FIFA Iming-imingi Uang Besar Agar Proposal Piala Dunia Dua Tahunan Mulus

FIFA Iming-imingi Uang Besar Agar Proposal Piala Dunia Dua Tahunan Mulus

BUJUK: Presiden FIFA, Gianni Infantino, terus membujuk anggota FIFA agar menyetujui proposal Piala Dunia setiap dua tahun sekali. ZURICH - Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA) masih kukuh bersikap gelaran Piala Dunia akan lebih menambah manfaat jika dilaksanakan setiap dua tahun. Dapat menghasilkan keuntungan berlipat ganda menjadi narasi andalan untuk mengganti konsep awal turnamen yang biasa bergulir setiap empat tahun. Uang yang didapat akan dibagikan kepada asosiasi anggota untuk pengembangan. Narasi lain adalah semakin membuka peluang negara-negara asosiasi untuk mencicipi putaran final Piala Dunia. Presiden FIFA, Gianni Infantino bahkan berani sesumbar rencana kontroversial ini tidak akan mendapat pertentangan dari Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) dan Amerika Latin (CONMEBOL) yang menjadi langganan mengirim negara-negara elite ke hajatan sepak bola sejagat itu. Untuk memuluskan niatnya, Infantino mengumbar janji kepada 211 anggota FIFA untuk menyerahkan uang bantuan sebesar 16 juta dolar AS (Rp 228 miliar) setiap empat tahun sekali, yang diambil dari 'Dana Solidaritas'. Setiap anggota masih akan mendapatkan dana dari prgram FIFA Forward yang saat ini jumlahnya 6 juta dolar AS (Rp 85 miliar) menjadi 9 juta dolar AS (Rp 128 miliar). Infantino dikabarkan sudah menyampaikan rencananya pada sebuah konferensi virtual dengan asosiasi sepak bola sedunia. Akan tetapi, ia belum mengonfirmasi bahwa wacana Piala Dunia konsep baru ini akan menjadi salah satu topik pada kongres FIFA, Maret 2022 mendatang. FIFA sudah merilis dasar rencana ini dengan dua studi ilmiah yang dicap sebagai dasar yang kuat untuk memperbarui konsep Piala Dunia putra dan putri. Dalam salah satu studi Nielsen yang dimuat di laman NDTV Sports, Selasa (21/12), dalam empat tahun, Piala Dunia yang digelar setiap dua tahun rata-rata menghasilkan pendapatan sebesar 4,4 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 62,8 triliun. Uang itu berasal dari pembelian tiket, hak siar, dan sponsor. "Kami baru saja menyelesaikan studi yang memiliki tebal lebih dari 700 halaman. Ini mungkin akan mengubah pandangan publik," kata Infantino dalam sebuah konferensi pers, didampingi Arsene Wenger, Kepala Pengembangan Sepak Bola FIFA yang mencanangkan rencana ini. "Akan ada banyak pertentangan, tapi karena FIFA adalah organisasi tingkat dunia, maka kami harus menggabungkan semua perbedaan pendapat," ujarnya. Sayangnya, FIFA tidak menjelaskan metode penelitian dalam studi tersebut karena di saat yang sama, pihak penyiar diminta membayar lebih tinggi sehingga mendapat pertanyaan dari banyak pihak. Pasalnya, masih ada kompetisi domestik dan kontinental lain yang perlu disiarkan. Dalam sebuah studi yang diumumkan UEFA, rencana FIFA justru berpotensi merugikan asosiasi sepak bola Eropa hingga 2,8 sampai 3,4 miliar dolar AS jika Piala Dunia digelar setiap dua tahun. Sejak pertama kali dihelat pada 1930, hanya delapan negara yang pernah merasakan manisnya gelar juara dan itu pun berasal dari Eropa dan Amerika Latin. Belum pernah ada negara dari Asia, Amerika Utara, dan Afrika yang pernah menjuarai Piala Dunia. https://radarbanyumas.co.id/7-negara-ini-bisa-mengunci-tiket-piala-dunia-2022-pekan-ini/ Edisi 2022 di Qatar pun akan menjadi Piala Dunia terakhir dengan 32 peserta. Sebab pada 2026 mendatang, jumlah negara akan bertambah menjadi 48 untuk meningkatkan partisipasi lebih besar anggota FIFA. Sejauh ini, UEFA dan CONMEBOL kompak menolak wacana piala dunia dua tahunan. Sementara asosiasi lain belum menyatakan sikap resmi karena perlu mempelajari rencana ini lebih lanjut. Karena jika Piala Dunia dilaksanakan dua tahun sekali, bukan tak mungkin lebih banyak nama negara berbeda yang berpartisipasi pada tiap edisinya. "Saya tidak yakin kami sedang memunculkan musuh. Peran saya sebagai presiden FIFA adalah untuk membawa setiap orang berdiskusi. Kebanggaan Piala Dunia tidak akan berkurang hanya karena digelar lebih sering," kata Infantino. "Menurut saya, semua orang akan setuju jika ada situasi yang memuaskan. Publik masih melihat jarak yang semakin jauh antara (negara) besar dengan yang lebih jarang tampil (di Piala Dunia), atau yang tidak pernah berkompetisi sama sekali," jelasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: