Ungkap Dugaan Kongkalikong Bandar Narkoba dan Aparat: Buka Transaksi Keuangan Freddy

Ungkap Dugaan Kongkalikong Bandar Narkoba dan Aparat: Buka Transaksi Keuangan Freddy

JAKARTA- Kesaksian Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yang menyebut Freddy Budiman telah menyetor ratusan miliar ke sejumlah oknum di Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri memang tidak disertai bukti pendukung. Namun, bukan berarti tidak mungkin untuk menelusuri informasi tersebut. Sebab, pasti masih ada jejak transaksi keuangan mendiang Freddy Budiman yang bisa ditelusuri. FREDDY-Budiman-semasa-ditahanan Haris Azhar menuturkan bahwa kesaksiannya saat bertemu Freddy itu tidak sulit untuk dibuktikan penegak hukum, seperti Polri, BNN dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Segala fasilitas dan sumber daya dimiliki lembaga negara itu," kata Haris. PPATK bisa langsung menelusuri dan menganalisa rekening. Jika ada transaksi yang patut dicurigai mengalir ke oknum penegak hukum akan bisa ditindaklanjuti. "Kontras pernah beberapa kali meminta bantuan PPATK untuk beberapa kasus lain kok," ujarnya. Menurut dia, penelusuran itu tidak hanya untuk Freddy, namun semua pengedar narkotika harus diteliti setiap transaksi keuangannya. "Kalau semua itu dibuka, perang terhadap narkotika memang akan jauh lebih efektif. Tidak lagi penuh dengan kecurigaan," paparnya. Yang juga disayangkan adalah Kejaksaan Agung (Kejagung) sama sekali tidak memiliki sikap kritis untuk bisa membongkar adanya permainan kasus narkotika. "Sayang mereka melakukan langkah yang tidak cerdas dengan hanya mengeksekusinya," paparnya. Kepala PPATK M. Yusuf belum bisa berkomentar soal kemungkinan membuka rekening atau transaksi dari pengedar narkotika. "Nanti ya, Senin saja," ujarnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Haris melanjutkan, dengan kemungkinan adanya proses hukum yang rawan teracuni pengedar narkotika, ada kekhawatiran adanya permainan di sana. "Sehingga yang menjadi korban di pengadilan hanya kurir atau malah tertipu saja," tambah Haris. Hal tersebut sangat berhubungan dengan proses grasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Sesuai catatan Kontras, selama Jokowi menjabat, tidak ada satu pun terpidana kasus narkotika mendapatkan grasi. "Semuanya ditolak dan akhirnya harus dieksekusi," paparnya. Masalahnya, penegakan hukum masih rawan menimbulkan korban tidak bersalah. Proses grasi pun menjadi kabur. "Apakah penolakan grasi ini telah dilakukan dengan meneliti setiap kasus atau hanya main tolak saja, tidak ada yang mengetahuinya," ujarnya. Tentu saja, grasi merupakan hak preogratif presiden. Namun tata caranya juga perlu dijelaskan. Sebelumnya, Polri dan BNN telah meminta agar kesaksian Haris tersebut dibuktikan. Rencananya, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar akan bertemu dengan Haris dalam waktu dekat. (idr/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: