Misteri Jalur Tengkorak Kertek Wonosobo, Turunan Maut Itu Telah Renggut 162 Korban Jiwa Selama Lima Tahun
Foto: radar semarang WONOSOBO - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan investigasi langsung ke Jalur Tengkorak Kertek kemarin. Jalur turunan panjang tersebut, telah menimbulkan sedikitnya 162 orang dalam rentang lima tahun. KNKT tawarkan dua konsep mitigasi untuk mengatasi kasus tingginya laka di jalan tersebut. Ruas jalan Kledung-Kretek itu memang sangat berisiko bagi kendaraan besar, utamanya bus dan truk. "Oleh sebab itu KNKT membuat dua konsep mitigasi, yaitu active safety untuk mencegah rem blong. Kemudian passive safety untuk menurunkan fatalitas jika rem blong tidak bisa dihindarkan,” ungkap Senior Investigator Keselamatan Jalan KNKT, Ahmad Wildan usai melakukan monitoring bersama jalur laka dan jalur penyelamat Kertek kemarin. https://radarbanyumas.co.id/pemkab-akan-branding-dawet-ayu-bangun-miniatur-berukuran-besar-di-perbatasan-dekat-wonosobo-dan-di-klampok/ Menurutnya, konsep ini terbukti efektif untuk mengurangi kasus laka di Flyover Kretek kabupaten brebes dan akan diuji cobakan di Kretek Wonosobo. Dari hasil survei moving car observer KNKT mengidentifikasi 3 km sebelum pertigaan Kretek adalah titik kritis, titik dengan disipasi energy terbesar dan dapat ditandai sebagai Daerah Rawan Kecelakaan ( DRK). “Pada area tersebutlah KNKT akan menerapkan skema passive safety, dan untuk skema jalan lingkar harus menghindari area ini, harus dibuat jauh sebelumnya untuk menghindari area maut ini,” katanya. Dijelaskan bahwa hasil investigasi KNKT menemukan bahwa ruas jalan tersebut sangat beresiko dimana pada jarak 9 km perbatasan Kledung-Reco sampai ke pertigaan Kretek memiliki beda ketinggian lebih dari 500 meter. Kondisi ini akan memicu adanya energy potensial yang sangat besar. “Besarnya energy potensial ini seperti halnya orang menarik busur panah, semakin panjang direntangkan maka busur akan melesat lebih cepat dan kuat. Analogi dimaksud, semakin besar perbedaan tinggi suatu tempat, maka kendaraan akan mengalami gaya dorong yang lebih besar,” terangnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada saat kendaraan itu akan direm, maka akan terjadi fenomena disipasi energi. Di mana energi potensial dan energi kinetik yang ada pada kendaraan akan berubah menjadi energi panas, yang berpusat di titik gesekan yaitu tromol dan kampas. Energi panas tersebut pada titik tertentu akan merubah material kampas menjadi uap panas (sublimasi) yang menyelimuti permukaan kampas sehingga menyebabkan kampas menjadi licin sempurna. “Fenomena inilah yg disebut dengan brake fading, di mana kampas mampu mendorong tromol, namun tidak mampu menahan putaran roda,” ungkapnya Hasil pemantauan dan uji coba terhadap terhadap truk pengangkut sirtu yang melalui jalan yang sama dengan menggunakan prosedur mengemudi yang benar dan aman, tidak akan mengalami rem blong. Ini ditandai dengan lampu rem yang tidak menyala serta terdengar suara exhaust brake, yang menandakan pengemudi pada saat melalui jalan menurun menggunakan engine brake dan exhaust brake. Tidak menggunakan service brake. Sementara itu, pada pelaksanaan survei moving car observer, KNKT mengikuti sebuah truk bermuatan penuh yang melalui jalur maut tersebut. KNKT menemukan lampu rem truk menyala terus, yang menandakan pengemudi melakukan pengereman panjang pada saat melalui jalan menurun dan sangat berisiko rem blong. “Kunci keselamatan truk dan bus di jalan menurun adalah dengan tidak menginjak pedal rem, pedal rem hanya diinjak jika jarum rpm menuju ke zona merah,” tambahnya Sementara itu, Disperkimhub, Bagiyo Sarastono mengemukakan bahwa dalam 5 tahun terakhir, terdapat sejumlah kecelakaan yang menelan korban jiwa hingga 162 orang di Jalur Kledung-Kretek Wonosobo. Dan semua kecelakaan tersebut adalah kasus rem blong (brake fading). “Upaya yang dilakukan oleh KNKT melakukan investigasi di jalur tersebut sangat tepat, agar ada langkah yang jelas untuk mengurangi kasus kecelakaan,” paparnya. Pihaknya berharap, hasil rekomendasi dari investigasi oleh KNKT dan kementerian perhubungan bisa ditindaklanjuti dengan upaya-upaya yang lebih konkret di lapangan, sebab pada jalur tersebut sudah ada peran atau tupoksi masing-masing, namun harus sinergis. (*/gus/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: