Kasus Munir Diusulkan Pelanggaran HAM Berat, 17 Tahun Otak Pembunuh Tak Tersentuh
KONPERS: Istri Munir, Suciwati (tengah) saat memberikan keterangan 15 Tahun Terbunuhnya Aktivis HAM Munir di Jakarta, Jumat (6/9/2019). JAKARTA - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menyampaikan surat terbuka kepada Komnas HAM RI untuk segera menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM yang berat, sebagaimana diamanatkan oleh UU Pengadilan HAM. https://radarbanyumas.co.id/dinilai-tendensius-ke-islam-muhammadiyah-minta-bpip-dibubarkan-gak-ada-manfaat-ini-tema-lombanya/ Hal ini dilakukan karena belum adanya tindakan dari Komnas HAM, untuk menetapkan kasus pembunuhan terhadap Munir sebagai pelanggaran HAM berat. “Hampir 17 tahun berlalu kematian Munir, penanganan kasus ini masih berhenti pada penjatuhan hukuman terhadap aktor di lapangan. Beriringan dengan hal itu, Komnas HAM juga urung menunjukkan langkah yang konkrit dan signifikan untuk menetapkan kasus pembunuhan terhadap Munir sebagai pelanggaran HAM yang berat,” kata Anggota KASUM, Fatia Maulidiyanti dalam keterangannya, Kamis (19/8). Dia menegaskan, penegakan hukum dalam kasus pembunuhan Munir harus ditinjau secara lebih luas. Pasalnya, fakta yang terungkap dalam persidangan yang mengadili aktor lapangan, diduga adanya keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dan aktor-aktor negara lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap Munir. Peneliti KontraS ini menduga, hal tersebut menunjukkan bahwa kasus ini dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM yang berat. Karena apabila menilik Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam Pasal 9, pada intinya menyebutkan bahwa pelanggaran HAM berat dilakukan sebagai bagian dari serangan yang sistemik ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Dia menyesalkan, harapan penuntasan kasus pembunuhan Munir secara menyeluruh berada di ujung tanduk. Karena Komnas HAM yang memiliki kewenangan penuh sebagaimana amanat undang-undang untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM yang berat, belum melakukan penetapan bahwa kasus pembunuhan Munir adalah pelanggaran HAM yang berat. “Ironisya, pada September 2020 lalu berbagai lapisan dari masyarakat sipil telah membantu Komnas HAM dengan menyampaikan pendapat hukum yang disusun berdasarkan berbagai bukti-bukti yang aktual terkait kasus ini,” sesal Fatia. Namun dalam prosesnya, lanjut Fatia, Komnas HAM juga tidak menyampaikan perkembangan secara transparan dan akuntabel terkait apa yang menjadi hambatan, sehingga penetapan kasus ini sebagai pelanggaran HAM yang berat belum menemukan titik terang. Tidak ditetapkannya kasus pembunuhan Munir ini sebagai pelanggaran HAM yang berat akan sangat berdampak pada terhentinya upaya pencarian keadilan. Selain itu, akan turut meniadakan pengungkapan fakta yang sebenarnya, akhirnya melepaskan aktor-aktor pembunuhan dari jerat hukuman. “Lebih parahnya, hal ini justru nantinya akan berkembang menjadi momok menakutkan yang tidak dapat dielakkan oleh para pembela HAM ketika menjalankan kerja-kerja perlindungan dan pemajuan HAM,” ujar Fatia. Dengan demikian, kata Fatia, secara tidak langsung Komnas HAM mengambil andil untuk melanggengkan kultur impunitas karena sudah alpa untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap Munir. “Demi menjaga mandat Komnas HAM sebagai lembaga satu-satunya yang dapat melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat,” tegas Fatia menandaskan. (muh/kus/JP)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: