Detik-detik Terakhir Terpidana Mati, Freddy Sempatkan Foto Bersama Anak, Michael Titus Terlihat Stres

Detik-detik Terakhir Terpidana Mati, Freddy Sempatkan Foto Bersama Anak, Michael Titus  Terlihat Stres

Bagaimana para terpidana mati menghadapi saat-saat terakhir hidup di dunia? Sumber Radar Banyumas (Radarmas/Jawa Pos Group) di Lapas Nusakambangan mengungkapkan, momen menghadap regu tembak memberikan dampak psikologis yang berbeda terhadap para napi. Freddy Budiman yang sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis yang dijatuhkan kepadanya, justru terlihat siap menjemput ajalnya. Pria yang ingin dimakamkan di tanah kelahirannya di Surabaya itu, sempat berfoto bersama anak lelakinya. keluarga-mati-Titus-(5) TUNJUKAN SURAT: Keluarga Michael Titus Igweh, Nila saat menunjukan surat keberatan eksekusi mati Foto itu dijepret di ruang isolasi Lapas Batu Nusakambangan, Kamis (28/7). Freddy berbusana gamis putih, mengenakan peci hitam seperti saat dia mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Cilacap untuk mengikuti sidang PK beberapa bulan silam. Foto itu diambil oleh Kepala Badan Narkotika nasional Kabupaten (BNNK) Cilacap, Edi Santosa lewat smartphone miliknya. Edi menyatakan, kondisi psikologis Freddy nampak stabil. Penilaian itu dia simpulkan saat pertemuan Freddy dan anaknya sekitar dua jam. Menurut dia, saat pertemuan itu tak ada suasana haru atau tangis yang pecah. Gembong narkotika itu, menurut Edi, sempat berpesan pada anak dan keluarganya untuk ikhlas dan jangan mengikuti jejak ayahnya. "Kondisi Fredgy terlihat tabah dari hari sebelumnya," kata Edi pada Radar Banyumas di Dermaga Wijayapura, Kamis (28/7) kemarin. Ketabahan Freddy, juga diceritakan pangacaranya, Untung Sunaryo usai mengunjungi kliennya di isolasi khusus lapas Batu, Rabu (27/7). Menurut dia, Freddy sudah menyatakan taubatan nasuha dan meminta dirinya dimakamkan di Surabaya. Kepada Untung, Freddy juga menitipkan surat pengajuan grasi pada Presiden Joko Widodo yang dia tulis tangan. "Dimakamkan di Surabaya, Kampung halamannya. Dia kan arek Suroboyo," ujar Untung. Kondisi psikologis terpidana mati asal Nigeria, Michael Titus Igweh, justru bertolak belakang dengan Freddy BUdiman. Saat dikunjungi terakhir kali oleh kakak iparnya, Nila, di Lapas Batu Rabu (27/7), Titus dalam kondisi menyedihkan. Tubuhnya kurus, tidak memiliki nafsu makan. Titus juga marah-marah, merasa eksekusi mati yang ditanggungnya wujud dari ketidakadilan. "Pada saya Titus berpesan minta keadilan. Ia meminta saya memperjuangkan dirinya lepas dari eksekusi mati," kata Nila yang gagal menemui Titus di Lapas Nusakambangan Kamis (28/7) kemarin karena terganjal administasi perizinan. Nila juga menegaskan, permintaan kliennya untuk bertemu istri dan empat anaknya belum dipenuhi. Kamis pagi kemarin, istri Titus, Felicia, sedang menuju Indonesia dari Afrika Barat. Jika Titus dieksekusi sebelum bertemu istrinya, dia menyatakan akan melakukan protes keras ke Presiden Joko Widodo. "Kabar eksekusi pada Titus tanpa pemberitahuan pada keluarga dan lawyer. Keluarga justru tahu dari berita di media," kata perempuan bercadar ini. Lain hal dengan terpidana mati Merry Utami. Kuasa hukum Merry dari LBH Masyarakat, Arinta Dea menyatakan, kliennya mengajukan permintaan terakhir untuk dikunjungi oleh dua cucunya yang berusia 3 bulan dan 4 bulan. Wanita yang memilih latar belakang buruh migran ini, menurut Arinta, tetap tegar menghadapi kabar eksekusi mati yang akan dihadapinya. Justru Merry menguatkan jiwa anaknya yang berusia 24 tahun yang justru khawatir dengan nasib ibunya. Selain bertemu dengan cucunya, Merry juga menyampaikan permintaan terakhir agar jasadnya dimakamkan di kampung halamanya. "Dia meminta dimakamkan di Magetan," kata Arinta Dea Permintaan terakhir terpidana mati lainnya, juga diungkapkan oleh Raynov Tumorang Kuasa Hukum Humprey Jefferson, terpidana mati asal Nigeria. Raynof mengungkapkan, awalnya Jefferson akan dikremasi karena keterbatasan biaya untuk dipulangkan ke kampung halamannya. Jefferson sempat mengungkapkan keinginan terakhir agar dimakamkan di kampung halamannya di Nigeria. Dia juga menyatakan secara moral sudah kuat dan sejak Selasa (26/7) lalu sudah masuk ruang isolasi di LP Batu. "Notifikasi dari Kejari Jakarta Pusat sudah kami terima sejak selasa (26/7). Jefferson sendiri tak memiliki keluarga disini," ungkapnya. Sedang kuasa hukum Zulfiqar Ali, yakni Saut Edward Rajagukguk, tak mengungkap keinginan terakhir dari kliennya. Dia hanya menjelaskan, istri dan ibunya sudah membesuk terpidana mati asal Pakistan itu Selasa (26/7) bersama rombongan keluarga terpidana mati yang lain. Edward juga menjelaskan, untuk nasib kliennya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilacap telah memanggil Kedubes Pakistan terkait notifikasi bagi Zulfiqar. Teman Zulfiqar Ali yakni Ali warga negara Pakistan yang sempat menjenguk Kamis (28/7) kemarin menceritakan kondisi sahabatnya. Dia mengatakan, Zulfiqar dan dirinya sempat melakukan doa bersama. Hanya saja, Zulfiqar masih sakit dan masih dalam pemeriksaan dokter. Selain permintaan terakhir, kuasa hukum dari Meri Utami, Humprey Jefferson dan Zulfikar Ali juga mengecam keras rencana eksekusi mati para kliennya. Masing-masing berpendapat, para kliennya masih memiliki hak grasi atau masih menunggu putusan grasi. Mereka senada meminta Kejaksaan Agung dan Presiden Joko Widodo membatalkan pelaksanaan eksekusi mati untuk para kliennya dan mengevaluasi kebijakan dan praktik hukuman mati di Indonesia. Pukul 20.000, keluarga Zulfiqar Ali kembali dari Nusakambangan. Saat tiba di Dermaga Wijayapura, istri terpidana mati itu terlihat kesal. Begitu masuk mobil minbus yang membawanya keluar dari dermaga, dia terlihat marah. "Negara ini harus menegakkan keadilan. Harusnya negara ini malu pada seluruh dunia,"kata wanita berbaju serba putih itu dengan suara lantang. Meski begitu, kekesalan istri Zufiqar tak berlanjut karena polisi meminta mobil yang ditumpanginya segera meninggalkan dermaga. (ali/ziz/din)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: