Indonesia Tolak Permintaan AS untuk Kembali Sanksi Iran
NEW YORK - Dalam sidang rapat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dipimpin Indonesia menyepakati penolakan permintaan Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Iran, Selasa (25/8/2020) waktu setempat. Dilansir Associated Press, Rabu (26/8), Duta Besar Indonesia untuk PBB yang menjadi Presiden DK PBB, Dian Triansyah Djani, mengumumkan hal tersebut sebagai tanggapan atas permintaan Rusia dan Cina untuk mengungkapkan hasil jajak pendapat tentang pandangan ke-15 anggota dewan tentang usulan AS. Dewan Keamanan PBB menyatakan, tidak bisa menerima langkah kontroversial yang disebut dengan snapback tersebut. AS akan menindaklanjuti hasil pemungutan suara DK PBB untuk memicu kembali semua sanksi PBB terhadap Iran dengan menggunakan ketentuan dalam kesepakatan nuklir. Semua anggota dewan kecuali Republik Dominika, menyatakan kepada presiden DK PBB bahwa tindakan pemerintah AS adalah ilegal karena Presiden AS, Donald Trump, menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang ditandatangani pada 2018. https://radarbanyumas.co.id/pimpinan-militer-yang-mengkudeta-pemerintah-mali-afrika-belum-membuahkan-hasil/ Djani mengatakan kepada anggota, bahwa tidak ada kesepakatan umum di antara anggota dewan. "Setelah menghubungi anggota dan menerima surat dari banyak negara anggota, bagi saya jelas bahwa ada satu anggota yang memiliki posisi tertentu dalam masalah tersebut, sementara ada sejumlah besar anggota yang memiliki pandangan bertentangan," ujar Djani. "Menurut saya belum ada konsensus di dewan. Jadi, presiden dalam posisi ini tidak mengambil tindakan lebih lanjut," sambungnya. Pemerintahan Presiden Donald Trump menuding Iran telah gagal memenuhi persyaratan kesepakatan nuklir tahun 2015 dan mendesak Dewan Keamanan memberlakukan kembali sanksi. AS tetap bersikukuh dengan hak hukumnya untuk melakukan prosedur atas isu disengketakan, meskipun negara itu sudah menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2 tahun lalu. Kesepakatan itu turut diteken oleh Inggris, Prancis, Jerman, China, Rusia, serta PBB. Sebanyak 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan telah menulis surat kepada kepresidenan Indonesia untuk menolak keabsahannya. AS mengkritik keputusan Dewan Keamanan tersebut dengan menegaskan mereka punya hak. AS sebelumnya menuding anggota Dewan Keamanan PBB berpihak kepada Iran. "Kami mengingatkan anggota tentang hak kami berdasarkan Resolusi 2231 untuk memicu snapback, dan niat keras kami untuk melakukannya tanpa disertai keberanian dan kejelasan moral dari Dewan," kata duta besar AS untuk PBB, Kelly Craft. Langkah snapback, yang belum pernah digunakan, dilakukan setelah AS kalah dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan pada 14 Agustus lalu untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran. Berdasarkan kesepakatan nuklir tahun 2015, sanksi terhadap Iran dicabut dengan imbalan negara itu tidak akan mengembangkan senjata nuklir. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan bahwa Amerika Serikat ( AS) tidak memiliki hak untuk menuntut pemulihan sanksi terhadap Iran ke PBB. Melansir Al Jazeera, dalam sebuah surat kepada Dewan Keamanan PBB (UNSC), Zarif mengatakan AS kehilangan hak untuk mengajukan tuntutan sejak 2018, ketika AS menarik diri dari kesepakatan nuklir penting antara Iran dan negara-negara besar dunia. Zarif juga mengatakan penarikan sepihak oleh Washington melanggar resolusi PBB yang mengharuskan penandatanganan untuk menghindari kerusakan kesepakatan. "Jelas bahwa AS tidak memiliki hak untuk 'penerapan kembali ketentuan resolusi (sanksi) yang dihentikan' terhadap Iran," tulis Zarif. "Pemerintahan Trump tidak pernah bertindak dengan itikad baik, bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan internasional," kata Zarif. (der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: