dia, dengan membandingkan dua kasus itu, pihak yang berkuasa sedang melindungi satu kelompok. "Lalu, supaya nampak bekerja, dia menghajar kelompok lain. Inilah jahatnya hukum kalau sudah pandang bulu, bencanalah bangsa ini ke depan," imbuhnya. Berkaca pada kasus Sumber Waras, BPK telah menilai bahwa pembelian lahan tidak sesuai prosedur. Pemprov DKI membeli dengan harga yang lebih mahal daripada seharusnya. Karena itu, BPK dalam laporannya menilai ada kerugian negara sebesar Rp 191 miliar. BPK sudah melakukan audit investigasi atas pembelian lahan tersebut. Lembaga auditor negara itu menyebutkan, terdapat enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras. Yaitu, mulai tahap perencanaan hingga penyerahan hasil. Namun, dalam penyelidikan awal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik RS Sumber Waras tersebut. Lembaga antirasuah itu tidak meningkatkan proses hukum ke tahap penyidikan. Dengan perbandingan itu, apakah ada intervensi dari pihak tertentu atas kasus Dahlan? "Ya sudah jelas ada intervensi. Jadi, santai saja, terbuka saja, ada apa sih, kok bisa kasus yang sudah belasan tahun umurnya baru dibuka," sindir Fahri lagi. Dia juga menyoroti langkah kejaksaan yang langsung menahan Dahlan. Tidak ada alasan substantif untuk langkah tersebut. Sebab, papar dia, Dahlan bukan orang yang punya kemungkinan lari. "Dia ini kan orang Indonesia asli yang mengakar. Punya banyak teman, mantan pejabat negara, pernah jadi Dirut PLN, menteri BUMN, konkret kontribusinya. Bahkan pernah membantu Pak Jokowi sebagai tim sukses setelah tidak meneruskan pencalonan (bakal capres, Red) di Partai Demokrat," beber dia. Fahri dengan tegas menyatakan siap menjadi penjamin Dahlan."Saya menjamin Pak Dahlan karena mengerti beliau. Dari muda, saya idolakan beliau sebagai wartawan senior. Jadi, nggak perlu lah nahan-nahan begitu," imbuh Fahri. Kritik keras juga dilontarkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurut dia, ada beberapa keanehan dalam proses hukum yang dikenakan terhadap Dahlan. Terutama keputusan mengangkat dan memproses kasus yang telah sekian lama terjadi. "Tentu kami prihatin dengan apa yang terjadi," kata Fadli. Dia menambahkan, saat ini masih banyak kasus yang jelas-jelas melanggar hukum tapi tidak diproses. "Kami ingin hukum itu diterapkan secara adil, tidak diskriminatif. Kalau melihat kasus Pak Dahlan, makin nyata bahwa hukum telah menjadi alat kekuasaan, alat politik," tandasnya. (jun/idr/dod/dyn/naz/nk/JPG/c11/nw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: