Nasionalisme Mantan Napi Teroris Dibangkitkan dengan Ikut Upacara HUT RI di Solo

Nasionalisme Mantan Napi Teroris Dibangkitkan dengan Ikut Upacara HUT RI di Solo

JAKARTA - Jiwa nasionalisme para mantan narapidana terorisme (napiter) kembali dibangkitkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengundang napiter untuk mengikuti upacara peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun. Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah mengundang lima mantan napiter hadir pada upacara peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan Indonesia di halaman Balai Kota Surakarta. Deputi Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto mengatakan pihaknya terus berupaya merangkul mantan napiter untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bisa kembali hidup di tengah-tengah masyarakat. "Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011, BIN merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/8). Dijelaskannya, upacara HUT RI ke-75 tahun itu dihadiri oleh lima mantan napiter, yaitu Ari Budi Santoso alias Abbaz alias Erwan alias Mustofa bin Suparno, Paimin asal Sragen. Kemudian, Chamidi alias Midi asal Pajang, Laweyan, Surakarta. "Bayu Setyono bin Mulyono asal Tipes, Kecamatan Serengan Kota Surakarta, dan Marmo mantan Napiter Karanganyar," ujarnya. Sementara selain perwakilan BIN, upacara tersebut juga diikuti perwakilan aparatur sipil negara (ASN) dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Surakarta, dengan pembina upacara Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo. https://radarbanyumas.co.id/wali-kota-solo-amuk-kepala-dinkop-ukm-antrean-bansos-umkm-berjubel/ "Selain sebagai upaya untuk memupuk nasionalisme, kehadiran eks-napiter menjadi simbol kembalinya mereka ke NKRI," ujarnya. Menurutnya, BIN sangat berkepentingan untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasional, termasuk terlibat dalam proses rehabilitasi eks-napiter agar kembali mengakui NKRI. "Keberhasilan rehabilitasi mantan tahanan teroris memiliki arti penting bagi keamanan nasional maupun internasional," ungkapnya. Wawan menjelaskan rehabilitasi eks-napiter merupakan upaya memanusiakan manusia. Selain itu juga sebagai upaya memberikan kesempatan kedua untuk menebus kesalahannya di masa lalu. Diingatkannya, penanganan radikalisme harus dapat dilaksanakan dari hulu hingga hilir dan melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menerima kembali para eks-napiter. "Mengucilkan eks-napiter dan para keluarganya justru akan semakin membuat mereka masuk ke dalam lingkaran kekerasan dan dapat kembali menjadi teroris," ucapnya. Masyarakat diimbau untuk terus aktif menangkal radikalisme yang saat in terus berkembang, utamanya di tengah pandemi COVID-19. Selain itu, semua pihak juga diharapkan mampu mengimplementasikan semangat toleransi, nilai-nilai kebangsaan dan konsep beragama sesuai tuntunan nya masing-masing. Dalam kesempatan yang sama, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo berharap pemerintah memberi perhatian lebih bagi mantan napiter. Khususnya yang tinggal di Solo dan sekitarnya. Dikatakannya, saat ini sebagian mantan napiter di wilayah Solo dan kabupaten sekitar sudah tergabung dalam Yayasan Gema Salam, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi bagi mantan napiter. "Dan teman-teman Gema Salam ini tidak memandang agama. Saya yang Katolik saja diminta jadi Pembina. Artinya mereka sudah tidak membeda-bedakan suku agama, ras dan golongan," katanya. Mantan napiter yang tergabung dalam yayasan ini umumnya sudah berniat menjalankan usaha secara mandiri. Namun, Rudy tak memungkiri ada kendala permodalan dan pemasaran yang harus dihadapi. "Ada yang punya warung makan, peternakan, sampai ada yang bikin krupuk ikan juga. Nah, seperti ini kalau tidak kita tindak lanjuti tidak akan ada manfaatnya," ungkapnya. Dikatakannya, Pemkot Solo sendiri sudah memfasilitasi semua mantan napiter di wilayahnya. Tak hanya bantuan iuran BPJS dan pembebasan biaya pendidikan, beberapa mantan napiter juga mendapat bantuan renovasi rumah secara cuma-cuma dari Pemkot. "Tapi kalau sudah di luar wilayah saya kan saya tidak bisa membantu. Makanya ini perlu peran aktif dari Pemerintah Provinsi sampai Pusat," katanya. Sementara Paimin, salah satu mantan napiter yang mengikuti upacara mengaku sudah insaf sejak menjalani masa tahanan di Lapas Kelas II A Magelang pada 2012 silam. Paimin menjalani masa tahanan selama 30 bulan sebelum bebas pada April 2014. "Makanya sejak keluar dari tahanan itu saya sudah berkali-kali ikut upacara. Tidak cuma hari kemerdekaan saja. HUT TNI, Hari Bhayangkara, dan kegiatan-kegiatan lainnya saya sering ikut juga," katanya. Pria asal Sragen itu ditahan 30 bulan karena berencana meracuni polisi di Mapolda Metro Jaya pada 2011 bersama delapan rekannya. Paimin dan jaringannya diringkus Densus 88 sebelum sempat melancarkan aksinya. Paimin kini menjalankan usaha peternakan ikan air tawar dari hulu sampai hilir. Dari pembibitan sampai penjualan ikan siap konsumsi. Ia bahkan berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi warga di lingkungannya. "Saya sudah tidak akan ikut-ikutan lagi. Saya mikir anak istri, sama bagaimana bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekitar saya," katanya.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: