Remaja di Bentara Membuat Semangat Menyala

Remaja di Bentara Membuat Semangat Menyala

Konsistensi Ari-Reda Menekuni Musikalisasi Puisi Tak kurang dari 34 tahun sudah Ari-Reda mengemas bait-bait sajak dengan melodi yang mengalun. Antusiasme generasi baru yang turut menikmati karyanya membuat keduanya tetap bersemangat menekuni musikalisasi puisi. Folly Akbar, Jakarta [caption id="attachment_104762" align="aligncenter" width="960"]Musikalis Puisi Ari Malibu (kanan) dan Reda Guadimo saat tampil di Asean Liteary Festival 2016, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (07/05/2016).--Foto: Imam Husein/Jawa Pos Musikalis Puisi Ari Malibu (kanan) dan Reda Guadimo saat tampil di Asean Liteary Festival 2016, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (07/05/2016).--Foto: Imam Husein/Jawa Pos[/caption] Kubiarkan cahaya bintang memilikimu//Kubiarkan angin yang pucat dan tak habis-habisnya//Gelisah, tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu//Entah kapan kau bisa kutangkap. Bait indah itu mengalun dalam Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat malam (6/5). Sapardi Djoko Damono, sang empu syair berjudul Nokturno itu, terlihat tenang di kursi terdepan. Mendengarkan karyanya dikemas sempurna oleh bekas mahasiswanya: Ari Malibu dan Reda Gaudiamo. Menjadi alunan musik nan syahdu dalam musikalisasi puisi. Di sela-sela percakapan hangat bertajuk A Rare Conversation: Sapardi X Jokpin tersebut, Sapardi curhat mengenai ”kelakuan” Ari-Reda itu. ”Mereka awalnya ambil (puisi) enggak bilang-bilang,” seloroh Sapardi disambut tawa ratusan pencinta sastra yang hadir dalam rangkaian ASEAN Literary Festival 2016 malam itu. Namun, karena puisinya menjadi lebih indah, pujangga kelahiran Surakarta tersebut memperbolehkannya. ”Puisi saya juga jadi dikenal. Sebelumnya siapa yang baca puisi saya zaman itu,” ungkap Sapardi. Seusai pementasan, Reda mengatakan, pernyataan mantan dosennya tersebut hanyalah bagian dari cerita awal perjalanan hidupnya 34 tahun lalu sebagai pemain musikalisasi puisi. Menurut Reda, setelah itu, dirinya dan Ari, tandemnya, selalu meminta izin penyair sebelum menyulap sajaknya menjadi musik. Hingga saat ini, selain Sapardi, banyak penyair tanah air yang sudah ”dibajak” karyanya. Sebut saja Goenawan Mohamad, Ags. Arya Dipayana, Toto Sudarto Bachtiar, Acep Zamzam Noor, Soni Farid Maulana, Emha Ainun Nadjib, hingga Abdul Hadi W.M. Puluhan karya para penyair kondang itu sudah disulap menjadi banyak album Ari-Reda. Baik album khusus mereka berdua maupun nebeng dalam kompilasi orang lain. Menyulap puisi menjadi sebuah musik bukanlah pekerjaan mudah. Harus memaksa nada dan melodi musik menjadi seirama dengan rentetan kalimat yang sudah jadi. Namun sama sekali tidak boleh mengubah syair. Itu membutuhkan sentuhan dan teknik tertentu. ”Kami biasanya membaca. Memahami. Merasa-rasa setiap kata,” kata Reda. Dari situ feel akan latar belakang dan tujuan puisi bisa ditemukan. Kemudian muncullah melodi yang tepat. Penelusuran maksud dari penyair itu krusial untuk menentukan nada apa yang akan membalut puisi. Misalnya puisi tentang sesuatu yang sendu. Ari-Reda akan mencarikan nada yang sendu pula. Begitu pun sebaliknya. ”Puisi gadis kecil, karena membicarakan gadis di seberang padang, ya harus gembira (nadanya),” jelas Reda. Berapa lama prosesnya, Ari tidak bisa memastikan. Sebab, mendapatkan kecocokan puisi dengan nada sangat bergantung pada banyak hal. Mulai mood hingga struktur kalimat. Juga ada faktor luck. Ada yang hanya beberapa menit. Ada pula yang berhari-hari. Namun, semua itu tak melulu mulus. Ada juga sajak yang awalnya tampak bisa dinyanyikan, tapi ternyata tidak cocok. Misalnya puisi Mengalirlah Sungai karya Sapardi, yang menurut Reda sulit dinadakan. ”Berkali-kali coba menyanyikan sampai rekaman, saya tetep merasa tidak sreg,” kata Reda menimpali, lalu tertawa. Bahkan, ada pula tipe puisi yang tidak bisa dijadikan musikalisasi. Yakni puisi yang strukturnya bukan untuk lagu. Misalnya yang kalimatnya panjang. Lalu yang kalimatnya panjang-pendek. Atau puisi yang semuanya berakhiran eng. Untuk bisa mencapai umur 34 tahun bermusikalisasi puisi, Ari-Reda harus jatuh bangun. Bahkan, keduanya sempat berpikir mengakhiri lebih cepat aktivitas yang melambungkan nama mereka itu. Puluhan tahun membawakan musikalisasi puisi, mereka pernah menilai aktivitasnya tersebut tidak memberikan efek apa-apa. ”Jadi, seperti tidak... (Ari sempat berpikir mencari kata yang cocok, Red)... menyala,” ucap Ari. Hingga pada 2011, Ari-Reda dipertemukan dengan wajah-wajah antusias yang rela antre menyaksikan pementasan mereka di Bentara Budaya Bali. ”Terharu sekali. Ternyata ada harapan,” ujarnya. Peristiwa itu, kata Ari, memberikan efek besar bagi perjalanan karirnya bersama Reda beberapa tahun belakangan. Tanpa ada peristiwa tersebut, dia sendiri ragu apakah sosok mereka berdua masih bisa duduk di panggung seperti malam itu. Sejak peristiwa di Bali tersebut, lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia itu bertekad untuk terus bermusikalisasi puisi. ”Ini akan terus kami lakukan sampai capek. Sampai selesai,” tegas Ari. Antusiasme generasi baru yang menyaksikan musikalisasi puisi memberinya harapan. ”Anak-anak belasan tahun mulai mengutip di media sosial. Kami main di mana, ada video yang mereka buat. Kami pikir, nyampe juga ya,” sahut Reda. Selain itu, ”keintiman” keduanya membuat satu sama lain enggan berhenti. Entah mengapa, Reda menyebut kenikmatan bernyanyi bersama Ari tidak bisa tergantikan. ”Saya pernah nyanyi sama orang lain. Tapi, sama dia asyik,” ungkap Reda dengan wajah antusias. Tahun lalu, semangat Ari-Reda untuk terus konsisten semakin menggebu. Untuk kali pertama, mereka berhasil melakukan tur. Untuk kali pertama. Langsung di Eropa. Lima kota di Jerman dan Belanda menjadi tempat keduanya menunjukkan kebolehan. Tak ingin berpuas diri, tahun ini Ari-Reda berencana melakukan tur dalam negeri. Kota-kota besar seperti Jakarta, Malang, Surabaya, Jogja, Denpasar, Makassar, dan Palu ada dalam jadwal mereka. Tur Indonesia tersebut menjadi bagian awal dari proyek besar yang mereka sebut Menyanyikan Puisi Nusantara. ”Jadi, setiap pulau ada wakil penyair yang kami nyanyikan. Biar booming satu Nusantara. Musikalisasi puisi merebak ke seluruh Nusantara,” tutur Ari yang diikuti senyum Reda. (*/c9/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: