Meraup Untung dari Sepeda saat Masa Pandemi, Sulap Barang Rongsok Jadi Peluang Bisnis

Meraup Untung dari Sepeda saat Masa Pandemi, Sulap Barang Rongsok Jadi Peluang Bisnis

SEPEDA BEKAS – Fatoni dengan telaten mengepul kerangka dan onderdil bekas untuk dirakit menjadi sepeda baru rakitan. SYAMSUL FALAQ/RATEG Menjalani profesi sebagai bakul rongsok (barang loak-red), bagi sebagian orang mungkin dianggap hal remeh dan rendah. Sebab, kerjaannya mengumpulkan barang bekas dan tak terpakai. Namun siapa yang pernah menyangka, jika pengepul barang rongsok bisa menjadi peluang bisnis menjanjikan. LAPORAN : SYAMSUL FALAK ITULAH yang sekarang sedang dibuktikan Fatoni, 60. Sejak 30 tahun lalu menggeluti pekerjaan sebagai pengepul barang rongsok, khususnya kerangka dan potongan bagian sepeda bekas. Dengan kreativitasnya, ia mampu menyulap barang butut itu jadi seperti baru. ”Berawal dari hobi merakit sepeda bekas. Ternyata bisa jadi peluang usaha sampai sekarang,” ungkap Fatoni, warga Desa Kertasinduyasa, Kecamatan Jatibarang, Brebes itu. Usianya yang sudah lebih dari setengah abad, tak menyurutkan semangatnya mengotak-atik spare part sepeda butut. Merakit kerangka dilakukannya setiap hari dibantu sang istri, Halimah, 50. Karena sejak pandemi Covid-19 tiga bulan terakhir, banyak orang yang memesan sepeda rakitan. ”Setelah mulai ramai hobi gowes (bersepeda-red). Hampir setiap hari ada orang pesan minta dibuatkan sepeda,” ujarnya. Untuk kebutuhan kerangka dan spare part sepeda, biasanya Fatoni selalu berkeliling ke semua lapak barang bekas. Mulai di sekitar Brebes sampai Kota dan Kabupaten Tegal. Cara pembeliannya pun tergolong murah. Sebab, semua bagian seperti kerangka, roda, rantai, setang dihitung kiloan. ”Biasanya semua jenis barang dibanderol satu harga. Berkisar Rp5 ribu hingga Rp6 ribu per kilogramnya,” terangnya. Meski semua rakitan sepeda menggunakan barang bekas, tapi soal bentuk sampai hasil akhirnya, ia berani menjamin dan bisa dibandingkan dengan pabrikan sepeda baru. Sebab dalam proses produksinya, Fatoni hanya mengerjakan sesuai permintaan pemesan. Termasuk dari bentuk, jenis sepeda hingga ukuran yang diinginkan. ”Yang tahu soal sepeda bisa milih bahannya sendiri. Kalau pas lagi beruntung bisa dapat kualitas bagus,” katanya. Untuk mengerjakan sepeda pesanan, Fatoni dibantu istrinya memanfaatkan bangunan rumahnya. Dengan luas 5 x 10 meter itu, ia gunakan untuk bengkel sekaligus gudang. Kondisi tersebut dibuktikan dengan banyaknya barang bekas dan rongsokan sepeda. Mulai ruang depan, tengah hingga ruang keluarga terisi onderdil dan kerangka. ”Semua jenis sepeda berbagai ukuran bisa dilayani. Mulai sepeda lipat, BMX, onthel tua, hingga sepeda mini klasik model U,” jelasnya. ”Banyak yang datang langsung. Karena harganya lebih murah dari toko. Berkisar Rp400 ribu sampai Rp600 ribu,” imbuh Fatoni sambil memilah spare part sepeda bekasnya. Cara unik lainnya, ia mampu mengubah barang bekas menjadi seperti baru. Yakni dengan mengamplas dan mengecat ulang semua komponen sepeda. Khusus untuk velk dan ruji yang sudah karatan, ia bersihkan sampai mengkilat layaknya baru keluar dari toko. ”Kalau waktu pesan dan milih barang masih rongsokan, dijamin pangling setelah jadi karena mengkilat seperti baru,” ungkapnya. Dalam bisnis rongsokannya (rakit sepeda bekas-red) sekarang, Fatoni mengaku mampu menjual satu sampai dua unit setiap harinya. Padahal, sebelum pandemi Covid-19 hanya bisa menjual dua sepeda setiap pekannya. (*/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: