Desa Kalikudi Kecamatan Adipala Bak Miniatur Indonesia, Bentuk Toleransi Beragama dan Hidup Rukun

Desa Kalikudi Kecamatan Adipala Bak Miniatur Indonesia, Bentuk Toleransi Beragama dan Hidup Rukun

SUNGKEM : Ritual sungkeman masyarakat adat Kalikudi. (RAYKA/RADARMAS) Terletak di Kecamatan Adipala, bisa dibilang Desa Kalikudi merupakan salah satu contoh miniatur Indonesia. Di Kalidudi, berbagai adat tradisi warisan leluhur dan kepercayaan masih sangat kental, hidup rukun berdampingan dengan agama lainnya. RAYKA DIAH, Cilacap Masyarakat yang tinggal di Desa Kalikudi menganut berbagai macam agama. Bahkan berkembang juga kelompok penghayat kepercayaan dan pelestari adat kejawen yang jumlahnya mencapai 450 kepala keluarga atau Masyarakat Adat Tradisi Anak Putu (ATAP). Mayoritas masyarakat Kalidukudi beragamakan Islam dan Kejawen. Namun, soal keterbukaan dan bagaimana mereka mengembangkan budaya toleransi agama menjadi salah satu contoh keberagaman yang dimiliki desa ini. Seperti halnya kebiasaan berdoa. Di Desa Kalikudi dilakukan setidaknya dua kali dengan adat Jawa (kepercayaan) doa dan secara agama Islam. Masyarakat di sana pun hidup berdampingan rukun satu sama lain sesuai dengan adat dan tradisi anak putu di Kalikudi. "Kalau ajaran kepada masyarakat yang memiliki kepercayaan lain, yang penting kita bisa hidup dan terjalin kerukunan. Tidak usah saling menyalahkan," Ketua Paguyuban Resik Kubur Rasa Sejati (PRKRS) Kalikudi, Nakam Wimbo Prawiro. Menurutnya, mereka membuka ruang terbuka yang memungkinkan anggota masyarakat yang berbeda kepercayaan bisa saling berhubungan satu sama lain. Seperti halnya kendurenan atau selamatan. Mereka tetap mengundang satu sama lain meski beda kepercayaan. https://radarbanyumas.co.id/jaga-tradisi-anak-putu-kalikudi-ritual-punggahan-ke-jatilawang-banyumas/ "Istilahnya tidak ngeblok-ngeblokan," ujarnya. Laman Berikutnya SUNGKEM : Ritual sungkeman masyarakat adat Kalikudi. (RAYKA/RADARMAS) Bahkan saking tolerannya, biasanya doa dilakukan tak hanya sekali, bisa dua, tiga kali atau lebih. Doa dengan cara adat kejawen dan dengan cara Islam. Doa secara Islam akan diserahkan kepada Pak Kayim. Sementara jika ada acara adat akan diserahkan kepada Kyai Kunci. "Isi doa sebenarnya sama, dari dalam hati saya, baik doa-doa, puji-pujian diterima atau tidaknya hanya Tuhan yang tahu. Tapi saya yakin doa kami akan diterima," ujarnya. Atau seperti saat Hari Raya Idul Adha, mereka akan menitipkan hewan kurban kepada kepanitiaan di masjid-masjid yang ada di sekitarnya. Karena sejak ratusan tahun lalu, anak putu tidak punya ritual adat dalam Idul Adha. "Tradisi Idul Adha selalu dilakukan oleh kepanitiaan masjid. Jadi ini merupakan bentuk toleransi atau kerukunan dalam masyarakat Kalikudi," kata Tetua Anak Putu Kalikudi, Sunardi Kunthang. Kunthang menjelaskan, dalam 1 tahun ada lima kegiatan ritual pondasi yang menjadi pondasi kearifan lokal di Kalikudi. "Pertama adalah Punggahan atau menjelang puasa, kemudian Sadran Sawal sesudah puasa. Memeteri Bumi setiap bulan Apid. Kemudiam Sadaran Sumur ritual ziarah ke makam leluhur atau cikal bakal masyarakat Kalikudi di Panembahan Depok Desa Kalikudi. Serta Labuhan untuk mengawali musim tanam," jelasnya. Kunthang menegaskan, sejak awal penyebaran agama Islam di Kalikudi, warga sudah terlatih untuk saling menghormati dan menghargai antar sesama. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: