Mendengar Kisah Detik-detik Bupati Brebes KH. Syatori Dieksekusi Mati, Anak dan Istri Mengungsi 21 Km Jalan Ka

Mendengar Kisah Detik-detik Bupati Brebes KH. Syatori Dieksekusi Mati, Anak dan Istri Mengungsi 21 Km Jalan Ka

DIALOG- Anak terakhir Bupati Brebes KH. Syatori, Hj. Chozanah berbincang dengan Sejarawan Brebes, Wijanarto. EKO FIDIYANTO/ RADAR BREBES Banyak periodisasi sejarah Bupati Brebes ke 17, KH. Syatori atau dikenal sebagai Bupati Ponggol yang belum diketahui banyak masyarakat Brebes. Banyak yang tak tercacat dari kisah Bupati Syatori dari peristiwa saat Syatori menjadi Bupati Brebes, hingga proses eksekusi mati yang jasadnya sempat dilarungkan di Sungai Pemali. DETIK-DETIK meninggalnya Bupati Syatori diungkapkan oleh anak bungsunya, Hj. Chozanah, 73, yang merupakan satu-satunya anak Bupati Syatori yang masih hidup. Ditemui di rumahnya, di Jalan Tritura No. 29 Brebes yang tak jauh dari alun-alun, Chozanah menceritakan mendiang sang bapak dan ibunya. Syatori dan sang isteri, Hindun sempat berpisah sebelum dieksekusi mati. Syatori terpaksa berpisah dengan anak dan isterinya karena alasan keamanan saat Agresi Militer Belanda I yang terjadi dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Saat itu, banyak daerah yang mencegah kedatangan Belanda kembali, termasuk di Kabupaten Brebes. "Saat Bapak dicari-cari sama Belanda di tahun 1947, usia saya baru setengah bulan. Dari cerita yang saya dengar dari Ibu, saat itu Bapak minta kami (isteri dan keempat anaknya) mengungsi ke Songgom. Sedangkan Bapak lagi dicari-cari Belanda. Selama beberapa bulan kami di Songgom, kami berpisah dengan Bapak dan tidak tahu kabarnya," kata Chozanah. Chozanah mengungkapkan, dirinya lahir 9 Juli 1947. Dua pekan selanjutnya, dirinya berpisah dengan Bapaknya. Syatori pamit kepada isterinya untuk pergi ke Desa Wangandalem untuk mempertahankan pemerintahan Brebes yang saat itu pusat pemrrintahannya dipindahkan di desa tersebut. "Saat itu Ibu merengek minta ikut Bapak. Tapi Bapak melarang dan menyuruhnya mengungsi di Songgom. Sebelum berpisah, Bapak minta gelang emas milik ibu untuk dijual untuk makan. Ibu belum satu bulan melahirkan saya, jadi kondisinya masih lemas. Tapi jalan kaki dari Kauman ke Songgom. Jaraknya kurang lebih 21 kilometer," ungkapnya. https://radarbanyumas.co.id/kisah-bendera-merah-putih-pertama-berkibar-di-tegal-tak-gentar-di-bawah-ancaman-jepang/ Saat mengungsi di Songgom, lanjut Chozanah, Belanda sempat memergokinya di rumah yang Hindun beserta empat anaknya tinggali. Belanda hendak merampas perhiasan Hindun. Namun Hindun membuang perhiasan itu di tempat sampah yang di dalamnya berisi kotoran Chozanah bayi. Belanda pun enggan mengambilnya. "Karena masih dikejar Belanda, Ibu dan keempat anaknya termasuk saya jalan kaki dari Songgom sampai ke Cerih, Jatinegara Kabupaten Tegal. Jadi Ibu saya itu tidak tahu kapan Bapak ditembak Belanda. Tidak ada kabarnya. Ibu tahu bapak ditembak Belanda itu satu tahun kemudian setelah pulang ke Kauman. Ada saksi mata Bapak ditembak," lanjut Chozanah. Selama beberapa waktu tidak ada kabar beritanya, tiba-tiba ada seorang warga Songgom bernama Tirnya memberitahu terkait keberadaan Syatori. Saat itu, Tirnya melihat banyak mayat yang dilarungkan ke Sungai Pemali hingga menuju laut. Ada satu mayat yang didorong ke arah laut oleh Tirnya, namun mayat itu kembali ke tempat semula. Begitu seterusnya. "Tirnya heran dengan mayat itu. Tirnya minta tolong kepada warga lain untuk mengangkat mayat itu dari sungai. Warga kaget mengetahui bahwa mayat itu adalah mayat seorang bupati yang diketahui dari atribut pakaiannya. Gelang dari Ibu juga masih ada di sakunya," lanjut Chozanah. Chozanah mengungkapkan, jasad Syatori dimakamkan oleh Tirnya dan warga di Songgom. Selama beberapa bulan, Tirnya tidak memberitahu penemuan jasad bupati ini kepada siapapun. Namun akhirnya Tirnya mencari keluarga Syatori untuk memberitahu kabar tersebut. Akhirnya makam Syatori ini dibongkar dan dipindahkan. "Makam mau dipindahkan ke Brebes tapi saat itu Brebes masih gawat. Akhirnya dipindahkan ke Talang, Tegal di dekat keluarga Ibu saya," tandas Chozanah. Sementara itu, Sejarawan Brebes, Wijanarto mengatakan, berdasarkan informasi dari Chozanah, KH. Syatori lahir tahun 1912 dan gugur pada usia 35 tahun. Ia menjadi Bupati pada usia 33 tahun. Meninggalkan isteri bernama Hindun (meninggal 1976) dan 4 anak masing-masing Choridah, Abdul Munif, Syaefullah dan Chozanah. "Tinggal Hj. Chozanah yang menjadi persaksian bagaimana kisah pengungsian dari Brebes menuju Songgom hingga ke Cerih Jatinegara Kabupaten Tegal. Termasuk cerita soal kitab dalail yang selalu dibawa Syatori menjelang gugurnya pada medio Juli 1947," pungkasnya. (fid/ism)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: