KPK Cekal Penyuap DPRD Kebumen

KPK Cekal Penyuap DPRD Kebumen

JAKARTA- Kasus suap anggaran pendidikan Rp 4,8 miliar di Kabupaten Kebumen sampai sekarang belum terang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menetapkan pihak penyuap sebagai tersangka. Direktur Utama PT Osma Group Hartoyo yang diduga pemberi suap belum juga tertangkap. Komisi antirasuah melakukan pencekalan terhadap pengusaha tersebut. ruang-kabid-pemasaran-dipartabudRuang Kabid Pemasaran Dipartabud Kebumen Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, pihaknya masih melakukan pencairan terhadap Hartoyo. Petugas KPK dan polisi sedang melacak keberadaan pengusaha yang bergerak di bidang buku, alat peraga dan kargo itu. "Masih dicari," terang jenderal polisi bintang dua itu saat dikonfirmasi kemarin (17/10). Menurut dia, Hartoyo merupakan pihak yang memberi suap. Pemberian suap diberikan kepada eksekutif dan legislatif Kabupaten Kebumen melalui Salim yang merupakan pimpinan di anak perusahaan PT Osma Group di Kebumen. "Hartoyo minta Salim untuk beri uang ke pejabat daerah," papar dia. Kenapa sampai sekarang Hartoyo tidak ditetapkan sebagai tersangka, padahal sudah jelas sebagai pemberi suap? Basaria masih enggan membeberkan alasan KPK belum menetapkan Hartoyo sebagai tersangka. Menurut dia, KPK sudah melakukan pencekalan terhadap pengusaha swasta itu. Komisi antirasuah sudah meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kekemnkum HAM) untuk mencegah Hartoyo bepergian ke luar negeri. Dengan pencegahan itu diharapkan Hartoyo tidak kabur ke luar negeri. Basaria enggan membeberkan lokasi keberadaan Hartoyo. Sejak operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan KPK, Hartoyo tiba-tiba lenyap. Bahkan, website PT Osma Group tidak bisa diakses. Padahal, beberapa jam setelah penangkapan, website perusahaan swasta itu masih bisa dibuka. Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, belum ditetapkannya Hartoyo sebagai tersangka merupakan strategi penyidik. "Jadi, penyidik yang lebih mengetahui alasannya," ungkap ibu satu anak itu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, pihaknya mengimbau Hartoyo untuk datang ke KPK. "Kami ingin klarifikasi. Sebaiknya yang bersangkutan datang ke KPK," papar dia. Menurut dia, lebih baik Hartoyo tidak perlu bersembunyi atau kabur, karena petugas pasti akan terus mencarinya. Selain melacak Hartoyo, KPK juga masih terus mengembangkan kasus tersebut. Pihak yang diduga terlibat dalam perkara itu akan dimintai keterangan. Sebelumnya, KPK sudah menetapkan dua tersangka. Yaitu, Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudhy Tri Hartanto dan Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen Sigit Widodo. Penyidik juga sempat mengamankan empat orang yang sampai sekarang masih saksi. Mereka adalah anggota DPRD Dian Lestari, anggota DPRD Hartono, Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen Adi Pandoyo, dan Salim, pimpinan anak perusahaan PT Osma Group. Penangkapan itu terkait dugaan suap proyek ijon di Dinas Pendidikan senilai Rp 4,8 miliar yang masuk pada anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBD). Anggaran itu akan digunakan untuk pengadaan buku, alat peraga, dan teknologi informasi komunikasi (TIK). OTT dilakukan pada Sabtu lalu. Sekitar pukul 10.30, satgas KPK menangkap Yudi Tri Hartanto di rumah Salim. Petugas pengamankan uang sebesar Rp 70 juta. Selain itu, petugas juga menangkap Sigit Widodo di kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen, serta menangkap tiga orang lainnya di tempat berbeda. Yaitu, Dian Lestari, Hartono, dan Adi Pandoyo. Pejabat legislatif dan eksekutif dijanjikan mendapatkan fee 20 persen dari nilai proyek Rp 4,8 miliar. Namun sesuai kesepakatan, rekanan akan memberikan fee senilai Rp 750 juta. Sampai sekarang empat orang yang sempat diamankan itu belum ditetapkan sebagai tersangka. Alex menambahkan, pihaknya masih mendalami peran empat orang itu dalam pusaran kasus korupsi ijon proyek pendidikan itu. Bahkan, tidak menutup kemungkinan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad juga akan diperiksa. "Kalau diperlukan akan kami periksa," paparnya. (lum)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: