Tak Ikhlas Kalah dari Malaysia

Tak Ikhlas Kalah dari Malaysia

PALEMBANG – Sementara itu, dua cabor yang dipertandingkan di Palembang menuai dua perak kemarin. Yakni voli pantai dan sepak takraw. Dari voli pantai, Ade Candra Rachmawan/Muhammad Ashfiya dikalahkan wakil Qatar Cherif Samba Younousse/Ahmed Tijan Janko straight game 24-26, 17-21. Sedangkan tim sepak takraw regu kalah 1-2 (21-18, 20-22, 11-21) dari Malaysia di final. Skuad sepak takraw tidak mampu menyembunyikan kekecewaan setelah gagal menang di final kemarin. Apalagi, setelah unggul di set pertama, Victoria Eka Prasetya dkk nyaris memenangkan set kedua. Eh, gagal. "Kami tidak ikhlas kalah dari Malaysia," ujar killer Indonesia Muhammad Saiful Herson. Sebab, di kejuaraan selain Asian Games, Indonesia selalu menang. Herson mengungkapkan, kurangnya kompetisi reguler di dalam negeri menjadi penyebab labilnya performa skuad sepak takraw Garuda. Hingga saat ini sepak takraw hanya dipertandingkan di Pra-PON, PON (yang empat tahun sekali itu), dan Kejuaraan Nasional. "Sementara di Malaysia ada liga di sana. Kami hanya dipanggil pelatnas kalau ada kompetisi saja. Jelas tidak sebanding," urainya. Terlebih, kesempatan untuk mengikuti turnamen internasional tingkat Asia dan dunia tidak ada. "Ya sulit," cetus pemain 27 tahun itu. Di sisi lain, bagi skuad voli pantai, ini mengulang capaian Asian Games edisi 1998 dan 2002. Ada pola yang mirip dengan prestasi tahun ini dengan 20 dan 16 tahun lalu. Yakni skuad yang diisi kombinasi senior-junior. Pada 1998, Irilkhun berpasangan dengan juniornya, Agus Salim. Empat tahun kemudian, Agus yang sudah lebih senior dipasangkan dengan Koko Prasetyo Darkuncoro. Pada Asian Games 2006 di Doha, Qatar, Agus Salim masih bermain. Tapi rekannya diganti dengan yang lebih muda lagi, yakni Supriadi. Mereka merebut perunggu. Pada Asian Games 2010, Koko dipasangkan dengan teman yang seangkatan dengannya, yakni Andy Ardiansyah. Hasilnya? Mereka terhenti di perempat final. "Kombinasi seperti ini memang tokcer," kata Koko, yang kini melatih kedua pasangan Indonesia. Menurut dia, komposisi senior-junior lebih stabil. Kalau dua orang senior, secara skill memang lebih matang, tapi secara tim tidak bagus. Ada dua ego yang harus diredam. Berbeda jika satu tim diisi senior dan junior. "Hanya ada satu leader yang mengontrol irama permainan di situ. Transfer ilmu, teknik, dan komunikasi terjalin lebih baik dan terbukti, lebih kompak," terang dia. Koko membandingkan, pretasi Ade/Ashfiya dengan Danangsyah Pribadi/Gilang Ramadhan yang sama-sama pemain muda. Dari tiga try out jelang Asian Games, Ade/Ashfiya dua kali melaju ke final. Sementara, Danangsyah/Gilang baru sekali. Lalu di Asian Games, keduanya harus puas merebut perunggu. (han/na)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: