Trofi ke London, Trofi ke Manchester Kembali ke Tradisi

Trofi ke London, Trofi ke Manchester  Kembali ke Tradisi

MANCHESTER – Sejarah masih bisa berulang. Akan tetapi, tradisi bakal sulit berganti. Seperti tradisi juara di Premier League yang tidak berlama-lama meninggalkan dua kota besarnya sepak bola Inggris, London atau Manchester. Setelah musim lalu Leicester City menjadi penghalang tradisi, ke mana trofi itu akan beralih musim 2016-2017 ini? Begitu dominannya London dan Manchester dalam perburuan gelar juara Premier League, dari 24 musim sejak 1992-1993 sudah 22 trofi yang berhembus ke dua kota tersebut. London hanya mampu merasakan serunya pesta juara Premier League itu tujuh kali. Sedangkan sisanya pesta jadi milik klub-klub kota Manchester. TENGAH-city Dan, musim ini diprediksi menjadi musim ke-23 pesta juara Premier League kembali dirasakan kota terbesar kedua di Inggris itu. Yang jadi pertanyaan, Manchester mana yang akan merayakan pesta itu? Manchester United dengan pesta ke-21-nya di Old Trafford? Atau Manchester City yang berupaya mengejar dominasi Manchester merah dengan trofi ketiganya? Hampir semua bursa taruhan Eropa menempatkan duo Manchester dalam daftar teratas kandidat juara Premier League? City dengan koefisien 9:4 dan United dengan koefisien terpaut tipis dengan City di angka 11:4. ''Inilah tantangan terbesar saya,'' ucap Josep Guardiola, tactician City ketika kali pertama menangani klub berjuluk The Citizens – julukan City. Ya, Guardiola-lah yang menjadi alasan tertinggi mengapa klub milik Sheikh Mansour bin Zayed al Nahyan itu banyak diunggulkan. Dari delapan musim menangani dua klub elit Eropa, Barcelona dan Bayern Muenchen, hanya satu musim Guardiola-lah tidak memberikan trofi juara. Tradisi selalu juara itulah yang diyakini bakal berlanjut di City. Hanya, di balik semua itu Guardiola masih belum mampu menancapkan gaya permainan seperti yang dia inginkan, yaitu menitik beratkan pada penguasaan bola dan cepat dalam melakukan recover di setiap serangan lawan. Kelemahan itu yang jadi penyebab dua kekalahan dari empat laga pramusimnya dua pekan terakhir. Salah satunya Saat ditumbangkan Arsenal 2-3 dalam laga bertajuk Supermatchen 2016 di Ulevi Stadium, Gothenburg, Senin dini hari kemarin WIB (8/8). Untungnya, laga kemarin hanya pramusim. Sebab tantangan Guardiola sebenarnya baru dimulai Sabtu malam nanti WIB (13/8). Di Etihad, Guardiola mengawali kampanye juaranya dengan menjamu Sunderland. Besok malamnya (14/8), baru United yang bertandang ke Vitaly Stadium dengan melawan tuan rumah Bournemouth. Nah, kebetulan bersamaan dengan kekalahan City di hari tadi WIB, Greater Manchester merasa lebih semarak. United mengawali musim 2016-2017 dengan trofi juara Community Shield setelah bisa mengalahkan Leicester City sebagai juara bertahan Premier League dengan skor 2-1. Trofi juara itulah yang bakal menegaskan kepada Jose Mourinho untuk tidak bersalaman dengan Guardiola. 'So, sekarang ambisi saya adalah mengalahkan Bournemouth,'' koar Mourinho. ''Setelahnya itu, kami menang lawan Southampton, dan berikutnya lagi saya menang, dan menang lagi,'' tambah pelatih beranak dua itu. Mampukah Mourinho mengamankan pekan-pekan awalnya di Premier League dengan angka sempurna? Kesulitan mengadaptasikan gaya permainan juga dialami pelatih anyar lainnya, Antonio Conte. Berbeda dari Guardiola dan Mourinho yang membela panji Manchester, Conte berada di bawah panji ibukota London. Mantan allenatore timnas Italia tersebut mengawali tugasnya bersama Chelsea. Jika melihat hasil pramusimnya, Conte meminta pemainnya untuk cepat improve. Conte memperkuat lini pertahanannya, lalu memaksimalkan serangan di dua sayapnya, Eden Hazard dan Willian. Hanya, yang terjadi di lapangan kekuatan defense Chelsea belum setangguh trio BBC andalannya di Gli Azzurri – julukan Italia. Meski demikian, pelatih yang pernah membawa Juventus mendominasi Serie A musim 2011-2014. (ren)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: