Praktik Politik Uang Di Indonesia Tempat Posisi Ketiga Dunia

Praktik Politik Uang Di Indonesia Tempat Posisi Ketiga Dunia

BEDAH BUKU. GMPK Wonosobo menggelar bedah buku “Kuasa Uang” karya Burhanudin Muhtadi di Hotel Harvest. Magelang Ekspress Politik uang dalam pemilu di Indonesia menempati peringkat 3 (tiga) di dunia. Praktik tersebut tumbuh karena banyak faktor. Salah satunya sistem pemilu yang saat ini dianut, ternyata memberikan ruang untuk terjadinya praktik tersebut. “Negara kita masuk dalam rangking tiga dunia, untuk kasus politik uang pada pemilu. Urutan pertama negara Uganda dan Benin. Bahkan di negara lain bersifat tertutup, di negara kita lebih terbuka dan personal,” ungkap Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, usai bedah buku karyanya berjudul “ Kuasa Uang “ yang digelar GMPK Wonosobo di Hotel Harvest kemarin. Menurutnya, politik uang dilatarbelakangi oleh integritas elit politik dan pemilih yang rendah. Rendahnya pendidikan pemilih dan juga tingginya pendapatan atau ekonomi dari pemilih tidak bisa menjadi tolak ukur seseorang tidak melakukan politik uang atau menerima politik uang. “Jadi dari penelitian yang kita lakukan penyebab politik uang bukan karena pendidikan dan juga pendapatan. Hal itu dibuktikan masyarakat dengan pendapatan tinggi dan juga pendidikan tinggi tetap melakukan atau menerima politik uang,” ujarnya. Ditambahkan, politik uang paling banyak terjadi pada saat kegiatan pemilu. Bahkan dari survei yang dilakukan mencapai 33 persen. Bahkan politisi memperkuat penggunaan politik uang dengan menggunakan dalil agama, mencari dalil dari hadist atau kitab untuk memperkuat alibinya. “Sudah di berbagai ranah kehidupan, bahkan agama juga sudah digunakan untuk memperkuat praktik politik uang,” ucapnya. Dosen Fisipol UIN syarif Hidayatullah Jakarta itu juga membeberkan betapa rumit dan beragamnya praktik politik uang di Indonesia dengan membandingkan prakatik serupa di negara-negara lain. Dicontohakan praktik politik uang di negeri tetangga Thailand, hanya terjadi di kalangan tokoh masyrakat. Sementara di Indonesia tokoh dan masyarakatnya sekaligus. Baca Juga Sapi Seberat 300 Kg Jatuh ke Jurang, Proses Evakuasi 2 Jam “Bahkan di Amerika, orang orang dekat partai akan membiayai semua kegiatan kampanye. Di negara kita, justru orang dekat partai paling banyak meminta biaya itu,” katanya. Pihaknya juga menyebutkan bahwa politik uang di Indonesia, sejatinya memilik tingkat kebocoran sangat tinggi. Perilaku itu terlihat dari tim sukses, yang setor data tidak pernah akurat, bermain di dua kaki, serta penggelembungan jumlah orang yang akan disasar untuk menerima politik uang. “Dengan situasi itu saya tidak mengajak untuk pesimis, tapi kita harapkan ada perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka ke tertutup atau penggabungan keduanya, kemudian pembatasan jumlah caleg,” bebernya. Selain itu peran Bawaslu dan Polri perlu ditingkatkan, penindakan perlu diperkuat. Elit parpol, tokoh masyarakat, tokoh agama juga memiliki peran penting dalam menekan praktek politik uang. Sementara itu, Ketua DPD GMPK, Idham Chollied mengemukakan bedah buku berjudul “ Kuasa Uang, politik uang dalam pemilu paska orde baru karya Burhanduin Muhtadi serta diskusi publik mewujudkan pilkada berintegritas dan bebas money politik digelar dalam rangka ulang tahun GMP dan menyongsong Pilkada Wonosobo. “Kami melihat buku ini tepat untuk dikaji menjelang Pilkada Wonosobo, pada desember 2020 nanti,” katanya. Pihaknya berharap semua kalangan, termasuk elit politik di Wonosobo berkomitmen untuk mewujdukan pilkada yang bebas politik uang. Karena praktik politik uang akan merusak demokrasi dan menghasilkan pemimpin yang minim integritas. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: