Nelayan Perdalam Ilmu Titik Gelombang Tinggi, BMKG: Belum Semua Nelayan Paham Data

Nelayan Perdalam Ilmu Titik  Gelombang Tinggi, BMKG: Belum Semua Nelayan Paham Data

NASRULLOH/RADARMAS SLCN: Ketua HNSI Cilacap dan Kepala BMKG setelah Sekolah Lapang Cuaca Nelayan di Kantor HNSI Cilacap, Selasa (28/9). CILACAP - Nelayan Kabupaten Cilacap mengklaim jumlah kecelakaan laut pada nelayan menurun signifikan setahun terakhir. Hal ini tidak lepas dari informasi yang terus diperbaharui dan diinfokan oleh BMKG. https://radarbanyumas.co.id/laka-laut-tinggi-kemampuan-personil-terus-diuji/ Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono menyampaikan, sebelum berangkat berlayar, nelayan sudah mengetahui cuaca dan potensi gelombang tinggi hingga angin kencang dari informasi yang diterima dari BMKG. "Untuk kecelakaan laut tidak seperti tahun-tahun lalu, itupun masih bisa diselamatkan. Dua hari sebelum berlayar nelayan tahu jika akan ada angin kencang atau gelombang tinggi," ungkapnya, setelah pembukaan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan di Kantor HNSI Cilacap, Selasa (28/9). Meski cukup terbantu, Sarjono menambahkan, pihaknya meminta BMKG bisa lebih memperdalam perkiraan posisi di mana angin kencang atau gelombang tinggi akan datang, supaya nelayan bisa lebih waspada. "Karena sampai saat ini kan belum bisa menetapkan di mana itu gelombang besar dan angin akan lewat," ungkapnya. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) Prof. Ir. Dwikorita Karnawati menyampaikan, Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) ini untuk mengantisipasi potensi cuaca terburuk bagi nelayan yang akan berlayar. Seperti 'ilmu titen' yang digunakan oleh nelayan dahulu yang menurut dia masih relevan digunakan saat ini. "Sekarang yang biasanya gelombangnya tidak tinggi bisa mendadak menjadi tinggi, itu yang berbahaya. Itu sebetulnya yang bisa diprediksi. Kalau gempa memang tidak bisa diprediksi, tetapi kalau gelombang itu bisa diprakirakan dan bisa diprediksi," jelasnya. SLCN ini untuk memahami informasi hasil prediksi. Karena informasi yang beberapa melalui gambar tidak bisa dipahami dan dibaca oleh nelayan. "Data kan dalam bentuk gambar dan warna, dan pertanyaannya paham tidak, nerima itu tahu ga itu mau diapakan, SLCN ini untuk memahami informasi itu, agar nelayan bisa memutuskan untuk berlayar dan kapan tidak berlayar," tandasnya. (nas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: