Akhiri Tugas, Mantan Pegawai KPK Siapkan Gugatan PTUN, Mereka Belum Sikapi Usulan Kapolri

Akhiri Tugas, Mantan Pegawai KPK Siapkan Gugatan PTUN, Mereka Belum Sikapi Usulan Kapolri

AKHIRI TUGAS: Novel Baswedan bersama pegawai yang tidak lolos TWK meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, kemarin (30/9). JAKARTA - "Agenda pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti!" Seruan itu diteriakkan Abraham Samad saat 58 pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) meninggalkan Gedung Merah Putih kemarin (30/9). Samad tidak sendiri. Mantan pimpinan KPK lain seperti Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, dan Bambang Widjojanto turut serta. Keluarga dan masyarakat sipil juga ikut mengiringi langkah Novel Baswedan dan para pegawai tersebut dari Gedung Merah Putih menuju Anti Corruption Learning Center (ACLC) atau kantor lama KPK. Sementara itu, sejumlah pegawai lembaga antirasuah tersebut menangis melepas mantan rekan kerja mereka. Ya, kemarin adalah hari terakhir bagi 58 pegawai tersebut bertugas di KPK. https://radarbanyumas.co.id/56-pegawai-kpk-yang-tidak-lulus-twk-bisa-jadi-asn-polri/ Mereka tidak bisa alih status menjadi ASN karena dinilai gagal TWK. Bahkan, keputusan pemberhentian satu pegawai, yakni Lakso Anindito, baru keluar pada 29 September. Di antara 58 pegawai itu, satu orang bertepatan dengan masa pensiun pada tahun ini. Sebagai mantan pimpinan KPK, Samad percaya bahwa pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos TWK itu tetap akan mengabdikan diri. Mereka teguh pada prinsip-prinsip antikorupsi. Senada, Saut Situmorang menyatakan bahwa puluhan pegawai KPK yang kemarin meninggalkan Gedung Merah Putih adalah orang-orang yang tidak henti berbuat baik. Selama bertugas di KPK, Saut kerap berinteraksi sehingga tahu bagaimana kinerja serta rekam jejak mereka. Menurut dia, pemberhentian puluhan pegawai KPK tersebut menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Semestinya, Presiden Joko Widodo mengambil sikap. Busyro Muqoddas menambahkan, sejatinya presiden bisa bertindak untuk menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi. ”Sesungguhnya, ini menjadi tanggung jawab presiden,” kata dia. Sejak dua hari lalu, Busyro intens berdialog dengan pegawai KPK yang diberhentikan tersebut. Dia bisa menangkap kesedihan yang mendalam. Bukan karena kehilangan pekerjaan, melainkan karena TWK yang dinyatakan maladministrasi dan melanggar hak asasi manusia (HAM) dijadikan alat untuk mengeluarkan mereka dari KPK. Sementara itu, Hotman Tambunan yang mewakili 58 pegawai tersebut juga mengaku bangga dapat bertugas di KPK. ”Kami pada saat ini juga berdiri tegak, menatap tegak, dan tidak bersedih atas pemecatan yang dilakukan oleh pimpinan KPK,” jelasnya. Selanjutnya, puluhan mantan pegawai KPK tersebut memutuskan membentuk Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute). Keterangan itu disampaikan langsung oleh Praswad Nugraha, salah seorang pegawai KPK yang tidak lolos TWK dan diberhentikan. Menurut Praswad, lembaga tersebut akan menjadi rumah dan wadah bagi mantan-mantan pegawai KPK yang diberhentikan melalui TWK. Selain itu, mereka akan tetap menempuh jalur-jalur legal yang tersedia untuk melawan hasil TWK dan pemberhentian oleh KPK. Gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) tengah dipersiapkan. Berkaitan dengan usulan Kapolri untuk menarik menjadi ASN di Polri, hingga kemarin puluhan pegawai tersebut belum menyampaikan sikap. Mereka masih menunggu penjelasan yang lebih lengkap dari pihak-pihak terkait. Juga masih menagih tindak lanjut atas hasil penyelidikan Komnas HAM serta pendalaman yang dilakukan Ombudsman RI. Secara terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pihaknya tidak ikut serta dalam peralihan kepegawaian tersebut. Sebab, itu menjadi kewenangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama Polri. ”Formasi apa dan lain-lain kan kewenangan Kapolri yang rekrutmen. Setelah selesai, diajukan ke BKN,” ujarnya kemarin. (idr/mia/syn/c6/fal/ilh/jpc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: