Gakkumdu Hentikan 13 Dugaan Kasus Politik Uang
PURWOKERTO-Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banyumas bersama Sentra Gakkumdu menghentikan 13 dugaan tindak pidana Pemilu dugaan politik uang. Ketua Bawaslu Kabupaten Banyumas Miftahudin SHI dalam Press Release Sentra Gakkumdu Bawaslu Banyumas mengatakan, penghentian kasus dilakukan setelah Bawaslu dan Sentra Gakkumdu melaksanakan rapat pleno koordinasi Senin (13/5). Anggota Bawaslu Kabupaten Banyumas Saleh Darmawan dalam acara yang dilaksanakan di Aula Kantor Bawaslu Banyumas itu menjelaskan, 13 temuan atau laporan ini tak dapat ditindak lanjuti karena tidak memenuhi unsur materiil terutama alat bukti. Saleh menuturkan 13 dugaan pelanggaran ini tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Banyumas. Antara lain, tiga perkara di Kecamatan Gumelar, dua perkara di Kecamatan Purwojati, empat perkara di Kecamatan Patikraja, di Kecamatan Kemranjen, Tambak, Purwokerto Selatan, dan perkara di Kecamatan Cilongok. "Perkara dugaan tindak pidana pemilu paling banyak terjadi di masa tenang Pemilu 2019, yaitu pada 14 hingga 16 April 2019," katanya. Dugaan pelanggaran ini, lanjut Saleh, dilakukan di rumah warga. Ia menyebutkan bentuk dugaan money politic berupa pemberian amplop berisi uang, kartu pintar bahkan minyak goreng botolan. Pemberian ini untuk membujuk penerima agar mencoblos atau memilih calon anggota legislatif tertentu. Disamping itu, Saleh menjelaskan, Pelanggaran Pemilu diatur dalam Perbawaslu nomor 7 tahun 2018. Yaitu tentang proses penanganan temuan dan lapora pelanggaran Pemilu. Syarat formil dan materiil dalam laporan dugaan pelanggaran harus terpenuhi, agar dapat di register dan ditindak lanjuti. "Syarat formil seperti adanya identitas pelapor dan terlapor. Tanda tangan pelapor juga harus sesuai identitasnya," kata Saleh. Pelaporan harus dilakukan sesuai waktu yang ditentukan. Tidak lebih dari tujuh hari kerja setelah diketahui. Sedangkan syarat materiil, lanjutnya, berupa tempat, waktu, dan barang siapa, atau saksi dan alat bukti. Dalam 13 dugaan pelanggaran yang dihentikan ini, pelapor banyak yang tidak memahami pengertian saksi dan alat bukti. "Saksinya bukan orang yang melihat, mengalami, atau mendengar sendiri. Misalnya ada kejadian anak yang menerima uang (money politik) tapi ibunya yang jadi saksi," tutur Saleh. Kejadian dugaan money politic ini dilakukan door to door. Sehingga tidak dibagi di depan orang banyak, dan tidak ada yang menyaksikan proses penyerahannya. Hal ini pula yang menjadi kendala Bawaslu menemukan saksi yang tepat. Tak hanya itu, berdasarkan regulasi, subjek hukum pemberi money politic adalah pelaksana, tim kampanye, atau pserta Pemilu. Meski Bawaslu dan Sentra Gakkumdu telah membuat kemajuan, dengan memasukan caleg terkait sebagai terlapor, namun tetap saja masih ada unsur yang tidak terpenuhi. "Kedepannya (saat melaporkan dugaan money politic ataupun pidana Pemilu) masyarakat harus memenuhi syarat formil dan materiil," pungkasnya. (ing)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: