Ramadan dan Tafakkur
Oleh: Mahmud Salim, Lc, MPd (Staf Pengajar di Ma’had Al Imam Malik UMP) Bulan Ramadan merupakan hadiah besar dari Allah Ta’ala kepada manusia. Ramadan juga merupakan sarana latihan bagi manusia agar terbiasa bersabar menahan hawa nafsu dari melakukan larangan-laranganNya dan selalu tunduk mentaati perintahNya. Adanya latihan di bulan Ramadan menjadikan manusia di bulan- bulan berikutnya terbiasa dan merasa nyaman melakukan ibadah sebagai wujud penghambaan kepada Allah Ta’ala. Olehkarenanya di bulan Ramadan, diperintahkan untuk memperbanyak beramal saleh agar menjadi penebus dosa dan menaikkan derajat di sisi Allah. Amalan yang diperbanyak di bulan ini diantaranya ada yang bersifat dhahir (lahiriah) seperti puasa, salat, membaca al Quran, zakat, sedekah, sunnah dan lain sebagainya. Namun juga ada amalan-amalan yang bersifat batin seperti iman, sabar, zuhud, ridho dengan ketentuan dan takdir Allah, tafakkur, dan lain sebagainya. Diantara ibadah batin yang terkadang kurang diperhatikan adalah tafakkur yang diantara maknanya dalam kamus ma’ani adalah merenungi dan memikirkan suatu perkara untuk mengambil pelajaran. Tafakkur merupakan ibadah yang menggunakan sarana hati dan pikiran. Terkadang juga dibarengi dengan lisan dan anggota badan seperti mata dan lain sebagainya, bahkan ibadah lisan dan anggota badan seperti salat jika tidak disertai dengan hati dan pikiran yang ikut hadir, akan terasa seperti rutinitas dan kurang bermakna. Perintah tafakkur tersirat dalam surat Ali Imran ayat 191: "Orang-orang yang berzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "YaTuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka". Imam Fakhruddin ArRazi menjelaskan bahwa dari lafaz "Orang-orang yang berzikir kepada Allah" terdapat isyarat tentang bentuk ibadah yang menggunakan lisan (berzikir). Dan dari lafadz "sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring” terdapat isyarat tentang bentuk ibadah yang menggunakan anggota badan, karena aktifitas menusia hanya antara tiga bentuk tersebut yaitu berdiri, duduk, atau berbaring. Kemudian dari lafadz dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi” terdapat isyarat tentang bentuk ibadah yang menggunakan hati, akal pikiran, serta ruh. Ketika lisan manusia sibuk beribadah kepada Allah, seperti berizikir, membaca kalamNya, dan lain sebagainya,anggota tubuh juga sibuk untuk menjalankan ibadah sebagai rasa syukur kepadaNya, serta hati dan pikirannya juga tenggelam dalam memikirkan tanda-tanda kekuasaanNya maka manusia tersebut telah melakukan penghambaannya kepada Allah Ta’ala dengan sempurna. Imam Nawawi al Bantani dalam kitab Kasyifah menjelaskan kurang lebih ada lima hal yang perlu direnungkan oleh manusia sebagai hamba Allah. Pertama: tafakkur merenungi tanda-tanda kebesaran Allah sebagaimana yang dilakukan oleh Ulil Albab dalam surat Ali Imran ayat 191 yang merenungi penciptaan langit dan bumi sehingga semakin tertancap dalam hati kebesaran dan keyakinan kepada Allah. Dalam surat Az Zariat ayat 21 juga dijelaskan: “Dan pada diri kalian” (-wahai manusia- terdapat bukti-bukti kekuasaan Allah), apakah kalian tidakmemperhatikan (untuk mengambil pelajaran?). Kedua: tafakkur merenungi berbagai nikmat yang telah Allah karuniakan, sehingga tertancap dalam hati rasa syukur dan cinta kepada Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang. Imam al Ghazali di dalam kitab Ihya’ menuqil perkataan khalifah Umar bin Abdul Aziz "Memikirkan nikmat-nikmat Allah termasuk ibadah yang utama”. Ketiga: tafakkur merenungi dan memikirkan janji-janji Allah bagi yang melakukan ketaatan kepadaNya, sehingga tertanam dalam diri arragbah semangat untuk melakukan amalan tersebut. Keempat: tafakkur merenungi dan memikirkan ancaman Allah bagi orang yang bermaksiat dan tidak mau menjalankan perintahNya, sehingga tertanam dalam diri arrahbah rasa takut untuk berbuat maksiat kepada Allah. Hudzaifah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku shalatbersamaNabi Shallallaahu ‘alaihiwa Sallam setiap melewati bacaan ayat tentang rahmat beliau berhenti untuk berdoa meminta rahmat dan setiap melewati bacaan tentang adzab beliau berhenti untuk berdoa meminta perlindungan dari-Nya (HR. Tirmidzi). Kelima: tafakkur merenungi kekurangan kita dalam ketaatan kepada Allah, terkadang ibadah yang dilakukan masih dipenuhi dengan kelalaian, sehingga timbul dalam hati kita rasa malu kepada Allah dan terus berusaha untuk semakin memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah sebagai bentuk penghambaan kepada Allah. Mari di bulan Ramadhan ini, disamping memperbanyak ibadah dhahiriah seperti salat, dan menghatamkan al Quran, namun dibarengi pula dengan ibadah hati dan fikiran merenungi serta menghayati ibadah yang kita kerjakan agar ibadah yang kita lakukan semakin bermakna. Mudah-mudahan Ramadan kali ini membuat diri semakin menjadi hamba Allah yang sejati, yang nanti di hari kiamat akan diseru “Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku” (yang saleh) “Masuklah ke dalam surgaku” (bersamam ereka) QS al Fajr 29. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: