Sekjen PBB: Potensi Korupsi Tinggi Saat Pandemi
Antonio Guterres. Foto istimewa JAKARTA - Potensi korupsi di tengah pandemi COVID-19 sangat besar. Sebab banyak sumber bantuan untuk masyarakat yang berpeluang untuk dikorupsi. Hal tersebut dikatakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres. Dia menilai di tengah keprihatian menghadapi pandemi COVID-19, ada celah yang besar bagi para koruptor untuk beraksi. “Di tengah keprihatinan yang mendalam ini, krisis COVID-19 menciptakan peluang lain untuk melakukan tindak korupsi,” katanya, Kamis (10/12). https://radarbanyumas.co.id/kpk-amankan-3-mobil-diduga-dibeli-pakai-uang-suap-bansos-juliari-diduga-terima-fee-rp-10-ribu-per-paket-sembako/ https://radarbanyumas.co.id/pbb-dana-bantuan-kemanusia-naik-40-persen/ Dikatakannya, potensi itu muncul karena pengawasan cenderung melemah saat situasi krisis ini melanda berbagai negara. Terutama saat pemerintah untuk segera membelanjakan anggaran negara guna memulihkan perekonomian, menyediakan bantuan darurat, serta membeli pasokan medis. "Risiko terjadinya penyuapan dan praktik mengejar keuntungan juga meningkat seiring dengan pengembangan vaksin dan pengobatan COVID-19," ungkapnya. Dalam krisis seperti saat ini, dia menegaskan bahwa korupsi merampas sumber daya dari masyarakat yang membutuhkan bantuan. Korupsi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi, memperlebar jurang kesenjangan yang besar dan semakin terungkap dengan adanya pandemi, dan menghambat pemulihan segera. “Kita tidak dapat membiarkan dana stimulus dan sumber daya darurat yang vital ini diselewengkan,” tegasnya. Guterres mendesak langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi harus berjalan paralel dengan upaya pemulihan. Dia mendorong pemanfaatan pedoman anti-korupsi global yang tercantum dalam Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperkuat pengawasan, akuntabilitas, dan transparansi melalui kemitraan yang luas. “Tindakan melawan korupsi harus menjadi bagian dari reformasi dan inisiatif nasional dan internasional yang lebih luas untuk memperkuat tata kelola yang baik, menghentikan aliran uang haram dan suaka pajak, dan mengembalikan asset-aset yang dicuri, sejalan dengan Tujuan Berkelanjutan (SDGs),” katanya. Senada diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia menyatakan tindakan korupsi merupakan ancaman dan tantangan paling besar saat pemerintah mengatasi dampak pandemi COVID-19 melalui uang negara. “Pada saat harus bekerja tergesa-gesa cepat dalam suasana emergency , ancamannya korupsi,” katanya. Dia menuturkan potensi korupsi saat pandemi sangat besar. Sebab pemerintah harus bergerak cepat, fleksibel dan tangkas dalam menangani dampaknya yang meluas secara tiba-tiba kepada masyarakat dan ekonomi. Terlebih, ada kelemahan dan ketidaksempurnaan pada ketersediaan data untuk menyalurkan stimulus dan insentif. Sehingga menambah potensi korupsi menjadi lebih besar. “Ancaman orang-orang yang melakukan tindakan korupsi atau bahkan menggunakan kelemahan atau ketidaksempurnaan sistem untuk kepentingan pribadi,” ujarnya. Dikatakannya, anggaran pemerintah untuk memberikan stimulus dan insentif kepada masyarakat sangat besar mencapai Rp695,2 triliun atau 4,2 persen dari PDB. Anggaran ini hingga menyebabkan belanja negara membengkak Rp2.739 triliun dengan defisit sebesar 6,34 persen. Anggaran yang masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) itu meliputi dukungan di bidang kesehatan Rp97,26 triliun, perlindungan sosial Rp234,33 triliun, sektoral K/L dan Pemda Rp65,97 triliun, UMKM Rp114,81 triliun, korporasi Rp62,22 triliun, dan dunia usaha Rp120,6 triliun. “Begitu besar angka Rp695,2 triliun ini jadi kita harapkan bisa membuat Indonesia mampu menangani COVID-19, melindungi masyarakat dan dunia usaha agar mereka pulih secara kuat, cepat dan sehat,” katanya. Oleh sebab itu, ia menegaskan moral hazard terutama menjaga integritas saat menerapkan kebijakan dan menggunakan anggaran untuk menangani dampak pandemi merupakan tantangan yang luar bisa dan harus mampu dijaga. “Di sinilah ujian integritas jadi sangat penting. Ujian terhadap ikhtiar kita untuk membangun pengendalian internal agar lebih robust menjadi lebih penting,” tegasnya. Sri Mulyani menegaskan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, Polri, maupun BPKP untuk mencegah potensi terjadinya korupsi. “Ini bukan hanya tanggung jawab pimpinan tapi kita semua karena satu virus korupsi maka satu virus yang mengkompromikan integritas. Sama seperti pandemi dia bisa menular dan bisa membahayakan institusi,” jelasnya.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: